"Karel, besok ikut Om sama Kaira ya."
Kaira yang sedang meminum susu kotak dan duduk bersandar pada sofa ruang tamu rumahnya akibat kelelahan itu, mendongak kala papanya berucap. Begitupun Karel yang posisinya tengkurap di atas sofa panjang untuk mengusir lelahnya sejenak.
"Kemana pah?"
"Oke om," jawab Karel dengan jempol nya terangkat ke atas, "Emang kemana dah?"
"Acara resmi di hotel Alaska, jam tujuh malem."
"Acara apa pah? Pekerjaan? Papah kerja apa? Di London kan? Ko bisa disini acaranya?" Kaira sudah tidak pada minatnya menyeruput susu cokelat pada kotak yang dibelinya saat di minimarket beberapa menit lalu. Pikirannya membawa tentang 'papa hanya sementara disini karena pekerjaan' yang selalu Kaira pikirkan sejak papanya datang.
"Iya, pertemuan tiga perusahaan. Salah satunya perusahaan di Indonesia. Dan udah sepakat buat ngadain di sini. Alhamdulillah,"
Mata Kaira berkaca-kaca. Rasanya dadanya begitu tercekat. Kaira tahu, ini pasti akan terjadi. Alasan papa datang tidak untuk menetap selamanya, namun hanya sementara. Lalu, setelah urusan pekerjaan itu selesai, apakah Kaira akan kembali sendiri disini dengan perginya papa?
Tentu. Kaira harusnya tahu itu. Apalagi ditambah dengan adanya tiga anak tiri papa yang tinggal di kota yang sama dengan Kaira untuk sementara. Menguatkan pemikiran Kaira bahwa kedepannya akan menjadi lebih buruk.
"Kalo pekerjaan papa disini udah selesai.." Kaira menatap lurus ke arah papanya, tatapan luka itu tersirat.
"Jangan bilang Om Endi balik lagi ke London?" Karel memposisikan tubuhnya duduk, menatap papa Kaira sama halnya seperti yang dilakukan Kaira saat ini. Namun tatapan Kaira lebih menunjukkan perihnya ia saat ini.
"Kaira mau ikut papa ke London?"
"Ya jangan gitu dong, om." Karel mengeluarkan argumennya. Alisnya mengerut dalam, tanda tidak setuju. Rahangnya sedikit mengeras karena rasa kesal muncul begitu saja dalam dadanya dan malah memberontak. "Kaira nggak boleh pergi,"
Kaira bangkit dari duduknya, menatap papanya tidak percaya. "Kaira ke kamar."
Dengan perasaan terluka, Kaira berjalan cepat menuju kamarnya dan mengunci pintu setelah pintu tertutup rapat. Jam sudah menunjukkan pukul delapan malam, namun sesak sudah menjalar lebih awal dari yang Kaira kira. Ia berdiri dan bersandar pada pintu, matanya menatap lurus namun pandangannya kosong. Tidak ada air mata yang keluar, namun dadanya terasa panas.
Kecewa, ia sudah sering dikecewakan. Namun kali ini ia sungguh berat menerimanya. Ia masih belum mengetahui mengapa papanya berubah seperti ini. Mengapa papanya pergi meninggalkan Kaira disaat keluarga mereka sedang dalam pondasi runtuh, mengapa papanya pulang hanya untuk pergi dan mengembangkan luka yang sempat sirna.
Apa bahagianya memang ditakdirkan sesingkat ini?
"Kay," suara Karel terdengar di balik pintu. Suara yang selalu membuat Kaira bertahan untuk kuat dari kejamnya luka yang menusuk. Suara itu kini berada di belakangnya, di balik pintu kamar Kaira.
"Besok gue tetep kesini buat acara di Hotel Alaska, lo dandan yang cantik ya."
Kaira memejamkan matanya. Besok, akankah menjadi hari-hari terakhirnya Kaira bersama papa sebelum sang ayah kembali ke London dan bahagia bersama keluarga barunya?
"Cantiknya gue nggak boleh nangis pokonya,"
Kaira menunduk, wajahnya memerah karena menahan tangis. Namun isakan itu sungguh mendesak untuk keluar hingga akhirnya air mata hangat yang Kaira miliki, luruh pertama kalinya setelah ia merasa bahagia sesaat dengan adanya orang yang disayang, ada di sekitarnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
One And Only K [Completed]
Teen FictionKaira Alsava. Gadis yang sangat menyukai ketenangan. Di balik musik yang ia dengarkan setiap waktu, Di balik film yang ia tonton setiap malam, Di balik novel yang ia baca setiap senggang, Ia adalah seorang gadis yang menyimpan sejuta luka. Yang hany...