53. notes

1.1K 91 13
                                    

Aroma khas rumah sakit kembali memasuki indera penciuman sesaat ketika kaki itu melangkah melalui pintu masuk. Tangannya yang berada di sisi telinga kanan, sudah berada disana sejak lima menit yang lalu. Saat Arsya mengabarkan kabar terbaru tentang Belinda.

"Ra," panggil Salsa di kursi ruang tunggu saat melihat Kaira datang. Ia berdiri dari duduknya dan menghampiri Kaira dengan harap cemas.

"Sal, Belinda--apa yang dibilang Arsya bener?" Salsa langsung mendekap Kaira ketika melihat Kaira menanyakan hal tersebut dengan terbata. Ia mengangguk.

"Gue sendiri takut, Ra. Belinda kritis," Salsa melepas pelukannya dengan Kaira. Mata cokelat Salsa berkaca-kaca. "EKG nya tadi jalan lemah banget, sekarang dokter lagi nanganin."

Kaira memejamkan matanya dan menghela nafas. Berusaha merilekskan diri. Ia pun langsung terduduk pada kursi tunggu yang ada di sampingnya. Kepalanya berdenyut pening, wajah Kaira pun memerah menahan emosi sedih dalam hatinya.

"Tadi gue sama Salsa sempet masuk buat liat keadaan Belinda, tapi cuman beberapa menit aja, sampe lemahnya detakan jantung Belinda terpampang jelas di EKG. Kita semua--panik," Arsya menambahkan. "Gue takut Belinda kenapa-napa."

Kaira mengusap air matanya yang baru saja jatuh, dilihatnya ada banyak teman yang satu kelas dengan Kaira sudah ada disini. Ada yang mengintip lewat jendela pada pintu, ada pula yang terus berdoa dalam harapnya. Kaira bersyukur mereka peduli.

"Omong-omong, yang ngebegal itu udah ditangkep?" tanya Bianca yang baru saja mengintip lewat jendela pintu.

Kaira pun menoleh ke arah Citra ingin mengetahui juga jawaban dari pertanyaan Bianca. Karena Citra lah yang mengabari polisi atas kejadian waktu itu.

"Dua ketangkep, satu berhasil kabur." Citra mendesah kecil, pandangannya kosong. "Seandainya gue nelfon polisi lebih cepet tiga puluh detik, Belinda pasti baik-baik aja. Belinda pasti--"

Kaira menggenggam tangan Citra yang berdiri didepannya. Dengan itu ucapan Citra terhenti. Bibir Citra masih bergetar karena penyesalan yang tumbuh dalam dirinya.

"Jangan ngerasa salah gitu, Cit." Citra duduk di sebelah Kaira. Tangannya menggenggam Kaira erat. Teman-teman yang lain pun merembuk. Saling menguatkan satu sama lain.

"Semua udah takdir,"

"She will be okay."

"Kita semua berdoa aja yang terbaik,"

Citra mengangguk, dan meyandarkan kepalanya diatas pundak Kaira.

🔱🔱🔱


Kaira membuka pintu yang bertuliskan open. Aroma khas roti langsung memeluk area pernapasannya, Kaira merasa ini adalah tempat ternyaman untuk mengistirahatkan diri dari peningnya kepala yang terus menyerang. Sahabatnya, berada dalam kondisi kritis. Itu yang membuat Kaira terus merasa sesak beberapa jam terakhir. Dan mengapa Kaira tidak bersama teman yang lain, itu karena Kaira ingin sendiri di tempat yang tenang seperti toko roti yang satu bangunan dengan rumah sakit ini.

"Ah, maaf." ucap Kaira ketika ia tidak sengaja menabrak pundak perempuan berambut pirang yang baru saja berbalik dari posisi membayar roti. Kaira kemudian pamit permisi untuk membeli satu zuppa dan hot chocolate untuk isi perut.

Setelah selesai bertransaksi, Kaira membalikkan tubuhnya dan langsung mendudukkan diri di meja makan bundar yang hanya berisikan Kaira seorang. Mencoba berusaha tenang dari kalutnya pikiran, Kaira memakan zuppa nya dengan sebelah telinga yang tersalur oleh earphone. Dendangan lagu pop pun mulai terputar pada telinganya.

One And Only K [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang