Kelas dua belas.
Waktu memang cepat berlalu, dan kini Kaira kembali hidup dirumah seorang diri seperti biasanya. Banyak sekali perubahan di lingkup suasana kelas dua belas semester awal ini. Hanya saja... Kaira kerap kali merasa kalau rasa sepi itu selalu menyelinap begitu saja menghantuinya.
Omong-omong, Tatha masih dalam proses rehabilitasi. Berkat niat Tatha yang kuat untuk lepas dari ketergantungan, perempuan itu lebih cepat dalam perkembangannya menjadi lebih baik. Kemudian, tentu saja Papa Kaira sudah kembali ke London, dan yang berubah total adalah hubungan Kaira dengan Aeleydish yang sudah membaik. Singkat cerita, Kaira menghabiskan beberapa hari di London setelah mengiyakan tawaran Papa untuk pergi ke sana. Memang, awalnya di rumah itu Kaira kerap adu mulut dengan Aeleydish. Namun karena Papa Kaira telah jujur pada Aeleydish bahwa dirinya tidak pernah menikahi Megan, Aeleydish menangisi hal tersebut selama semalaman. Berbeda dengan kedua kakak lelakinya yang bisa menerima. Kaira yang melihat Aleydish menangis semalaman di dalam kamar, dihampirinyalah perempuan itu dan menenangkannya. Hingga Aeleydish dapat membuka mata seutuhnya, bahwa rasa iri tidak akan pernah ada habisnya.
Sejak itulah, Aeleydish bisa menerima kehidupannya lagi tanpa seorang ayah, dan bersahabat baik dengan Kaira. Aeleydish dan Zach pun meminta maaf atas perlakuan mereka pada Kaira sebelum-sebelumnya.
Masalah itu telah membaik, dan Kaira senang akan hal itu. Namun, ada beberapa yang mengganggu Kaira belakangan ini. Bunda tidak menghubungi Kaira lagi sejak dua hari yang lalu. Resah, memang. Namun Hansel bilang, Bunda Kaira dalam kondisi sangat baik. Kaira harap, itu benar adanya.
Juga... Percakapan di belakang kelas sekarang yang sedikit mengganggunya.
"Seriusan sama Karel?"
"Iya Ve, gue liat pake dua mata gue nih si anak kelas sebelas itu jalan sama Karel di gramedia! Berdua."
"Suttt, jangan kenceng-kenceng, nanti Kaira denger."
"Gue kalo jadi Kaira sih, bakal labrak si ade kelas itu! Lo juga gitu nggak sih, Ve?"
"Yeeeh, ya enggak. Kan udah ngga ada hubungan apa-apa merekanya. Ngapain juga labrak -labrak adek kelas karena dia deket mantan? Dikira masih ngarep mah iya. Gue kalo jadi Kaira sih ya, cari yang lain aja. Biar bisa buktiin ke Karel tuh, kalo gue bisa bahagia tanpa dia."
"Tapi ini adek kelasnya nyebelin banget tau! Najis! Lo tau nggak sih, waktu di Gramed dia ngasih Karel buku apaandah gangerti gue. Buku pelajaran kayaknya. Kan, carmuk banget ya! Najis! Harus sabar-sabar aja Kaira kalo mantannya dicaperin adek kelas belagu!"
"Nau! Lo ngomongnya bisa pelan dikit nggak sih?---"
Kaira menutup buku novelnya, dan bergegas keluar kelas. Seperti biasa, ia kembali menyalakan lagu yang tersalur pada earphone yang tadi hanya menggantung pada leher. Beruntung, hari ini jam kosong karena guru ppkn kelas Kaira sedang cuti melahirkan dan hanya ada tumpukan tugas yang bisa dikerjakan sesantai mungkin. Jadi, ia bisa keluar selama jam pelajaran dan keluar dari kelas akibat percakapan yang menyangkutkan dirinya selalu--dan karena nama lelaki itu.
"Kaira, gue ikut dong!"
Felma yang membawa keripik kentang, bangkit dari duduknya dan mensejajarkan langkahnya dengan Kaira. Padahal, Kaira saja tidak tahu kemana ia akan pergi. Ah, Kaira jadi teringat soal Felma dan mading itu. Dengan keberanian yang luar biasa, Felma meminta izin untuk maju ke depan di saat upacara di tahun ajaran baru akan berakhir. Tentu, semua terheran-heran. Namun rentetan ucapan Felma lah yang kemudian membuat satu sekolah terkejut, kecuali untuk anak baru kelas sepuluh yang tidak tahu apa-apa. Felma mengutarakan permintaan maaf karena telah mengadu domba, Felma pun mengaku ia yang menempelkan mading pada hari itu. Kaira sungguh tidak menduga.
KAMU SEDANG MEMBACA
One And Only K [Completed]
Teen FictionKaira Alsava. Gadis yang sangat menyukai ketenangan. Di balik musik yang ia dengarkan setiap waktu, Di balik film yang ia tonton setiap malam, Di balik novel yang ia baca setiap senggang, Ia adalah seorang gadis yang menyimpan sejuta luka. Yang hany...