Kau duduk tertunduk dengan berbagai bukumu, aku memandangmu dari jauh, tapi aku tak melihat matamu, aku hanya mencoba mengenalimu dalam lingkunganku yang tak pernah melihatmu berada disana.
Aku melewatimu dengan tertunduk tapi saat melewatimu ada rasa yang membuatku mendongak tapi sampai saat itu aku hanya melihat bibirmu yang mencoba tersenyum, tak melihat matamu tertuju pada siapa.
Aku mecoba membalas senyuman itu tapi lengkung senyummu menghipnotis sarafku yang terperangah karena senyummu berbeda. Dan hari kedua aku bertemu denganmu, aku mulai berani menatap matamu, menatap keseluruhan wajahmu dari dekat, bahkan membalas senyummu dengan yakin.
Selang berjalan hari, aku tak pernah tau siapa kau, tak pernah tau siapa dirimu dilingkungan ini, hingga saatnya aku menjadi satu tempat denganmu, dan kau mengatakan dengan spontan kalimat yang membuatku terperanjat. Setiap tatapan, setiap kali bertemu ada alasan yang membuat kita saling menatap, menyapa, dan tersenyum.
Sampai saatnya aku harus mengakhiri senyuman itu karena kau mengira aku bukan seseorang yang tersenyum padamu, karena aku terlahir yang memiliki 2 raga, kami sangat mirip, sehingga kau tak bisa membedakan siapa yang menatapmu lekat dan siapa yang baru kau temui.
Dan sampai saatnya, kau mengira itu dia, menatap mataku pun tidak, membalas senyumku pun tidak seperti pertama bertemu, bahkan senyummmu yang dulu untukku beralih kepada saudaraku.
Kau juga terlihat bingung saat aku dan dia berjalan berdampingan, kau tak lagi menatapku tapi kau selalu mencari dia, dan menatapnya.
Apakah kesalahanku saat itu membuatmu mengira aku bukan seseorang yang dulu berarti dimatamu dan kau mengira dia seseorang yang dulu kau kenal.
Iya, perasaanku benar-benar sakit, tapi apa boleh buat jika dia mengira kembaranku itu aku.