5 tahun sudah aku pergi dari kota ini tapi kenangan itu belum juga pudar walau diriku sudah memiliki Raka, Raka Wiratama yang memberikan seluruh hidupnya hanya untuk membuatku bahagia termasuk untuk melupakan Andra, kekasih yang pergi karena perjodohan yang dibuat Almarhum ayahnya yang meninggal karna kecelakaan diwaktu aku dan Andra akan melakukan persiapan pernikahan yang tinggal menghitung hari.
Sebelum pertunangan itu dilakukan, aku mengerti bahwa ayah calon tunanganku tidak terlalu menyukaiku, ia juga tak pernah menentang hubungan kami, beliau hanya memberikan pilihan kepada Andra, memilih diriku atau Viona.
Andra memilihku, dan itu membuatku tersenyum lega. Aku dan Andra telah menyebar undangan pernikahan yang akan dilaksanakan 3 hari lagi tapi saat itu juga ayah Andra mengalami kecelakan. Ayah Andra tak sadarkan diri selama 2 hari. Andra menjadi pendiam, aku tahu dia sangat sayang pada ayahnya dan dia khawatir juga dengan diriku karna rencana ditundanya pernikahan yang aku ajukan padanya untuk menunggu hingga ayahnya sadar. Saat aku dan Andra akan meninggalkan ruangan ayah dirawat untuk mengurus penundaan pernikahan kami, tangan Andra ditahan oleh ayahnya.
Aku dan Andra saling bertatap dan semua keluarga pun menghampiri tempat ayah dirawat karna ayah yang meminta.
Ada gejolak yang membuatku tak tenang melihat tatapan ayah andra.
Semua keluarga diam dengan menahan tangis mendengar kalimat yang seakan-akan ini waktu terakhirnya.
"Andra tinggalkan laura, menikahlah dengan Viona karna ayah telah berjanji pada almarhum ibunya, Ayah tahu, ayah salah tidak mengucapkan ini sedari awal, itu semua karna ayah menyayangimu agar kau bahagia, Tapi janji ayah seakan menghantui"
"Laura, maafkan ayah, ayah menyayangimu, sikap ayah selama ini hanya untuk menutupi rasa gelisah karna janji itu, ayah mohon, hanya ini yang ayah sampaikan waktu ayah telah habis"
"maaf, maaf, maafkan ayah"
Dengan nafas yang tersengal- sengal ayah menagis dan terus menggenggam tanganku dengan erat dan terus melemah, semua tangis mulai memecah saat garis damai itu terbaca oleh monitor.
Amanah semalam membuatku untuk memutuskan secara gamblang pada saat itu juga didepan semua keluarga dengan perasaan nanar aku berusaha mengatakan "Aku mundur dari pernikahan ini, Andra tolong hubungi Viona jelaskan padanya dan katakan ia yang akan menggantikan aku besok" kalimat terakhir membuat dindingku lebur perlahan dengan air mata yang mulai jatuh memburu.
"APA YANG KAU KATAKAN? APA KAU SADAR DENGAN UCAPANMU, AKU HANYA MENCINTAINMU !!" Suara andra yang selama ini tak pernah sedingin ini kepadaku membuatku semakin terisak dengan kalimat terakhirnya, dia memelukku dengan erat seakan kita akan terpisah dan aku menjerit tangis dipelukanya, aku membalas pelukkanya untuk terakhir kali, karna setelah ini takkan ada ruang antara aku dan andra. Keluarga menatap kami semua, menatap pertengkaran yang terjadi.
"Laura kita akan membicarakan ini, besok pagi" andra mengatakan padaku dengan tatapan teduh yang menenangkan gejolak diriku yang seakan ia rasakan tapi aku tak bisa mengingkari permintaan ayah Andra.
"Andra, aku mencintaimu, aku sangat mencintaimu tapi maaf aku tak bisa melakukan pernikahan itu, mulai sekarang aku akan pergi, lupakan aku, cepatlah hubungi Viona untuk pernikahan besok"
Andra menatapku dengan penuh kekecewaan tanpa kata, terus menatapku lekat saat aku memeluk ibunya dengan isakan yang tak tergambar, ibu Andra tak melepaskan pelukannya dengan berkata maaf beribu-ribu kali. "Ibu, tak perlu minta maaf ini sudah jalanya" Kakiku beralih pada Andra yang menatapku meminta perubahan keputusanku tapi aku hanya bisa mendekat dan mencium keningnya dan meminta pelukan terakhir darinya.
"Peluk aku Andra, untuk terakhir kalinya" Aku tak bisa menahan air mataku saat dipelukanya, Aku merasakan Andra menangis dipuncak kepalaku.
Aku berusaha tersenyum saat aku meninggalkan ruangan dan saat itu juga aku berjalan pada lorong rasa hambar, tak ada kasih dan cinta saat aku berjalan semakin menjauh, diriku kini bagai hujan yang menyusuri setiap kehampaan, dari jauh pun aku masih mendengar Andra memanggil namaku dan aku berusaha mengabaikannya.
Saat malam itu juga aku tak pernah kembali kehadapan Andra, aku menghadiri pernikahan Andra dari kejauhan, tak ada sorot kebahagiaan "Aku harap kau akan bahagia pada saatnya"
Setelah pernikahan Andra, aku pergi dari Jakarta dan pergi mencari ketenangan di Negara tetangga dan menemukan sosok Raka yang memberiku cinta walau aku belum bisa membalasnya.
Dan sekarang aku kembali untuk mencoba menerpa masa lalu bersama Raka, aku harap aku tak akan bertemu Andra lagi.
Aku dan Raka beristirahat disebuah hotel ternama di Jakarta, kami berencana untuk menelusuri seluk beluk jakata bersama.
Perjalan kami dimulai dari Monumen Monas, kami berjalan berdampingan dengan diliput tawa yang memecah dari dalam diri tapi saat itu aku harus berhenti tertawa melihat permata yang menyakitkan "Heii, sugar?kenapa kau tiba diam?" Ucapan Raka aku hiraukan, dan ia sepertinya sudah paham dengan sikapku yang tiba-tiba berubah, dia berkata dengan tatapan sendu dan nada kecewa "Apakah itu Andra? Laura kamu masih memcintainya, bicaralah dengannya, aku akan dibelakangmu"
"Laura" Ucap Andra lirih seakan ada keraguan.
"An..andra, bagaimana keadaanmu dan Viona?" Aku berusaha tersenyum dalam kecanggungan yang membuatku ingin lari dan menangis.
"Aku dan Viona sudah bercerai" ada jeda yang menyakitkan saat Andra mengatakan mereka berpisah, dorongan kuat untuk lebih tau tentang perceraian mereka tapi aku tak boleh menanyakan hal itu, aku mencoba tersenyum nanar dan mengucapkan maaf atas kesalahan pertanyaanku, aku tak kuasa melihat tatapan teduh Andra yang aku rindukan.
"Aku dan Viona bercerai karena dia pergi dengan laki-laki lain" aku mendongak tak menyangka Viona yang mencintai mantan kekasihnya melakukan itu.
"Laura, aku masih mencintaimu, apa kau masih mencintaiku, aku ingin kita bersama?"
Aku terkejut mendengar kalimat Andra yang mengatakan dengan penuh ketegasan dan kerinduan yang mencuat begitu saja , aku juga masih mengharapkan ini tetapi "Raka" aku menoleh padanya, dia sudah berbaik padaku menunggu hatiku untukknya, aku menatap Raka dengan penuh rasa semu tapi aku tak bisa mengecewakanya, aku tersentak saat Raka mengatakan aku boleh memilih "Kau mencintainya laura?jika iya, segera katakan, aku tidak apa-apa jika kau bahagia,dan kau Andra, jangan sakiti laura lagi, jaga dia"
"Raka!!maafkan aku" suaraku tercekat saat dia pergi dan melambaikan tangan padaku.
Andra mengecup dahiku dengan penuh kelembutan dan tangan kekar yang memelukku dengan penuh kasih sayang . Aku menangis dipelukkanya, aku masih sangat mencintainya.
"Bisahkah kita menikah sekarang, aku tak mau melepaskanmu lagi laura"
"Kita mulai dari awal lagi, aku belum siap menikah dengan duda" tawa Andra membucah saat aku mengatakan kalimat terakhir.
"Baiklah anak kecil, kita nikmati perkenalan kedua kalinya kita berpacaran".