Eunha berhenti mengunyah kripik singkong ketika mendengar suara motor berhenti didepan rumahnya disusul suara seorang laki-laki memberi salam. Ayah menyahuti salam itu dan menyapa si Tamu dengan hangat. Setelah berbincang selama beberapa saat, Eunha mendengar namanya dipanggil. Gadis itu menegakkan bahu, bersiap adu mulut dengan 'calon suami'nya.
Posisi ayah menutupi tubuh lelaki itu, tapi Eunha masih bisa melihat jaket bomber hitam, celana panjang dan rambut hitamnya. Dia juga tinggi, lebih tinggi dari ayah yang mantan kapten tim basket semasa SMA.
"Sekaran hujan?" tanya ayah, masih basa-basi—mungkin.
"Nggak, pak. Gerimis sedikit." jawab lelaki itu, terdengar familiar ditelinga Eunha.
"Duduk dulu." Ayah mempersilahkan, kemudian balik badan. Pria itu agak kaget melihat anak semata wayangnya sudah berdiri dibelakangnya dengan wajah ditekuk.
"Kamu ngagetin ayah aja!" omelnya. "Tuh, sudah datang. Ayah mau masuk dulu, sekalian nyuruh ibu buatin minum." Lanjut beliau, kemudian masuk kembali ke dalam rumah.
Hal pertama yang Eunha rasakan saat akhirnya tau siapa yang melamarnya adalah, melongo. Nggak habis pikir. Kaget.
"Mas ojol, kan, ya?" tanya Eunha. Pemuda yang juga sedang melihat ke arah Eunha itu tersenyum dan mengangguk.
"Dimas Jungkook, mbak." sahutnya, sekali lagi memperkenalkan diri.
"Mas yang ngelamar saya?" tanya Eunha lagi, masih tidak percaya. Jungkook kembali mengangguk membenarkan.
"Kenapa?" tanya gadis itu, bingung.
"Mbaknya saya tanya dua kali nggak dijawab. Malah kabur terus. Makanya langsung saya bikin lamaran resmi." jawab Jungkook, menjelaskan.
"Ya tapi, kenapa saya? Saya masih kecil, mas. Belum dua puluh satu. Atau mas-nya pedo, ya?" tuduh Eunha. Jungkook kelihatan kaget, kemudian mendengus sebal.
"Saya juga masih muda. Belum dua puluh lima." Gerutunya.
"Bohong! Muka mas aja, kayak Om-om umur tiga puluhan!" tukas Eunha, membuat Jungkook melotot.
"Saya masih muda, mbak! Nih, liat KTP saya kalau nggak percaya!" sahutnya, sewot. Jungkook mengulurkan KTPnya dan tertulis tanggal 1 September dua puluh empat tahun silam disana. Mereka berdua diam sebentar ketika ibu Eunha datang membawa minuman, kemudian masuk ke rumah lagi.
"Nggak percaya. Pasti waktu nyetak KTP salah tulis tahun." Eunha mengembalikan KTP Jungkook sambil mencibir. "Asdos dikampus saya juga umur segitu. Tapi nggak keliatan setua mas-nya." tambahnya.
Jungkook mengalihkan pandangan dari Eunha, mengulum dan menggigit bibir menahan kesal. Gadis itu mungkin sengaja memancing emosinya, berusaha membuat Jungkook mengurungkan niat untuk menikahinya.
"Begini ya, mbak," gumam Jungkook, menghela napas panjang. "Umur saya memang masih 24 tahun. Besok september, 25. Saya lebih tua dari mbak Heya, itu bener. Tapi saya masih tergolong muda! Sebelum ini, nggak ada orang yang protes sama wajah saya. Baru mbak aja." lanjutnya, menjelaskan dengan penuh percaya diri.
"Mungkin, mereka takut kuwalat sama orangtua." gumam Eunha, membuat Jungkook meliriknya sebal.
"Terus kamu enggak? Lagian, saya ke sini bukan mau debat soal umur sama kamu. Saya mau ngelamar kamu secara pribadi. Kamu mau nggak nikah sama saya?" ucap pemuda itu, mencoba mengembalikan topik pembicaraan mereka.
"Kalau saya jawab 'nggak mau', lamaran mas yang tadi bisa batal? Soalnya ayah-ibu belum tanya saya. Tapi udah ngasih jawaban." jawab Eunha. Kali ini Jungkook tersenyum miring penuh kemenangan.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Dearest Ojol (Fin)
Fanfiction"Mbak?" "Ya?" gadis itu menoleh bingung. "Namanya siapa? Nikah sama saya, mau?" Heya Eunha merinding, geli, dan merasa takut ketika seorang laki-laki asing tiba-tiba melamarnya di tengah keriuhan pasar Ungaran dipagi hari. Gadis yang baru menginjak...