Eunha berlari menuju UGD, tempat dimana Victor menunggu. Gadis itu baru saja keluar dari kantor dosen saat mendapat kabar bahwa Jungkook ditemukan pingsan.
"Pak! Gimana keadaannya?" Eunha langsung menodong Victor dengan pertanyaan, bahkan sebelum napasnya kembali teratur.
Pemuda yang memang menunggu kedatangan Eunha tersebut berwajah muram.
"Belum sadar," katanya.
"Kok bisa pingsan, pak?" Eunha bertanya lagi, masih khawatir.
"Duduk dulu, Na. Aku ceritain dari awal." Victor menarik sebelah tangan Eunha dan menyuruh gadis itu duduk di kursi tunggu.
"Tapi aku mau liat keadaan mas Jungkook dulu!" tolak Eunha.
"Kamu dengerin dulu, Na. Ini penting!" balas Victor tegas. "Dimas nggak apa-apa. Dia nggak terluka. Seenggaknya, nggak secara fisik."
"Maksudnya?"
"Kamu duduk dulu. Aku ceritain. Aku yakin, kamu bakal syok."
Lalu meluncurlah cerita Victor tentang perkembangan sikap Jungkook selama ini. Victor juga menjelaskan secara detil tentang pertemuan Jungkook dengan Jeon Seung Hoon.
"Bapak kandung?" Eunha berbisik tidak percaya. Victor mengangguk membenarkan.
"Jungkook nggak mau bahas soal itu. Tapi kayaknya masalah yang bikin dia mengidap depresi itu ini, Na. Bu Sita lagi di dalem sama pak Agus buat meriksa keadaan Dimas." Mereka berdua diam. Eunha tenggelam dalam pikirannya sendiri, tidak menyangka kalau ternyata Jungkook bukan anak bapak. Bagaimana bisa?
Tidak ada tiga menit kemudian, dokter Sita dan dokter Agus keluar dari ruangan. Keduanya tidak kaget melihat Eunha sudah ada disana.
"Dia terguncang. Ada sesuatu hal buruk yang terjadi, ya?" dokter Sita menoleh ke arah Victor.
"Bisa dibilang begitu," gumam Victor lesu.
"Dia nggak apa-apa kan, bu?" tanya Eunha.
"Kita tunggu sampai dia sadar, Na. Kita liat gimana respon dia setelah ini. Baru kita lakuin tindak lanjut. Walaupun, jarang ada orang depresi sampai pingsan begini," jawab dokter Sita, menjelaskan.
"Saya boleh jenguk?" pinta Eunha, agak sedikit memohon.
"Masuk aja. Dia dibilik nomer 3," jawab pak Agus ramah.
Eunha permisi, bergegas mencari bilik rawat yang tadi diberi tau oleh pak Agus. Jungkook terbaring diranjang pasien. Menutup mata, tapi tidak terluka secara fisik--seperti kaya Victor.
Beberapa hari belakangan, Jungkook memang mengabaikannya. Pemuda itu tidak menyadari keberadaan Eunha sama sekali hingga gadis itu merasa terluka. Jangan lupakan juga makian Jungkook untuknya.
Sekarang, yang Eunha rasakan hanya sedih. Dia prihatin pada apa yang menimpa suaminya.
"Heya, bisa kita bicara sebentar?" dokter Agus menegur dari belakang.
"Ya?"
"Pak Dimas susah makan nggak? Insomnia terus?"
"Eh? Saya... Kurang tau, pak. Akhir-akhir ini nggak sering ketemu. Dia marah sama saya," jawab Eunha, agak kikuk. Pak Agus diam sejenak.
"Pak Dimas mengalami malnutrisi, kurang tidur dan stres berat. Biar pun kalian nggak sering ketemu, seenggaknya kamu bisa merhatiin dia lebih ketat lagi. Saya tau ini melelahkan dan merepotkan. Tapi pertolongan nomer satu yang dibutuhkan orang depresi adalah perhatian." pak Agus mengoceh, agak lebih panjang daripada biasanya. Cukup mengejutkan karena dia juga tidak menambahkan nada ketus dalam suaranya.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Dearest Ojol (Fin)
Fanfiction"Mbak?" "Ya?" gadis itu menoleh bingung. "Namanya siapa? Nikah sama saya, mau?" Heya Eunha merinding, geli, dan merasa takut ketika seorang laki-laki asing tiba-tiba melamarnya di tengah keriuhan pasar Ungaran dipagi hari. Gadis yang baru menginjak...