Jika Jungkook punya catatan atau skalameter yang bisa mengukur sekaligus menunjukkan grafik tingkat depresinya, pasti alat itu sudah rusak sekarang. Tidak sanggup menampung perasaan berat yang anehnya kosong dalam diri Jungkook.
Pemuda itu sedang bingung dengan dirinya sendiri. Dia merasa hilang arah. Halusinasi-halusinasi yang tidak menyenangkan mulai menghantuinya.
Hari berganti hari tanpa Jungkook sadari. Dia merasa sendiri meski ada orang lain disekitarnya. Dia sedang tertekan, karena seseorang yang memaksa untuk bertemu.
Namanya Jeon Seung Hoon, pemilik perusahaan Korea yang sebelumnya mengajak bekerja sama. Victor sudah memberinya info tentang pria itu, membuat Jungkook merasa segala hal menjadi kacau.
Kenapa pria itu ingin menemuinya sekarang?
Jungkook tidak bisa menceritakan hal ini pada bapak maupun ibu. Dia takut bapak akan berubah menjadi sekasar dulu. Dia takut ibunya akan dipersalahkan atas apa yang dulu beliau lalai lakukan.
Hanya itu masalah yang beberapa hari belakangan ini ada dikepala Jungkook. Tidak ada hal lain yang dia sadari. Semua dilakukan tanpa berpikir. Bangun tidur, makan, berangkat kerja, bekerja, bahkan keberadaan Eunha tidak dia sadari.
Suara dehaman Victor membuat Jungkook sedikit mendongak dari berkas yang seharusnya dia tanda tangani sejak lima belas menit yang lalu.
"Tamu kita dari Korea Selatan sudah sampai dan meminta ijin untuk bertemu," kata Victor dengan nada formal.
"Tolak," jawab Jungkook singkat. Pemuda itu membubuhkan tanda tangan ke berkas dihadapannya sebelum beralih ke berkas lain.
Victor tampak salah tingkah.
"Eh, maaf, pak. Tapi mereka maksa."Pintu kantor Jungkook diketuk tiga kali sebelum kemudian dua orang asing masuk ke dalam. Satu orang perempuan berwajah oriental dengan ekspresi kaku diwajah dan satu lagi seorang pria paruh baya yang menatap Jungkook dengan sorot penuh harap.
Perasaan sakit yang semu mencengkram hati Jungkook. Rasanya sangat sakit hingga ingin mati saja kalau bisa.
Pria yang dia yakin bernama Jeon Seung Hoon itu tampak takjub sementara Jungkook duduk kaku dikursi kebesarannya.
"너 니?" bisik Jeon Seung Hoon. *itu benar kamu?
Pria itu melangkah maju beberapa langkah, tapi Victor dengan sopan menghadangnya.
"I'm sorry, sir. But, Mr. Dimas is busy right now. Please get out from this room. I will rescadule our meeting." ucap Victor pelan.
"No, no, no. No need to rescadule. I just want to see, how my son doing? It's feel like a miracle." Jeon Seung Hoon berbinar-binar sementara Victor menatap Jungkook kaget.
"I'm sorry, Mr. But, i think you are wrong. Both of my parent is alive and healthy right now," akhirnya Jungkook membuka suara, bahkan mencoba tersenyum ramah meskipun gagal.
"No! Your mother is Nur, right? I'm sorry, i collect some information about you. But, it's true! You are my son! Even if i don't know about your existence before. Why Nur keep silent? Why don't she tell me about you?"
"ENOUGH! GET OUT!" Teriakan Jungkook mengagetkan semua orang. Tubuh pemuda itu gemetar menahan emosi.
"Jungkook--"
"DON'T YOU DARE TO CALL MY NAME! GET OUT! NEVER COMEBACK! I don't need you, sir!" sela Jungkook, meledak. Pemuda itu bahkan berdiri dari kursinya sambil menunjuk jalan keluar. Mata Jungkook melotot maksimal hingga Victor mengambil langkah untuk menuntun Jeon Seung Hoon dan asisten perempuannya keluar ruangan.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Dearest Ojol (Fin)
Fanfiction"Mbak?" "Ya?" gadis itu menoleh bingung. "Namanya siapa? Nikah sama saya, mau?" Heya Eunha merinding, geli, dan merasa takut ketika seorang laki-laki asing tiba-tiba melamarnya di tengah keriuhan pasar Ungaran dipagi hari. Gadis yang baru menginjak...