Ditunggu?
###
Hari minggu pagi, Jungkook mengajak Eunha pergi. Ke suatu tempat, katanya. Selesai membantu ibu Jungkook membersihkan rumah, mereka segera pergi. Awalnya Eunha kira mereka akan ke rumah keluarganya karena jalan yang dilewati motor Jungkook. Tapi, ditengah jalan motor yang dikendarai suaminya berbelok ke arah lain.Eunha kebingungan. Ada beberapa tempat yang dia curigai akan mereka kunjungi. Satu, pasar Ungaran yang sebenarnya baru saja mereka lewati—bisa di akses dengan jalan itu. Bukan hal aneh kalau otak Jungkook sedang dalam mode Serong. Dugaan kedua adalah Luwes, salah satu supermarket yang ada didaerah Ungaran yang bisa dicapai dengan jalan yang sama. Dugaan terakhir adalah gedung Belanda kuno yang berfungsi sebagai musium tidak jauh dari sana. Eunha lupa apa namanya, tapi gedung itu terlihat menyeramkan dengan pohon beringin besar tidak jauh dari bangunan.
Kening gadis itu terlipat ketika motor Jungkook justru berhenti disebuah rumah. Terlihat kecil namun luas. Rindang tapi memiliki sentuhan benda di struktur bangunannya. Ini rumah siapa? Apa mereka akan bertamu? Kelihatannya sedang tidak ada orang di dalam rumah, Eunha membatin.
"Ini rumah siapa, mas?" gadis itu mengeluarkan suara. Jungkook menoleh kemudian nyengir.
"Suka nggak?" balasnya.
"Hah?"
"Dulunya rumah sepupu Victor. Tapi udah pindah beberapa minggu yang lalu. Karena dijual dengan harga murah, ya aku beli aja." Jungkook menjelaskan dengan nada ringan. Pemuda itu turun dari motor lalu menggandeng Eunha mendekati rumah itu.
"Kamu beli rumah?" Eunha membelalakkan mata tidak percaya.
"Kredit." Jungkook meringis.
Sementara Jungkook membuka kunci rumah, Eunha memperhatikan halaman depan. Rumah itu berhadapan langsung dengan jalan yang cukup ramai, dekat dengan TK, SD, dan SMP. Jalan raya juga bisa dibilang dekat. Sepuluh menit berjalan kaki kalau Eunha mau. Puskesmas Ungaran juga tidak jauh dari sana. Lokasi strategis, pasti mahal.
"Berapa harganya?" Eunha berbisik, agak ngeri menunggu jawaban Jungkook. Pemuda itu mendengar pertanyaan isterinya, menoleh heran tapi mendorong tubuh Eunha ke dalam rumah.
Keadaan didalam benar-benar kosong. Bau apek sempat tercium meski tidak begitu mengganggu. Lantainya putih, begitu juga dindingnya. Atap rumah rendah, dan hal itu membuat Eunha merasa menjadi raksasa—dia suka fakta itu.
"Kamu yang urus barang-barangnya, ya? Uang kemarin masih, kan? Ada untungnya juga aku sisihin dari dulu."
"Kamu beli harga berapa?" Eunha mengulang pertanyaannya lagi.
"Nggak perlu kamu pikirin," tukas Jungkook mengelak.
"Kok gitu?" protes Eunha seketika.
"Ini kan salah satu kewajibanku, Eunha. Nggak mungkin kita selamanya dirumah Sekaran atau Gedangasri, kan? Ini beneran dari sepupu Victor. Aku nggak akan ambil kalau nggak percaya bisa lunasin semuanya." Jungkook berusaha menjelaskan tanpa menyebut nominal. "Lagian, aku masih punya satu hal lagi buat dipikirin. Kamu belum bilang, mau pesta pernikahan kayak apa?"
Eunha mengerjabkan mata. Entah mengapa sekarang dia sudah tidak lagi memikirkan tentang pesta pernikahan yang dulu dia idam-idamkan. Rasanya, sudah basi kalau harus melakukan hal itu sekarang.
"Nggak usah pakai, deh. Udah lama juga nikahnya," jawab Eunha, kembali mengalihkan pandangannya ke rumah itu.
"Nggak juga. Walimahan lebih bagus kalau pengantinnya udah bersatu. Belum terlambat kalau itu yang kamu maksud," tukas Jungkook santai.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Dearest Ojol (Fin)
Fanfic"Mbak?" "Ya?" gadis itu menoleh bingung. "Namanya siapa? Nikah sama saya, mau?" Heya Eunha merinding, geli, dan merasa takut ketika seorang laki-laki asing tiba-tiba melamarnya di tengah keriuhan pasar Ungaran dipagi hari. Gadis yang baru menginjak...