"Ibu Rosa itu jualan makanan ringan di goa Kreo. Bapaknya nggak bertanggungjawab gitu, deh. Jadi, ya. Bisa dibilang, Rosa punya keluarga yang kekurangan." cerita Eunha, begitu sampai rumah. Jungkook sama sekali tidak bertanya soal asal-usul salah satu teman dekat isterinya itu, tapi Eunha dengan suka rela menceritakan sendiri bagaimana kondisi keluarga Rosa yang nggak seberuntung dirinya.
Eunha duduk dilantai dengan laptop menyala dimeja belajar kecil yang bisa dilipat menjadi dua. Selimut tersampir dikedua bahunya, secangkur susu jahe di samping kaki sementara Jungkook tidur telentang diatas ranjang.
"Terus?"
"Rosa kan anak tunggal. Jadi, dia kayak jadi harapan satu-satunya si ibu untuk bisa ngerubah nasib. Makanya, ibu Rosa nekat nguliahin Rosa dengan kondisi ekonomi yang nggak bagus itu." lanjut Eunha.
"Kenapa dia milih ngekost? Nggak lajur aja?" tanya Jungkook, berbaring miring untuk melihat ke arah Eunha. Gadis itu menggidikkan bahu tidak tau. "Rumah temenmu itu dimana, sih?" tanyanya lagi.
"Belakang pasar Ungaran, tuh. Lupa nama daerahnya." jawab Eunha. Jungkook bergumam paham.
"Lebih hemat lajur sih, menurutku." gumam pemuda itu. Suasana hening sesaat.
"Terus, gimana?" tanya Eunha.
"Apanya?"
"Boleh kasih pinjam uangnya, nggak?" Gadis itu berusaha untuk tidak mendengus kesal.
"Terserah kamu. Aku nggak akan ngelarang kamu berbuat baik." jawab Jungkook, enteng. Eunha mengangguk paham lalu meraih ponselnya untuk membuka aplikasi E-Banking.
"Btw, kamu sering dijadiin tempat pinjem uang, ya, Na?" tanya Jungkook kemudian.
"Hm? Enggak. Kata siapa?" sahut Eunha.
"Ibu. Katanya, uangmu sering habis untuk temen-temenmu itu?" Eunha salah tingkah.
"Nggak juga, sih. Paling kalau mereka lagi kepepet aja. Atau lagi nggak bawa duit pas lagi jalan-jalan." jawab Eunha, kikuk. Jungkook tersenyum miring.
"Paling banyak pinjam berapa?" selidik pemuda itu dengan nada ringan.
"Kok, kamu mendadak kepo?" kilah Eunha, enggan menjawab.
"Ya nggak apa-apa, dong. Ini kan, proses mendekatkan diri." balas Jungkook. Eunha merengut, menunduk untuk membaca buku refrensinya lagi. "Tadi, kamu pinjami berapa?" pemuda itu sepertinya nggak menyerah.
"Satu setengah." jawab Eunha, malas.
"Uang di ATM masih ada?" kali ini Eunha nyengir.
"Ada. Seratus ribu doang." jawabnya dengan nada sok polos.
"Untung aku belum gajian dan ngasih uang ke kamu, ya?" gumam pemuda itu, membuat Eunha merengut lagi.
"Katanya tadi nggak apa-apa. Sekarang julid. Maunya apa, mas?" gerutu Eunha, merapatkan selimut yang mengelilingi tubuhnya. Jungkook terkikik kecil.
"Bukan julid. Cuma kaget aja kamu berani nguras kantongmu sendiri buat bantu temen. Aku curiga, temenmu pernah pinjem uang lebih dari itu." sahutnya. Eunha menggigit lidah dan enggan menjawab lagi. "Btw, makasih udah minta pendapatku dulu sebelum kamu ngambil keputusan."
Eunha menoleh dan mengangguk sambil tersenyum ke arah suaminya itu. Dia merasa senang karena Jungkook mengapresiasi tindakan kecilnya tersebut. Saat Eunha kembali membaca buku lalu mengetik dilaptop, tiba-tiba Jungkook mengulurkan uang seratus ribuan.
"Buat pegangan. Jangan langsung diabisin tapi." Eunha tersenyum lebar, merasa gembira lagi saat menerima uang itu.
"Thank you, Om!" serunya, girang.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Dearest Ojol (Fin)
Fanfiction"Mbak?" "Ya?" gadis itu menoleh bingung. "Namanya siapa? Nikah sama saya, mau?" Heya Eunha merinding, geli, dan merasa takut ketika seorang laki-laki asing tiba-tiba melamarnya di tengah keriuhan pasar Ungaran dipagi hari. Gadis yang baru menginjak...