Vote dan komen 💋
###
Eunha meletakkan tiga bungkus masker wajah yang dia beli dari Jepang ke kasur Yuna. Sekarang, gadis itu sedang berada di kost-kostan temannya itu. Setelah tidak bertemu lama, akhirnya hari ini mereka bisa mengobrol.
"Makasih, Na." Yuna kembali duduk dilantai kamar sambil mengulurkan segelas air mineral ke Eunha.
"Sans. Terus, gimana keadaan keluarga elu?" sahut Eunha, melanjutkan obrolan mereka yang sempat terhenti. Tadi, Yuna mengulang lagi cerita tentang keadaan keluarganya yang sedang tidak baik.
"Ya gitu," jawab Yuna menghela napas berat. "Gua minta ibu gua buat cerai aja. Nggak guna juga punya ayah. Bukannya kerja nyari uang malah ngabis-ngabisin."
"Terus, ibu lu nanggepinnya gimana?"
"Enggak, katanya. Kalau masih bisa dipertahanin, ya harus dipertahanin. Gua yang gedeg jadinya," gerutu Yuna, menjawab pertanyaan temannya.
"Gila sih, bokap lu. Nggak ada kasih nafkah, ngabisin duit, eh suka nuduh juga. Maunya apa sih?" Eunha ikutan emosi. Dia kesal karena ayah kedua sahabatnya tidak ada yang bertanggung jawab.
"Tapi, kalau dibanding sama bokapnya Rosa, bapak gua lumayan lah, Na. Nggak mabok sama main cewek. Nggak main tangan juga," gumam Yuna lesu.
"Tetep aja kalau cowok harus bertanggung jawab sama keluarganya. Kalau nggak bisa nyari duit, seenggaknya nggak gitu juga dong. Lagian, cowok macam apa yang nggak bisa ngidupin keluarga yang dia bangun sendiri?" oceh Eunha sewot. Yuna tertawa geli, menepuk pundak temannya itu pelan.
"Kok, malah jadi elu yang ngegas?" tanya Yuna.
"Akhir-akhir ini gua emang sering denger kasus begini. Temen gua di Jepang benci bapaknya karena bapaknya selingkuh. Pas ibunya meninggal karena sakit, bapaknya nggak dateng ke pemakaman. Balik-balik ngenalin cewek lain buat jadi pengganti ibunya. Siapa yang nggak emosi, coba? Walau pun bapaknya orang terpandang, gua nggak akan bisa respek!" cerocos Eunha lagi, teringat kisah yang Sana beberkan ketika mereka pergi berdua.
"Bajingan emang cowok kayak gitu," sahut Yuna, mengangguk setuju.
Mereka diam sebentar, mengunyah matcha yang juga Eunha bawa dari rumah. Kost-kostan Yuna hari ini sedang sepi. Disamping kamar Yuna, ada kamar kost Rosa yang sampai saat ini masih kosong dan terkunci.
"Lu udah jenguk Rosa?" tanya Eunha beberapa saat kemudian. Yuna menggeleng sebelum menjawab,
"Gua bingung mau gimana ke dia. Masih sakit hati tapi nggak tega juga. Gandhi sih, yang udah pernah."
"Emang kejadiannya gimana, sih? Cerita dari awal coba," pinta Eunha.
"Ini tuh, awalnya pas kita mau jenguk Bambang yang lagi dirawat di RS. Karena typhus itu, loh." Eunha mengerutkan kening mengingat-ingat. Kalau tidak salah, itu juga hari pertama dia bertemu dengan Jungkook.
"Iya, gua inget. Terus?"
"Gua diajak Rosa ke gua Kreo. Dia mau minta duit buat patungan beliin Bambang buah tangan. Itu sorean, sih. Sekitar jam 3, gitu. Nah, kami kira warungnya tutup karena emang sengaja di tutup. Kalau sore kan, sepi tuh. Rosa mau ambil mie dari warung ibunya buat persediaan di kost," Yuna berhenti, terlihat tidak nyaman dan murung ketika teringat hari itu.
"Rosa histeris tau nggak, Na? Dia nggak ngomong apa-apa ke ibunya. Langsung lari dan ninggalin gua yang juga syok pas tau kalau ternyata warung itu nggak sepenuhnya tutup. Ibu Rosa ada disana sama bapak-bapak. You know, lah. Males gua deskripsiin." Yuna meraih cangkirnya, menghabiskan air mineral yang ada didalam cangkir tersebut sebelum kemudian memenuhi cangkir itu lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Dearest Ojol (Fin)
Fanfiction"Mbak?" "Ya?" gadis itu menoleh bingung. "Namanya siapa? Nikah sama saya, mau?" Heya Eunha merinding, geli, dan merasa takut ketika seorang laki-laki asing tiba-tiba melamarnya di tengah keriuhan pasar Ungaran dipagi hari. Gadis yang baru menginjak...