Suasana hati Jungkook berubah setelah mendengar kabar dari Victor. Dia menolak keras, tentu saja. Jungkook tidak mau berurusan dengan warga Korea bermarga Jeon.
Meskipun itu bukan 'dia'.
Jungkook memejamkan matanya rapat-rapat. Dia tidak bisa tidur padahal ini sudah jam 1 pagi. Eunha yang tidur diatas dadanya sudah berkali-kali mengigau tentang lemper yang tadi Jungkook rebut.
Pemuda itu mencoba membuat dirinya rileks dengan cara menarik dan menghembuskan napas berkali-kali. Dia membuat pikirannya kosong karena sudah sakit sekali.
Ini lah yang dimaksud Jungkook tentang mengendalikan diri. Dia tidak mau memikirkan hal yang membuatnya tertekan. Lebih baik mengalihkan pikirannya ke hal yang lebih penting daripada berkubang dalam masa lalu yang... Menyakitkan.
"Kamu nggak tidur, mas?" suara parau Eunha tiba-tiba terdengar.
"Kebangun. Kamu juga?" jawab Jungkook, berbohong. Satu tangannya yang merengkuh tubuh Eunha mengerat.
"He'em. Nggak tau kenapa?" keluhnya, kemudian berguling untuk tidur diatas bantalnya sendiri.
"Laper?" tebak Jungkook. Eunha mengusap matanya sambil menggeleng. "Tidur lagi aja kalau gitu."
"Mau tajahud dulu."
"Wah, tumben." Jungkook tertawa saat Eunha memukul perutnya kesal.
"Kamu nggak sholat?"
"Nggak. Abis ke Solo barusan." pemuda itu nyengir, tau kalau isterinya sudah khatam dengan segala jenis istilah aneh yang dia gunakan.
"Hentai!" decak Eunha, kemudian pergi ke kamar mandi untuk mengambil air wudhu.
Selama Eunha sholat, Jungkook memperhatikan dengan kepala kosong. Ingin sekali bercerita pada Eunha tentang dirinya. Tapi bagian dirinya yang lain masih enggan--belum berani menerima respon buruk yang mungkin isterinya berikan.
"Ugh! Airnya dingin." Eunha menyusup ke dalam selimut lalu menempeli Jungkook lagi. Pemuda itu diam, tidak tau harus berkomentar apa?
Ketika kesunyain itu bertahan cukup lama, Jungkook merasa Eunha mendongak ke arahnya karena penasaran. "Kamu kenapa?" tanya gadis itu.
"Nggak apa-apa," jawab Jungkook pendek.
"Masih mikirin yang tadi? Soal kerjasama bareng orang Korea itu? Temennya Mr. Minatozaki, kan? Kayaknya baik." gadis itu menyerocos polos. Jungkook tidak menyahut lagi, malas dengan topik yang isterinya bawa.
"Tidur lagi, Na."
"Alah! Nggak apa-apa. Besok kan aku libur. Tidur aja seharian dirumah." gadis itu membantah dengan nada ringan. Jungkook jadi ingat ultimatum Eunha; gadis itu akan menjadi pegangguran selama beberapa saat sampai asap diotaknya tidak lagi mengepul.
"Kenapa kamu ngotot banget nggak mau kerjasama? Minimal kenal dulu, lah. Siapa tau menguntungkan, kan?" Eunha kembali bersuara. Sekarang terdengar ingin tau daripada memaksa.
"Kepalaku pusing. Tidur lagi aja, yuk?" sahut Jungkook, mengelak. Eunha terdiam, berusaha mengerti suasana hati suaminya. Jungkook sendiri sudah memejamkan mata dengan satu lengan menutupi matanya.
Melirik jam yang memang sudah larut, Eunha memutuskan mundur dan menuruti kata-kata suaminya. Gadis itu memejamkan mata, tapi keningnya berkerut memikirkan cara membuat perasaan Jungkook lebih baik besok pagi.
Apa yang harus dia lakukan? Membuat sarapan kesukaan Jungkook? Atau menceritakan hal lain agar suaminya melupakan masalah kerjasama itu?
Kenapa Eunha tidak yakin pada pilihan yang dia punya? Haruskah meminta bantuan dokter Sita atau Victor? Lagi-lagi Eunha ragu pada pilihan itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Dearest Ojol (Fin)
Fanfiction"Mbak?" "Ya?" gadis itu menoleh bingung. "Namanya siapa? Nikah sama saya, mau?" Heya Eunha merinding, geli, dan merasa takut ketika seorang laki-laki asing tiba-tiba melamarnya di tengah keriuhan pasar Ungaran dipagi hari. Gadis yang baru menginjak...