Ini udah termasuk fast update :"
200 vote?
###
Turun dari motor Jungkook, Eunha langsung cemberut karena melihat Ghandi sudah menunggunya dipintu masuk. Jungkook juga menyadari hal itu.
"Masuk sana," katanya dengan nada ringan.
"Ngapain sih, dia disana?" gerutu Eunha, membenahi backpacknya kemudian pergi begitu saja.
Yang membuat gadis itu heran adalah ketika Jungkook menarik tangannya. Eunha menunggu Jungkook ketika pemuda itu membuka helm sambil tersenyum. Kening Eunha masih mengerut tidak paham dengan sikap suaminya itu. Lalu, tanpa aba-aba Jungkook menyentak tubuh Eunha lebih dekat sebelum kemudian mencium kening gadis itu. Mata bulat Eunha semakin membelalak karenanya. Jungkook kenapa, sih?
"Sana masuk. Belajar yang bener!" ucap Jungkook, memakai lagi helmnya lalu mengacak rambut Eunha ringan.
"Apa sih yang mas lakuin? Ghandi liat, tau? Katamu temen-temenku nggak boleh tau?" desis Eunha terlihat kesal karena sikap tidak biasa suaminya.
"Emang itu tujuannya. Nanti kalau dia tanya, bilang aku pacarmu. Udah, ya? Mau salim, nggak?" Kali ini Jungkook mengulurkan satu tangannya. Eunha mendengus, masih tidak paham apa yang sedang pemuda itu lakukan. Tapi, Eunha justru memberi jari telunjuk dan tengahnya untuk membalas uluran Jungkook. Kertas vs gunting.
"Aku menang. Bye! Assalamualaikum!" kata Eunha lalu berbalik pergi. Jungkook jadi terkekeh geli, memandang punggung isterinya yang menjauh lalu ikut pergi setelah memperhatikan Ghandi sekilas.
"Jadi ternyata lu sukanya sama tukang ojek, Na?" suara sinis yang meledek Ghandi membuat Eunha menggertakkan gigi. Gadis itu memilih mengabaikan pemuda itu dan terus berjalan menuju lab. Sampling. Namun sayang, Ghandi bisa menyusul dan menghentikannya berjalan.
"Tadi malem lu nggak dirumah karena nginep dirumah cowok lu? Udah diapain aja sama dia?" tanya Ghandi, menyeringai sinis. Eunha langsung menyentak lengannya dari ganggaman pemuda itu.
"Bukan urusan elu!" jawabnya tidak kalah ketus.
"Urusan gua!" sergah Ghandi. "Lu tau? Gua didepan rumah lu sejam lebih!"
"Gua udah bilang kalau gua nggak dirumah! Itu salah lu sendiri karena nggak percaya sama omongan gua." balas Eunha.
"Berapa hari sih, lu pacaran sama tukang ojek itu? Kenapa lu bisa berubah gini?" bentak Ghandi, membuat mereka menjadi pusat perhatian karyawan dan beberapa pasien yang sudah datang. Eunha berbalik dengan mata memicing.
"Emang kenapa, sih? Hm? Lu ngerasa terkhianati? Ah, atau harga diri lu kebanting gara-gara gua lebih milih dia dibanding elu? Gini aja deh, Ghan. Nanti siang gua ganti duit taruhan elu sama Rosa. Lu ngasih dia lima puluh ribu buat ganti harga diri gua, kan? Nanti, gua kasih elu seratus ribu asal lu nggak ganggu gua lagi! Muak gua liat muka lu!" sembur Eunha, menatap Ghandi marah sebelum kemudian setengah berlari ke tujuan utamanya.
Hari ini Eunha makan sendiri. Dia tidak keluar dari laboratorium meski staff RS yang hari ini berkerja dengannya mengijinkan. Eunha tidak mau bertemu satu pun dari teman-temannya, lebih memilih makan hanya dengan nasi dengan lauk sosis goreng. Mbak Ratna dan mbak Ika sedang saling curhat tentang masalah rumah tangga mereka saat Eunha makan sambil berusaha menulikan telinga.
"Mbiyen, to, nduk, aku seneng ndelok lanangan sing nakal ngono kuwi. Mandang duwe, hawane malah pengen pedhot wae." Mbak Ika yang menjadi staff paling tua hari ini menyahuti ucapan mbak Ratna. Mereka tidak tua-tua amat. Umur mereka belum menyentuh 30 tahun. Bahkan, mbak Ratna masih 23 tahun dengan perut menggembung akibat hamil delapan bulan. *Dulu tuh, ya, nak, aku suka lihat anak laki-laki yang nakal seperti itu. Sewaktu sudah punya, hawanya ingin putus/cerai aja.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Dearest Ojol (Fin)
Fanfiction"Mbak?" "Ya?" gadis itu menoleh bingung. "Namanya siapa? Nikah sama saya, mau?" Heya Eunha merinding, geli, dan merasa takut ketika seorang laki-laki asing tiba-tiba melamarnya di tengah keriuhan pasar Ungaran dipagi hari. Gadis yang baru menginjak...