Chapter Two : Their Story

11 2 0
                                    

Pria awal 50 tahun itu menatap nyalang pemuda yang hanya duduk dengan santainya di sofa sambil menonton televisi. Tampaknya pemuda itu sama sekali tidak berminat untuk melayani orang yang berstatus sebagai ayahnya itu.

"Bagaimana kau bisa berada di kelas busuk itu?"

Bersamaan dengan beberapa lembar kertas yang dilempar ke atas meja tepat di samping kaki si pemuda, pria itu bersuara tinggi. Dia sadar jika anaknya itu tidak akan mendengarkannya.

"Apa kau sudah puas dengan peringkatmu yang turun drastis itu? Apa kau tidak tahu betapa malunya di depan kolegaku?"

Si pemuda hanya memiringkan kepalanya lalu tertawa kecil karena adegan lucu di layar LCD yang ada di depannya itu. Tangannya bergerak untuk meraih remot yang ada di sampingnya dan menambah volume televisi.

Pria itu sudah jengah. Tingkat kemarahannya semakin besar. Tanpa pikir panjang, pria itu merampas remot dari tangan anaknya dan melemparnya ke sembarang arah.

"Aku sedang berbicara denganmu, Jeon Jungkook."

"Huh?"

Akhirnya dia, Jeon Jungkook bersuara lalu menatap ayahnya. "Maaf, aku pikir kau sedang latihan akting marah-marah lagi. Kenapa tidak katakan dari tadi?"

"Apa kau ingin aku menarik seluruh fasilitasmu?"

"Humm, tarik saja. Tabunganku juga sudah cukup untuk hidup dua tahun ke depan."

"Kau pikir tabunganmu itu dari siapa? Aku selalu memberimu uang untuk kebutuhanmu."

"Maaf, tapi yang aku bilang itu tabunganku bukan tabungan yang berisi uang-uang darimu." Jungkook beranjak dari duduknya lalu menatap ayahnya.

"Darimana kau mendapatkan uang itu?"

"Kau ingin tahu? Maaf, aku tidak akan memberitahumu. Urus saja perusahaan-perusahaanmu itu. Bukankah itu lebih penting daripada aku?"

Jungkook yang sudah melangkah untuk menaiki tangga langsung berhenti. Menatap ayahnya yang masih menampilkan wajah emosinya. "Atau urus wanita itu karena aku tidak membutuhkan uangmu sama sekali, Ayah."

Tuan Jeon hanya terdiam sambil menatapi kepergian putra tunggalnya itu.

#

"Kenapa? Bukannya kau bilang ingin cerai?"

"Iya, aku ingin cerai. Aku tidak tahan jika terus seperti ini."

"Ya sudah. Kau juga lebih sibuk dengan pekerjaanmu."

"Jangan bicara seperti kau tidak saja. Kau tidak pernah memikirkan perasaan anakmu."

"Oh, sekarang kau menceramahiku? Lalu apa bedanya denganmu? Sibuk mengurus klien sana-sini."

"Kau sendiri? Urusi saja kolega-kolegamu itu. Aku bisa mengurus hidupku sendiri."

"Mustahil sekali. Aku akan mengurusi surat cerai itu."

"Urus saja. Bukannya kau sudah berkali-kali mengatakan hal yang sama?"

"Kau pikir aku tidak sibuk? Kenapa tidak kau saja yang mengurusnya? Mengurus hal seperti itu butuh waktu dan aku sibuk keluar negeri."

Dari kamarnya, Hoseok dapat mendengar suara-suara yang sudah menjadi makanannya sehari-hari. Dia sendiri sudah terlalu lelah untuk mendengar kelanjutannya yang pasti akan berakhir dengan kedua orang itu pergi dari rumah selama berminggu-minggu lalu bertengkar lagi dan pergi lagi. Sepertinya mereka lupa jika ada yang sedang membutuhkan perhatian disini.

Maka ketika pemuda Jung itu jengah, dia langsung meraih ponselnya dan menghubungi sahabat baiknya. Semoga saja dia juga sedang berada di keadaan jengah.

Fiapeless Class [ COMPLETED ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang