Hanami Di Sumida - 4. New Life

1.9K 180 5
                                    

Silahkan meninggalkan jejak, guys!
Enjoy Tokyo!
____________________________________

Hawa dingin segera menerpa wajah saat kubuka gate kaca lobi apartemen. Karena sedikit mendung, langit jadi tak seterang biasanya. Seorang kakek bersarung tangan dan bertopi putih sedang mengosongkan empat buah tong sampah berbagai warna yang terletak di sisi depan sebelah kanan lobi.

"Soko ni oite kudasai (1)," kata kakek itu. Ketika melihatku terdiam, ia lalu memberikan isyarat untuk meletakkan saja empat buntalan plastik yang kubawa di dekat kakinya. "Watashi wa atode sore o toru(2)."

Meski tidak terlalu mengerti apa yang dikatakan, aku bisa menebak apa yang dimaksud petugas kebersihan berusia lanjut itu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Meski tidak terlalu mengerti apa yang dikatakan, aku bisa menebak apa yang dimaksud petugas kebersihan berusia lanjut itu. Kuletakkan buntalan plastik di tanganku sesuai arahannya. "Arigatou gozaimashita(3)."

Kakek itu hanya mengangguk saat mendengarku mengucapkan terimakasih. Ia lalu meneruskan pekerjaan memasukkan kumpulan kantong sampah ke dalam mobil sampah kecil yang terparkir di depan apartemen.

Kunaikkan kerah coat lalu mulai berjalan cepat menuju stasiun, meninggalkan bangunan modern apartemen berlantai empat di belakangku. Di bulan Desember, udara terasa semakin dingin, sedikit menusuk di wajah. Untuk ukuran orang Jepang asli, suhu sebelas derajat celcius mungkin sudah lazim. Bagi manusia tropis sepertiku, suhu sekitar itu masih bisa membuat badan menggigil meski telah menggunakan long john dan jaket tebal.

Uap panas keluar dari mulut seiring dengan ayunan cepat langkahku. Lima belas menit berjalan cepat menuju stasiun di pagi yang dingin kugolongkan sebagai olahraga ringan. Karena sejak tinggal di sini, aku tidak pernah lagi bangun pagi untuk sekadar jogging lantaran keseringan pulang larut malam.

Drrrtt! Drrrtt!

Ponsel di saku jasku bergetar. Enggan membuka coat, aku diamkan saja panggilan itu sampai kemudian berhenti dengan sendirinya. Aku semakin mempercepat langkah. Di depan masih ada satu blok lagi yang harus kulewati. Lalu tinggal berbelok ke utara maka akan terlihat bangunan gedung tua yang masih berdiri kokoh. Di atasnya terdapat signage berukuran besar berwarna hijau tua dalam huruf kanji dan latin bertuliskan Ueno Station.

Aku berhenti sebelum pintu masuk stasiun di area yang menyediakan tempat puntung dan papan hitam bergambar sebatang rokok berasap

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aku berhenti sebelum pintu masuk stasiun di area yang menyediakan tempat puntung dan papan hitam bergambar sebatang rokok berasap. Kuperhatikan hilir mudik orang-orang berbusana kerja yang memasuki pintu stasiun dengan langkah cepat. Aku suka mengamati khas orang Jepang saat berjalan, tegak menatap lurus ke arah yang dituju, tidak menunduk, ataupun melihat-lihat santai ke sekeliling. Sebuah gestur yang aku yakini mempunyai arti berani menatap masa depan.

Dengan santai kukeluarkan bungkus Marlboro Ice Blast dalam saku coat dan kunyalakan batang nikotin putih. Sambil mengisap pelan-pelan asap berkarsinogenik, aku membuka layar ponsel lalu memencet nomor yang tertera dalam panggilan tak terjawab tadi.

"Ya, Ga?!" Kuembuskan asap putih dengan nikmat.

Suara Nagata menjawab dengan dongkol, "Kenapa sih kalau ditelepon nggak pernah segera ngangkat?"

Aku kembali menyedot asap nikotin dan mengembuskannya pelan-pelan. "Sorry. Gue lagi jalan tadi. Kenapa?"

Aku mendengar Nagata tertawa pendek. "Hehe ... gue lupa bawa kunci."

"Ada satu kunci cadangan di mailbox. Nyampe jam berapa?"

"Landing tujuh malam. Lo lembur?" Nagata balik bertanya.

Aku menarik napas panjang. "Kalau jadi mungkin gue meeting sampe jam sembilanan."

"Oh, gue duluan berarti, ya."

Aku mengangguk meski tahu Nagata tidak akan bisa melihatnya. "Passcode-nya masih tetap?" tambahnya lagi.

Aku kembali mengangguk. Kali ini sambil bersuara, "Masih."

"Oke. Thanks, Man!"

Aku hanya berdeham lalu mengakhiri panggilan. Kumatikan batang putih yang tinggal separuh dan bergegas memasuki stasiun. Nagata sering kali lupa membawa kunci apartemen ketika dinas keluar kota. Itu sebabnya aku selalu meletakkan satu kunci cadangan dalam mailbox besi ber-password di dekat gate lobi apartemen. Berjaga-jaga jika berada dalam situasi seperti ini, dia tetap bisa masuk apartemen sebelum aku datang.

 Berjaga-jaga jika berada dalam situasi seperti ini, dia tetap bisa masuk apartemen sebelum aku datang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Note:

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Note:

(1) Tolong letakkan saja di situ
(2) Nanti saya ambil
(3) Terima kasih

____________________________________

Wait next chapter tonight
Arigatou!
A
19.03.2019

____________________________________

Hanami di Sumida [ COMPLETED ] - Seri: Love Will Find a Way (1)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang