Hanami di Sumida - 50. Miserable

944 128 46
                                    

"Semua lelaki itu bakal jadi pemimpin, Kei. Setidaknya menjadi pemimpin dalam keluarga. Jadi pemimpin buat istri dan anak-anaknya. Seperti sebuah mobil, pengemudi adalah pemimpin yang akan membawa awak penumpangnya ke tempat tujuan. Istri sebagai navigator, tempatnya di sebelah pengemudi. Membantu menunjukkan arah atau mengingatkan pengemudi jika ada halangan di depan. Dengan adanya navigator, pengemudi dapat menjalankan kendaraannya lebih baik sehingga sampai di tujuan dengan selamat." Nasehat Mama tiba-tiba terlintas saat senja bersama Binar menikmati sakura mekar di Sumida Park awal musim semi lalu.

Sejak itu, setiap kali aku memandang wajah berseri Binar, aku selalu bertanya di dalam hati. Apakah aku sudah pantas menjadi pemimpin dalam keluarga? Apakah Binar bisa jadi navigatorku? Ataukah gadis itu hanya sebagai pengisi waktu luang saat aku merasa kesepian? Menggenapi hatiku yang tak pernah terisi penuh. Bisakah Binar menjadi penghuni tetap di sana? Apakah ia bersedia? Kalau tidak, apakah aku harus mencari yang lain? Atau memilih memperjuangkan Binar lebih keras lagi? Pertanyaan-pertanyaan itu terus berputar di kepalaku sejak perayaan hanami lalu dan makin menggema sampai kini.

"Pagi telah pergi
Mentari tak bersinar lagi
Entah sampai kapan
Kumengingat tentang dirimu"

Terdengar suara lantang Nagata dari ruang cuci, bersenandung mengikuti alunan nada yang keluar dari ipod-dock miliknya di dekat rak televisi. Aku segera menutup erat telingaku dengan cussion. Mencoba untuk memejamkan mata lagi.

"Kuhanya diam
Menggenggam menahan sgala kerinduan
Memanggil namamu di setiap malam
Ingin engkau datang dan hadir di mimpiku ... rindu"

Alih-alih teringat Binar seorang saat Nagata masih saja melafalkan bait demi bait menirukan Virzha, benakku kini malah bercampur kelebat bayangan Mama ketika masih bersamaku. Menampilkan slide demi slide saat beliau menggenggam tanganku yang ketakutan di pesawat, saat menemaniku bermain di rumah, saat terkantuk-kantuk menemaniku yang sedang berbaring demam. Bagai terasa nyata bayangan Mama sedang mencium keningku dengan sepenuh hati. Seakan beliau ikut hadir di sini menemani keresahanku.

Aku curiga suara Nagata sengaja dilantangkan untuk menyindirku. Ia terus saja menggangguku yang tetap berbaring telungkup di ruang duduk. Terkapar tak jelas bermalasan di sofa bed sejak selesai sarapan tadi.

Pintu balkon juga dibuka lebar oleh Nagata. Namun tirai tipis tetap dipasang untuk mengurangi hawa panas yang masuk. Untuk mengusir aroma patah hati, begitu ia bilang saat aku protes karena pendingin ruangan ikut dimatikan. Semilir angin dari luar meniup lembut helai kain tulle broken white yang menghias pintu balkon.

"Gue nggak suka lihat lo begini, Kei!" Tiba-tiba Nagata sudah berdiri di sisiku. "Eneg gue!" Tangannya menggoyang-goyang punggungku, lalu merebut bantal sofa yang kupakai untuk menutup telinga.

Aku terpaksa membuka mata dengan malas, melirik Nagata kesal. Ia berdiri berkacak pinggang sambil menggeleng-geleng.

"Jalan aja, yuk!"

"Ogah!" Mataku menutup lagi. "Mager."

Nagata berdecak. "Geser!"

Aku menurut, tapi tetap malas membuka mata. Memeluk bantal yang lain lalu meringkuk memunggungi Nagata. Pria bercelana pendek itu langsung duduk di pinggir sofa bed yang tidak kujajah.

Aku sedang tak ingin melakukan apa-apa. Rasanya supermalas. Ingin berbaring saja sepanjang waktu. Tadi sehabis subuh aku tidur lagi, toh aku sudah tidak punya kegiatan lain di akhir pekan sejak Binar meninggalkanku. Nagata dengan sadis menggedor-gedor pintu kamar memaksaku bangun. Ia juga memaksaku menghabiskan sarapan yang dibuatnya. Setelah itu aku kembali terkapar di ruang duduk karena Nagata mengancam akan menyeretku jika berani masuk kamar untuk tidur lagi.

Hanami di Sumida [ COMPLETED ] - Seri: Love Will Find a Way (1)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang