Hai sobats,
Terima kasih atas semua respons interaktif di bab-bab sebelumnya. Love you!💕
Cerita Kei ini dibuat as natural as daily life. Konflik juga masih ringan agar sobats lebih memahami Kei secara personal. Kali aja nanti kalo girl readers yang masih jomblo nemu pria macem Kei di jalan jadi tahu bagaimana cara menghadapinya, hahaha....
Happy sunday, all
A----------------•°•----------------
Kepercayaan itu tumbuh alami, tidak bisa dipaksa. Hal itu akan terasa secara otomatis di dalam hati. Entah karena waktu yang memupuknya atau karena salah satu sifat dan perilaku yang dimiliki seseorang mampu membuatnya dipercaya oleh orang lain."Aku tadi telepon Khawla." Aku jujur mengakui kepada Binar. Meski sebenarnya seorang pria ditakdirkan pasti bisa menerka "ukuran" seorang wanita, tapi aku merasa Khawla adalah orang yang tepat untuk dimintai pendapat dalam hal ini.
Binar menatapku tak percaya. Serta-merta ia mengambil ponsel. Lalu menghabiskan waktu setengah jam di dalam ruang cuci yang sempit untuk menelepon Khawla. Aku tidak bisa mendengar jelas pembicaraan mereka, hanya sesekali kudengar cekikikan Binar samar-samar.
Ketika Binar kembali ke ruang duduk, pandangan matanya tak lagi horor. Malah berubah penuh rasa terima kasih. Mungkin kalau akal sehatnya sedang tidak di tempat, aku pasti sudah mendapat sebuah pelukan hangat. Atau kecupan singkat di pipiku. Mungkin.
Sayang, kadar keimanan gadis itu sepertinya lebih kuat dariku. Jadi, aku harus puas hanya mendapat sebuah senyuman terima kasih yang tulus.
Saat itu juga aku langsung menandai menggunakan stabilo warna kuning di benak, agar lebih sering memberikan perhatian kecil pada seorang wanita. Meskipun hal itu adalah sesuatu yang dianggap remeh bagi kaum pria.
-*-
"Kalau dipikir-pikir, kasihan Om Ghani, ya, Mas?" ujar Binar tiba-tiba.
Aku sedang berbaring sambil membaca buku di sofa bed beralaskan tumpukan bantal. Binar duduk bersila di lantai, sikunya bertumpu pada meja sambil menulis-nulis di buku catatan. Laptopku terbuka, ditemani diktat Binar yang berserakan di sekitarnya.
Aku memandang gadis yang terlihat nyaman meski mengenakan bajuku. Hoodie biru di badannya tidak tampak kedodoran. Celana olahraga abu-abuku juga pas di perut dan paha Binar, hanya sedikit kepanjangan. Binar hanya perlu menggulungnya semata kaki agar tidak terinjak saat dipakai jalan.
"Kenapa?" Alisku terangkat sebelah. Aku mencoba meraba-raba kemana arah pembicaraan Binar.
"Yah, sejak Mama Mas Varo meninggal, beliau pasti kesepian. Tidak ada yang mengurus. Apalagi beliau setiap hari pasti capek mengurus kerjaan. Belum lagi kalau bussiness trip seperti kemarin itu. Beliau pasti kerepotan harus menyiapkan segala sesuatunya sendiri," cetus Binar. Wajahnya tampak sendu.
Aku meringis. Buku teknik yang ada di pangkuan langsung kututup.
"Papa sudah menikah lagi, Nar." Aku berkata dengan suara pelan.
Binar tak menyahut, wajahnya langsung terangkat menatapku. Pandangannya lurus bergeming, bersiap untuk mendengarkan ceritaku lebih lanjut. Raut mukanya tak menunjukkan mimik terkejut mendengar kalimatku barusan.
Sadar kalau Binar tak bakal mencerca ceritaku, aku segera melanjutkan. "Waktu itu Mama baru satu tahun lebih meninggal. Belum genap dua tahun."
Aku mencoba mengingat-ingat masa itu. "Aku kaget saat Papa bilang akan menikah lagi. Sama sekali tak terpikir olehku jika Papa mempunyai keinginan untuk mencari pengganti Mama. Aku pikir kami akan menghadapi rasa kehilangan itu berdua saja. Aku sangat marah dan kecewa. Aku merasa Papa mengkhianati Mama. Rasanya makin sakit karena Mama baru meninggal dunia."
KAMU SEDANG MEMBACA
Hanami di Sumida [ COMPLETED ] - Seri: Love Will Find a Way (1)
RomanceHighest rank #1 Metropop 06.04.2019 - 11.04.2019 Kei tak lagi berusaha untuk melawan takdir. Ia menjalani hari-hari seperti yang sudah digariskan untuknya. Tak lagi mempertanyakan mengapa segala sesuatu yang tidak menyenangkan terjadi pada dirinya...