••♡••
Binar mulai duduk gelisah. Kedua pipinya seketika bersemu merah. Ia meletakkan mugnya di meja lalu pura-pura membenarkan hijabnya yang tidak miring. Kepala Binar menggeleng ke kanan dan ke kiri, menyuruh Khawla untuk tidak berkata-kata. Matanya menyampaikan isyarat untuk diam. "Apaan sih, La! Ngarang aja!"
"Ngarang gimana?!" Bukannya terdiam, Khawla malah makin nyerocos, "Cie ... ciee .... Yang lagi ketemu crush-nyaa ... ahseeek!"
"Diiih ... bukan kok! Khawla!"
"Jangan bilang lo lupa udah cerita dengan heboh lewat telepon. Inget nggak? Gue emang waktu itu masih baru bangun makanya jadi sedikit bego. Fix! Sekarang gue inget!" Khawla menjentikkan jarinya. "Mungkin karena lo nggak bilang namanya makanya gue nggak ngeh."
Binar tak berkutik. Kepalanya menunduk dalam-dalam. Wajahnya ditutup rapat dengan kedua tangan. Melihat Binar mati kutu, Khawla malah makin semangat, "Waktu itu lo juga cerita kalau lengannya kukuh, kan? Eee ... apa istilah lo waktu itu, Nar? Senderable banget, gitu ya?"
"Aaaarghh!" Binar mengerang kesal. "Khawlaaaa!!!!"
"Abis aku-kamu. Trus cowok idaman. Trus senderable. Ntar apa lagi, ya?" seloroh Nagata menambahi. "Kok bisa sampe Binar tahu kalo lengan Kei kukuh, ya? Ckckck. Ngapain, wooy?" Ia tertawa terbahak-bahak sampai aku harus melemparnya dengan cushion.
Binar makin membungkukkan badan. Menenggelamkan kepalanya dalam-dalam diantara kedua pahanya yang tertutup kulot jeans dongker gelap.
"Oh, yes, baby! Sepertinya gue mencium bau-bau romansa disini!" seru Nagata dibuat-buat. Dia serta merta berdendang dangdut yang dibuat-buat menirukan Via Vallen, "Sayaaang ... opo kowe krungu. Jerite atiku ... berharap engkau kembali. Sayaang ...."
Aku sudah kebal dengan aksi gila duo bersaudara itu. Cukup menutup mulut maka mereka akan berhenti sendiri nanti. Namun saat menatap Binar, seketika terbit rasa kasihan melihatnya tak berdaya diledek habis-habisan oleh Khawla dan Nagata. Aku tahu Khawla dan Nagata yang sudah bersekutu tidak akan berhenti jika sudah menemukan topik yang sama untuk bahan cercaan.
"Woy, udahan ketawanya. Kasihan Binar, tuh. Kita nggak ngapa-ngapain, kok. Gue juga cuma nenangin Binar yang stress naik pesawat terbang. That's it!" Aku mencoba membela Binar. "Kalau nggak gitu mungkin dia udah pingsan saking takutnya."
Binar baru mengangkat kepalanya ketika lama kemudian tawa Nagata dan Khawla mereda. Wajahnya masih sewarna dengan kepiting rebus. Meski begitu ia tidak berani memandangku. "Maaf, Mas. Khawla suka melebih-lebihkan."
"Eits!" Khawla tidak terima.
Aku lalu melempar cushion ke arahnya. "Sudah sudah! Sana siapin makan siangnya! Jangan lupa rendang gue, ya."
"Kayaknya gue yang tamu, deh," protes Khawla. "Kok jadi disuruh-suruh?!"
Meski begitu ia mulai mengeluarkan peralatan makan dari cabinet dan menatanya di meja makan. Nagata beranjak membantu Khawla.
"Udah, mandi duluan sono!" usir Khawla. Aku menurut lalu bangkit menuju kamar mandi.
Sebelum melewati pintu, aku menoleh ke arah Binar. Ia ternyata sedang melirikku diam-diam. Ketika sorot mata kami bertemu, Binar segera mengalihkan pandangan dan buru-buru meraih mug yang ada di meja. Sayang, mugnya malah oleng terdorong oleh gerakannya yang tiba-tiba. Binar segera menahan mug agar tidak jatuh ke lantai. Tapi malah menimbulkan suara keramik yang beradu dengan meja kaca lalu menumpahkan seluruh cairan ocha ke lantai.
"Aaaaaa.....!" Khawla dan Nagata segera memekik berbarengan.
Dengan kikuk Binar mencoba menahan cairan ocha dengan kedua tangannya agar tidak semakin berceceran. Usaha Binar yang sia-sia itu malah membuat tawa duo bersaudara itu meledak kembali.
Mau tak mau aku jadi ikut tertawa. Ah, Binar, ternyata kamu sungguh menghibur siang ini.
______________________________
Tokyo itu riuh rendah
Tokyo itu hiruk pikuk
Tokyo itu Keivaro Arkatama
Ramai beragam, rimbun menyelaraSalam,
A
23.03.2019
_______________________________
KAMU SEDANG MEMBACA
Hanami di Sumida [ COMPLETED ] - Seri: Love Will Find a Way (1)
RomanceHighest rank #1 Metropop 06.04.2019 - 11.04.2019 Kei tak lagi berusaha untuk melawan takdir. Ia menjalani hari-hari seperti yang sudah digariskan untuknya. Tak lagi mempertanyakan mengapa segala sesuatu yang tidak menyenangkan terjadi pada dirinya...