Hanami di Sumida - 8. Sweet Coincidence

1.3K 161 21
                                    

Ketika pertemuan tidak sengaja itu kemudian menjadi sebuah cerita.
______________
***

Gadis yang kusapa juga tidak kalah terkejutnya. "Lho, Mas kok ada di sini?"

Aku tak menjawab. Bingung menatap Binar, Nagata, dan Khawla bergantian.

Tanganku buru-buru menyugar rambut yang berantakan dan merapikan sebisanya lalu mengangsurkan tangan menyalami Binar. Tanggung sudah terlihat orang lain. Jangankan sikat gigi, bahkan cuci muka saja aku belum sempat. Kupikir hanya ada Nagata dan Khawla di rumah ini, jadi tak perlu ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Kalau mereka berdua kan bukan termasuk orang, mungkin sejenis golongan orang-orangan sawah.

Untungnya lagi kalau tidur aku tidak pernah bertelanjang dada. Jadi meski dengan kaus polos dan celana pendek selutut, menurutku masih sopan dilihat saat ada tamu mendadak seperti sekarang.

"Apa kabar, Nar?" Aku memandangi tubuhnya dari atas sampai bawah. "Kamu agak kurusan, ya?" tanyaku memastikan.

Badan Binar memang terlihat lebih langsing. Tidak segemuk saat pertama kami bertemu dalam pesawat menuju Tokyo empat bulan yang lalu. Perawakannya, sih, masih tinggi besar, tapi terlihat lebih segar sekarang. Pipi chubby-nya juga sedikit mengempis, makin mempertegas bentuk hidung mancungnya.

"Alhamdulillah, sehat," Binar kembali duduk dengan canggung. Raut wajahnya masih terlihat bingung. "Yah, maklumlah, Mas. Di sini kemana-mana jalan."

Aku tersenyum membenarkan. Orang Jepang memang terkenal suka berjalan kaki kesana kemari. Jika naik bis atau taksi tidak bisa berhenti di sembarang tempat, kecuali di halte yang telah ditentukan. Jalan kaki dari kantorku ke stasiun Oshiage selama dua puluh menit bagi mereka masih tergolong dekat. Makanya jarang terlihat orang Jepang yang berbadan gemuk karena mereka lebih senang berjalan kaki untuk membuang energi berlebih.

"Bangke kenal ama Binar?" Khawla bertanya keheranan. Dia mengambil tempat di sebelah Binar sambil menarik koper polycarbonate hijau ukuran tanggung di samping Nagata, merebahkan ke lantai lalu mulai mengeluarkan isinya. "Kok, bisa?"

"Kenal," jawabku lugas.

"Binar kan temen deket gue, Bang." Khawla mulai bercerita. "Kami satu angkatan, satu jurusan. Gue sebenernya juga ngelamar beasiswa student exchange ke Jepang bareng Binar. Tapi yang lolos dia doang. Kesel nggak, sih?"

"Hmmm ... biasa aja," jawabku singkat.

Bibir Khawla mencebik. "Tadi kita janjian di stasiun Ueno. Trus dia ikutan ke sini. Soalnya, abis ini kami mau jalan lagi." Ia lalu bersorak senang, "Yeeay!"

"Sebentar," keningku berkerut. Sepertinya ada yang aneh. "Temen kuliah? Di Jogja?" tanyaku bingung. "Si Khawla bukannya kuliah di Jakarta, Ga?"

Nagata hanya mengangkat bahu lalu duduk bergabung di lantai parquet hangat di depan Khawla. Tangannya ikut mengais-ngais koper berisi oleh-oleh yang dibawa adiknya dari Jakarta. "Kayaknya gue pernah cerita deh, Kei. Atau gue yang lupa, ya? Selama ini kita jarang bahas Khawla, sih, ya."

Wajah Khawla memberengut. "Gue kuliah di Jakarta kan cuman setahun gara-gara nggak lolos SMNPTN. Tahun berikutnya gue lolos ujian masuk negeri di Jogja."

Khawla lalu bersungut menyalahkanku. "Bangke sih. Ngilang gitu aja begitu Abang pindah ke sini."

Aku meringis masam. Merasa sedikit bersalah telah memutus komunikasi dengan Khawla.

"Makanya aku seneng banget waktu kapan itu Abang cerita kalo Bangke pindah ke sini dan tinggal bareng Abang."

Kulemparkan senyum tulus pada gadis yang sudah aku anggap seperti adikku sendiri itu. "Iyaa ... ini juga sudah ketemu!"

Hanami di Sumida [ COMPLETED ] - Seri: Love Will Find a Way (1)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang