Untuk yang sedang gabut di malam minggu, 2 chap in a row.
Selamat membaca!
________________________________"Bangke, ayo buruaan!!" seru Khawla tak sabar dari ambang pintu apartemen.
Aku meraih jaket ultra light down hitam di gantungan baju lalu keluar kamar sambil mengenakan beanie hitamku. "Iya, sebentar."
"Nggak sabaran banget sih, La?" tegur Nagata pelan sambil memasang sepatu di genkan. "Jangan teriak-teriak dari luar. Berisik!"
Aku mengekor di belakang Nagata. Mengenakan sepatu lalu mengunci pintu apartemen. "Kalau di luar jangan berisik, La. Mengganggu tetangga. Kalau di dalam sih nggak akan kedengeran mau teriak-teriak sampai urat leher lo putus."
Khawla nyengir kuda, "Iyaa .... Maaf ... maaf."
Aku memperhatikan Binar yang berdiri dengan sabar di dekat elevator. Gadis itu tampak bersahaja dalam balutan parka hitam, kulot denim, dan sneaker biru dongker. Syal warna gading mengalungi lehernya. Senada dengan kulitnya yang bersih.
"Jadi, kita mau kemana dulu?" tanya Khawla. Berbeda dengan Binar, Khawla tampaknya sudah well prepared dengan OOTD-nya, long coat merah plus syal Burberry, legging wool hitam, tote bag Kate Spade, dan high boots kulit hitam.
"Stasiun," jawabku pendek.
Khawla mencubit lenganku pelan. "Serius nih, Bangke!"
Aku pura-pura mengaduh. Kami lalu masuk beriringan ke dalam elevator berkapasitas empat orang.
Samar tercium bau segar Binar yang berdiri berdesakan di sebelahku. Nagata menekan tombol yang mengarahkan elevator ke lantai dasar.
"Binar udah pernah ke mana?" tanya Nagata.
"Hmm ... ke mana, ya?" Aku melirik Binar yang tampak sedang mengingat-ingat. "Nggak jauh sih, Mas. Paling ke museum universitas, Ueno Park, Ueno Zoo, Sensoji Shrine. Yang deket-deket kampus aja."
"Belum pernah naik shinkansen?"
Binar menggeleng, "Mau kemana naik shinkansen? Wong rutenya di situ-situ aja."
"Ya, Lord. Masih ada manusia belum pernah naik shinkansen?" Aku menyahut. Teringat dulu Binar sedikit sewot waktu aku kaget mendengarnya tidak pernah naik pesawat.
Dua bola mata bulat yang dibingkai kacamata itu serta-merta menatapku. Kali ini di wajahnya tersungging tersenyum manis, hingga tampak lesung di pipi kanan. Binar sadar kalau aku sedang meledeknya. "Ya, ada Mas. Akuuu!"
"Gue juga belum pernah," Khawla menimpali sambil keluar elevator. "Pokoknya kali ini harus diajak naik shinkansen, Bang. Nggak ada alasan seperti dulu-dulu!" rengek Khawla kepada Nagata.
Nagata menjawab sambil membuka gate kaca lobi, "Emang mau kemana? Kyoto? Osaka? Jauh. Males."
"Ya, kemana, kek. Pokoknya naik shinkansen."
Aku berjalan melambat di belakang rombongan sirkus itu. Membuka mailbox besi di sebelah gate lalu meletakkan kunci cadangan ke dalamnya.
"Kalau cuma sekitar Tokyo bisa, kok. Nggak perlu sampe Osaka dan Kyoto. Pemandangannya juga bagus. Ke Gala Yuzawa Ski Resort bisa. Nikko, Gunung Fuji, Shizouka juga bisa. Pokoknya banyak, deh."
Khawla memekik senang, "Ski? Salju gitu? Mauuuu ...!"
Aku tersenyum menjejeri Binar dan Khawla, "Dasar udik!"
"Biarin!" Khawla mulai mengeluarkan jurusnya. "Boleh, ya, Bang?" rayu Khawla. Ia bergegas mengejar Nagata yang sudah jalan duluan menuju stasiun Ueno. Meninggalkan aku bersama Binar di belakang mereka. "Adek pengen maen salju. Pleaaaseee ...."
Nagata menggendikkan bahu. "Lihat besok pagi aja, ya!"
Khawla langsung cemberut. "Alasan!"
"Kalau sekarang rugi, La. Udah kesorean sampe sana. Mainnya jadi cuma sebentar," jelas Nagata sabar. Ia lalu membujuk Khawla. "Ke Harajuku aja, ya? Dulu-dulu lo pengen banget ke sana, kan? Ada Daiso-nya kalau mau cari pernik-pernik kesukaan lo."
Dengan berat Khawla kemudian mengangguk, "Bener, ya? Tapi, nggak usah ke Meiji Jingu."
"Kenapa?" tanyaku heran. "Sekalian aja ke Shibuya. Elo kan doyan belanja, tuh. Sejalan tempatnya." Aku lalu bertanya kepada Binar, "Kamu sudah pernah ke Meiji Jingu, Nar?"
Binar menggeleng. "Kuil yang paling besar itu, ya? Pengen sih, Mas."
"Ah. Jangan dong, Nar. Gue udah pernah," tolak Khawla cepat. "Yang gue belum pernah aja, ya, Nar? Biar gue nggak bosen juga. Elo kan masih lama di sini. Minta anterin Bangke ntar-ntar juga bisa."
"Yaa ... terserah sih, La. Ngikut aja. Manut." Dengan mudah Binar mengalah. Ia tak mempersalahkan tujuan jalan-jalan sore ini.
"Hmm, nggak usah ke Shibuya. Ntar belanjanya di tempat lain aja, ya? Ya, Bangke?" Mata Khawla mengerling manja.
"Ngapain nanya ke gue? Ke abang lo sana!"
"Dih. Waktunya bayar ganti rugi, nih. Udah gue bawain rendang juga!"
Aku menjawab dengan kalem, "Ya udah, nanti gue bayar seharga rendangnya."
Khawla segera berkelit, "Eits, tidak bisa! Rendang kan naik pesawat, nggak jalan sendiri."
"Ssttt ... La." Nagata pura-pura memberikan informasi rahasia kepada Khawla. "Kei barusan dapat bonus gede tuh. Gara-gara rapor dia tahun ini excelent."
Mata Khawla terbeliak dengan segera. Aku bisa membayangkan jika dia berada di film kartun, mata Khawla pasti akan digambarkan dengan uang dolar warna hijau di kedua retinanya. "Yuhuuuu ...! Betapa menyenangkan liburan kali ini. Onitsuka Tiger, here I come!"
"Too much information, Bro!" keluhku sebal.
Nagata hanya tertawa. "Bayangin gue yang jadi abangnya sejak lahir, Kei. Sapi perahan, Man!"
________________________________
Karena Khawla adalah Khawla
Arigatou,
A
23.03.2019
________________________________
KAMU SEDANG MEMBACA
Hanami di Sumida [ COMPLETED ] - Seri: Love Will Find a Way (1)
RomanceHighest rank #1 Metropop 06.04.2019 - 11.04.2019 Kei tak lagi berusaha untuk melawan takdir. Ia menjalani hari-hari seperti yang sudah digariskan untuknya. Tak lagi mempertanyakan mengapa segala sesuatu yang tidak menyenangkan terjadi pada dirinya...