"Here we go," Aku membatin. Tujuh jam perjalanan yang membosankan akan segera dimulai. Tidak bisa beraktifitas kecuali menonton film, mendengarkan musik, atau bahkan tidur lelap karena tidak bisa berbaring dengan nyaman.
Aku lupa tidak minta tempat duduk favorit dekat jendela saat check-in tadi, tapi setidaknya masih beruntung mendapat tempat duduk dekat aisle. Setidaknya tidak harus repot melewati orang di sampingku jika tiba-tiba ingin ke lavatory. Terlihat masih banyak kursi kosong yang belum ditempati penghuninya termasuk kursi di sebelahku. Semoga sih terus kosong, sehingga tidak perlu berbasa-basi selama perjalanan dengan orang yang duduk di situ.
Para pramugari masih sibuk menyambut penumpang dan mengarahkan mereka ke tempat duduk sesuai dengan nomor kursi yang tertera di boarding pass. Sebagian lain membantu memasukkan tas-tas penumpang ke dalam kabin.
"Permisi."
Aku mendongakkan wajahku ke arah datangnya suara. Seraut wajah yang tidak asing muncul di depanku.
"Sepertinya saya kebagian duduk di dekat jendela," lanjut gadis yang tadi tersungkur di depan counter imigrasi menunjukkan boarding pass-nya. Dibantu oleh pramugari yang berdiri di belakangnya ia kemudian meletakkan tas ransel biru sumber petaka ke dalam kabin di atas kepalaku.
Aku segera berdiri memberikan jalan. Tercium samar aroma segar saat gadis itu beringsut melewatiku. Aku kembali duduk dan segera memasang seat belt dalam diam. Kedua kelopak mataku mulai tertutup dan mencoba untuk tidur meski kurasakan badan gadis itu masih terus bergerak-gerak.
"Maaf, Mas. Ini makeknya bagaimana ya?" bisik gadis itu mengusikku. Badannya dicondongkan melewati batas kursi. Aroma mint segar terendus oleh indera penciumanku yang tajam.
Alisku segera bertaut. "Makek apa?"
"Sabuk." Ia berbisik sambil menunjuk tali di genggaman tangannya.
Mataku segera mencari titik pusat di bola mata bundar yang berhias kacamata berbingkai hitam itu. "Serius?"
"Stt ...." Jari telunjuk gemuknya teracung melintang di depan bibirnya. "Saya belum pernah naik pesawat," bisiknya lagi. Seolah takut terdengar oleh penumpang lain di sekitar kami.
"Ya, Lord! Masih ada manusia belum pernah naik pesawat?"
Bibir penuhnya mengerucut, membuat wajah chubby-nya terlihat makin lucu. "Lha, kalo kerjaannya tiap hari cuman ke kampus perlu naik pesawat apa?!" Ia balik bertanya dengan nada yang sedikit naik.
"Nggak usah ngegas kali, Mbak."
"Masnya juga, sih, dari tadi sinis banget."
Aku segera mengambil tali sabuk dari tangan kirinya, "Siniin tali satunya!"
Gadis itu menurut.
"Ujung kepala yang lebih kecil diselipkan ke dalam kepala induk sabuknya. Nah seperti ini." Aku mengaitkan seat belt ke depan perutnya dengan mudah. Karena posisiku yang mendekat ke arahnya, kembali tercium aroma tubuh gadis itu. Bukan wangi parfum mahal tapi seperti bau segar bayi yang baru selesai dimandikan.
"Coba tarik panel yang ada di kepala sabuk ke samping" perintahku lagi.
Gadis itu mengikuti dengan patuh.
"Nah, ngelepasnya begitu," terangku. "Coba kamu pasang lagi seperti tadi."
Gadis itu kembali menuruti perintahku.
"Eh, ternyata gampang, ya," Ia tersenyum lebar menampakkan lekukan kecil di pipi kanannya. "Terimakasih, ya, Mas."
Aku mengangguk lalu kembali duduk dalam diam. Ditilik dari penampilannya gadis itu bukan tipe gadis yang gemar menghabiskan uang orang tua untuk berhura-hura. Jaket hitam yang dikenakannya terlihat masih baru tapi bukan model yang hi-end. Sepatunya juga sneakers biasa dan ranselnya pun bukan merek yang mahal. Apalagi menurut pengakuannya, ia belum pernah sekali pun naik pesawat terbang.
"Baru pertama kali ke Tokyo?" Meh, emang bisa ke Tokyo naik sepeda? Jelas-jelas tadi dia bilang belum pernah naik pesawat. Ini kenapa jadi aku yang basi?
Gadis itu tidak segera menjawab. Aku melirik mulutnya yang sibuk komat-kamit, wajahnya berubah menjadi tegang saat pesawat mulai bergerak meninggalkan apron. Layar di depanku mulai menampilkan slide pramugari sedang memeragakan tata cara keselamatan di dalam pesawat terbang. Aku meraih headset di depanku. Gadis itu tetap diam sambil terus komat-kamit, matanya terpejam. Tangannya mencengkeram lengan kursi dengan erat.
"Iya!" Gadis itu akhirnya menjawab pertanyaanku.
"Ini!"
"Huh?"
"Pasang headset-nya. Supaya kamu bisa mendengar informasi dari layar di depanmu." Kusobek plastik pembungkus alat elektronik berbentuk setengah lingkaran lalu kuletakkan di pangkuannya.
"Pas-in sendiri di kepalamu."
Tak ada jawaban darinya, bahkan bergerak pun tidak. Aku menunggu tidak sabar.
"Kalau kamu terus diam, aku akan menciummu dalam hitungan kelima. Dimulai dari sekarang!"
____________________________________
Salam,
A
17.03.2019
____________________________________
KAMU SEDANG MEMBACA
Hanami di Sumida [ COMPLETED ] - Seri: Love Will Find a Way (1)
RomanceHighest rank #1 Metropop 06.04.2019 - 11.04.2019 Kei tak lagi berusaha untuk melawan takdir. Ia menjalani hari-hari seperti yang sudah digariskan untuknya. Tak lagi mempertanyakan mengapa segala sesuatu yang tidak menyenangkan terjadi pada dirinya...