Ada yang kangen KeiNar? Hehehe...
Happy sunday all!--☆--
Aku buru-buru menghapus tulisan Shirin sembari berdoa semoga siapapun terlewat membacanya. Terutama Binar. Mungkin kalau dulu Binar belum menyeruak masuk tanpa permisi dalam kehidupanku, dengan senang hati aku akan menanggapi Shirin. Pria mana yang tidak suka dipuja wanita. Ibaratnya, kucing mana yang menolak ditawari ikan asin. Namun jelas kali ini kucing itu benar-benar tak ingin mencoba iming-iming ikan asin yang dikibas-kibaskan di depannya. Bukan karena tidak doyan lagi, lebih karena ia sedang mengincar rendang yang selama ini diidam-idamkannya.
What a lame parable, Kei!
Aku segera memencet nomor Binar untuk menutupi gelisah yang tiba-tiba datang. Ketika panggilan ponselku tersambung, aku langsung mengucap salam sebelum di dahului Binar.
"Assalamualaikum, Ramadania," sapaku gugup. Suara di seberang seketika menjawab salamku dengan ceria. Aku tersenyum lega mendengar jawaban Binar yang lengkap. Seperti diguyur air es saat siang hari musim kemarau di tengah jalan tol Jakarta. Adem.
"Besok ada acara kemana?" Aku memasukkan laptop ke dalam satchel. Sera-san di sebelahku masih menatap layar laptop dengan serius. Aku menebarkan pandangan ke sekeliling ruangan departemen engineering yang sepi. Hanya ada beberapa pegawai yang masih bertahan menyelesaikan pekerjaannya. Aku melirik jam yang ada di pergelangan tangan kanan. Pukul delapan lewat. Aku meringis masam. Sepertinya hari ini tidak bisa lagi bertemu dengan Binar.
Binar tak membalas.
Aku kembali merasa gelisah. Sambil mengenakan coat, aku menunggu Binar menjawab. Musim dingin memang sudah lewat, mulai berganti dengan musim semi. Namun, udara masih tetap dingin. Sekitar sebelas sampai empat belas derajat celcius. Cukup dingin untuk ukuran orang Indonesia.
"Nar?"
Suara gemerisik di seberang membuat keningku berkerut.
"Are you OK?"
"Maaf ... maaf." Suara Binar kembali terdengar. "Aku sedang mengerjakan tugas dengan teman. Aku besok ada acara perkumpulan dengan teman-teman di kampus."
"Oh. Selesai jam berapa? Aku nyusul ke situ, ya?"
Binar seketika menolak. "Jangan! Acaraku sampai siang. Mas Varo nanti bosan."
Aku meringis masam. Besok berarti gagal bertemu dengan Binar lagi.
"Abis itu aja kita ketemu di stasiun Ueno. Bagaimana, Mas?" Binar menawarkan alternatif.
Aku tersenyum girang. "Baiklah. Jam berapa?"
"Tiga?"
"Oke."
-*-
"Kita mau kemana lagi, Mas?" tanya Binar begitu keluar dari stasiun Asakusa. Suaranya terdengar semangat. Raut bahagia tercetak jelas di wajah yang bersemu merah karena terpaan udara dingin itu.
Sejak bertemu tadi, Binar terus bercerita dengan antusias pengalaman pertamanya melihat sakura yang mekar. Walaupun menurutnya tidak banyak terdapat pohon sakura di taman kampus. Wajahnya berseri, matanya berbinar-binar. Persis seperti saat ia kuajak naik ke Tembo Deck di Tokyo Skytree dua bulan yang lalu. Benar kata orang jika bahagia itu menular. Aku seperti ikut merasakan bahagia yang dirasakannya. Perasaanku terasa ringan. Seakan semua rasa sedih yang pernah mengendap di dalam hati ikut menguap.
Aku menunjuk ke arah toko teh langgananku di seberang jalan. "Beli ocha dulu, ya. Persediaanku habis."
"Oke."
KAMU SEDANG MEMBACA
Hanami di Sumida [ COMPLETED ] - Seri: Love Will Find a Way (1)
RomanceHighest rank #1 Metropop 06.04.2019 - 11.04.2019 Kei tak lagi berusaha untuk melawan takdir. Ia menjalani hari-hari seperti yang sudah digariskan untuknya. Tak lagi mempertanyakan mengapa segala sesuatu yang tidak menyenangkan terjadi pada dirinya...