Hanami di Sumida - 33. Badai

969 142 43
                                    

Hai sobats,

terima kasih buat readers yang sudah membaca kisah ini. Aku menghargai semua, terutama kukirim banyak cinta buat sobats yang sudah berinteraksi denganku mengirimkan vote dan comment-nya.

Ini karya pertama, awalnya merupakan tugas di kelas menulis cerpen. Lalu senpai tersayang dengan semangat mendorongku keluar dari zona nyaman, dan melintas batas.

Dan, viola! Diiringi peluh yang membanjir di tengah kesibukan yang padat lahirlah kisah perdana bersama Kei dan Binar.
(Thanks mbak Shireishou, you're rock!)

Mohon maaf jika masih acak adul. Yang pasti kisah yang terinspirasi dari perjalanan saat mengunjungi Tokyo ini akan aku posting sampai tamat (meskipun jika nanti tidak ada yang baca sampai selesai, haha....). Karena mengutip dari beliau, tidak ada naskah yang sempurna, yang ada hanya naskah yang selesai.

So, happy weekend sobats...

Love you, all.
A

______________***____________


Binar menarik napas panjang, lalu melepaskannya pelan-pelan. "Perempuan," jawabnya lugas, tak menyadari kecurigaanku. Ia terlihat lebih mengkhawatirkan sesuatu yang lain. "Dia semacam kakak pembimbing selama aku di sini."

"Oh." Aku tersenyum lega. "Trus?"

Dengan isyarat aku menyuruh Binar tetap di tempat duduknya sementara aku beranjak untuk mematikan kompor. "Ada tugas kamu yang belum selesai?"

Binar menggeleng, "Dia nyariin aku. Dipikirnya aku masih dimana gitu karena tidak ada di kampus maupun di dorm."

"And then?" tanyaku tak sabar.

Alis Binar bertemu di tengah, terlihat kalau gadis itu sedang resah. Dahinya berkerut. "Waktu aku bilang sedang di rumah teman, dia malah menyarankan agar aku tetep tinggal di sini. Jangan kemana-mana, karena salju semakin tebal dan badai akan segera datang. Makanya aku panik."

Aku berjalan menuju balkon lalu mengintip lewat kain gorden yang kusibak sedikit. Di luar langit sudah gelap. Tak tampak seorangpun yang lalu lalang di jalan kecil depan apartemen. Lampu-lampu kota sudah menyala, memendarkan bayangan salju yang turun semakin deras. Angin kencang membuatku khawatir jika ada pohon tumbang terkena angin, dan menimpa orang yang lewat di bawahnya. Untungnya di sekitar sini tidak ada pohon besar, tapi sekitar kampus dan sepanjang jalan menuju dorm Binar masih rimbun dengan pepohonan. Suara derakan di kaca juga terdengar makin kuat. Kalau pintu balkon aku buka sekarang, mungkin bisa memporak-porandakan seluruh isi ruangan ini.

"Ngapain panik?" Aku menutup gorden lalu duduk kembali di sebelah Binar. "Kan tadi sudah kubilang kalau akan ada badai. Kita juga sudah di dalam rumah. Pasti aman. Tenang saja," ujarku meyakinkan Binar.

"Aku nggak berpikir panjang kalau badai itu bisa berlangsung lama. Sampai berhari-hari. Gara-gara kegirangan lihat salju turun," sesal Binar. Aku tersenyum. Siapa pun juga mahluk tropis akan kegirangan mengalami hujan salju. Tidak peduli jika sebenarnya turunnya salju di Tokyo itu bukanlah hal yang biasa.

"Kupikir seperti hujan deras di Indonesia. Turun sebentar, lalu berhenti. Atau kalau pun lama, menerobos hujan di Indonesia kan nggak masalah. Jadi aku pikir nanti malam aku bisa balik ke dorm. Seperti biasanya."

Aku meringis. Jika ada badai, tidak ada seorang pun yang mau menerobosnya. Apalagi di suhu yang mencapai nol derajat seperti saat ini. Lebih baik berdiam diri di dalam apartemen. Hangat dan nyaman.

Hanami di Sumida [ COMPLETED ] - Seri: Love Will Find a Way (1)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang