Hanami di Sumida - 40. Cherry Blossom

1K 133 109
                                    

When you need someone to talk.
"Nar?"
"Ya, Mas?"
"Nanti sore aku ke tempatmu, ya?"
"Ok. I'll wait."

When you need someone to accompany.
"Nar?"
"Ya, Mas?"
"Udah makan?"
"Belum."
"Setengah jam lagi aku keluar kantor. Makan ramen di Asakusa, yuk?"
"Berangkaaat!"

Either, when you need someone to help.
"Nar?"
"Ya?"
"Kamu masih sering ke perpus?"
"Masih."
"Bisa minta tolong pinjemin buku "Boiler System", nggak? Punyaku ketinggalan di Jakarta."
"Bisa. Nanti aku minta tolong seniorku. Kalau pakai kartu ID punya dia, bukunya boleh dibawa pulang."
"Terima kasih. Tolong yang pakai tulisan bahasa Inggris, jangan yang kanji."
Hening. Tidak ada jawaban. Aku tahu, Binar pasti sedang memutar bola mata.

So, you will need someone other to give advice.
"Halo, Ga?"
"Ya, Kei?"
"Temenin gue sepulang kerja nanti, dong."
"Kemana?"
"Beli sesuatu buat Binar."

Someone who you really trust.
"Please, wrap it neatly in most beautiful gift box. He wants to surprise his girlfriend."
Sontak aku melotot pada wajah tanpa dosa Nagata yang senyum-senyum simpul di depan pelayan toko. "Bukan pacar gue!"
"Iya ... iya! Bukan pacar, cuman TTM doang."
"Kunyuk!"

That's what friends are for.

-*-

Ternyata, rasanya menyenangkan ketika menjalani semua yang terjadi dengan perasaan ringan. Everything goes right. Hubunganku dengan Papa mulai kembali cair.

Aku menuruti saran Binar untuk lebih sering menelepon Papa dan Bunda. Ya, Bunda. Tak perlu lagi memanggil Bunda Wirda secara lengkap. Cukup memanggil Bunda. Seperti caraku memanggil kedua orang tuaku sebelumnya. Hanya Papa dan Mama, bukan Papa Ghani dan Mama Henny. I don't hold what I feel. Just release it. Meski dengan membuka hatiku pada Bunda bukan berarti aku melupakan Mama. Sampai kapanpun beliau akan selalu ada di dalam jiwaku. Tak akan tergantikan. Menempati ceruk paling terhormat di sana.

"Gue suka liat lo sekarang, Kei," celutuk Nagata tadi pagi saat kami sarapan ringan. Roti tawar selai kacang dan segelas cokelat hangat. Lumayan buat mengisi perut. Walaupun sebenarnya aku lebih suka sarapan pagi dengan nasi, lebih nendang dan tahan lapar sampai siang.

"Maksudnya? Lo sekarang suka sama cowok?" Aku pura-pura bergidik. "Jangan gue, Ga. Gue straight!" Kedua tanganku terangkat tanda menyerah.

"Siaul!" Nagata hampir melempar lembaran roti yang dipegangnya. "Serius dikit napa, Kei!"

"Lhah!" Aku mengernyit. "Biasanya juga lo yang becandain gue."

Sebenarnya aku bisa menebak arah pembicaraan Nagata, hanya saja aku sedang tidak ingin membahasnya. Entahlah, rasanya malu ketika teman yang sudah bersama sejak orok membicarakanmu apa adanya. Seperti ditelanjangi. Kalau Nagata yang menelanjangi--dalam arti harfiah--jelas aku menolak keras, beda kalau yang melakukannya....

Uhuk!

Aku tiba-tiba terbatuk.

Nagata menyorongkan gelas air mineral yang belum sempat diminumnya, dan segera kuteguk sampai tandas.

"Lo kelihatan lebih bahagia, Kei," tembak Nagata ketika melihatku sudah bisa bernapas lega. "Lo kembali jadi Kei yang dulu banget pernah gue kenal. Seperti Kei sebelum Tante Henny meninggal." Nagata berkata terus terang.

Aku mengusap air yang tersisa di bibir. Here we go. This morning talk gonna be so long.

"Kei, apa pun yang membuat lo seperti ini ... please, keep it that way." Nagata terlihat menarik napas panjang. "Lo udah seperti sodara gue sendiri. Kalau lo sedih, gue juga ikut ngerasa susah. Kalau lo bahagia, gue juga ikut senang."

Hanami di Sumida [ COMPLETED ] - Seri: Love Will Find a Way (1)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang