Hanami di Sumida - 52. Terkuak

924 150 39
                                    

Ada saat di mana seseorang bertindak impulsif. Seperti aku saat mengunggah foto Tokyo Girl di laman medsosku sehingga menimbulkan kegaduhan di sana. Lalu sekarang, aku tidak mau gegabah memutuskan sesuatu meski mengetahui Binar sedang terbaring sakit. Tokyo – Jogja bukanlah jarak yang dekat meski ditempuh dengan pesawat superjet sekalipun. Ada banyak yang dipertaruhkan jika aku nekat ingin menemui Binar saat ini juga.

"Gue yang teleponin Khawla, ya, Kei? Siapa tahu Incess masih nggak mau terima telepon dari lo." Nagata seperti memahami kegundahanku. Aku tak menjawab, hanya terdiam menunggu Nagata menyambung hubungan telepon dengan adiknya.

"Halo Khawla sayang, lagi ngapain?"

Jantung mulai berdebar mendengarkan Nagata mulai merayu Khawla. Bibirku mengetat, udara mulai terasa panas, mengundang keringat untuk mulai berdatangan. Selama beberapa menit Nagata masih berusaha membujuk Khawla agar mau berbicara denganku. Alunan musik dari ipod-dock Nagata sudah mati ketika ia mencoba menghubungi Khawla. Aku segera beranjak untuk menyalakan pendingin ruangan lalu menutup pintu balkon. Berupaya agar suhu ruangan tidak sepanas udara luar. Pembicaraan dengan Khawla nanti pasti bakal membuatku kegerahan.

Nagata kemudian memberikan isyarat untuk mendekat. Ia mengangsurkan ponselnya mempersilahkanku untuk berbicara dengan Khawla. Nagata menepuk bahuku memberikan semangat.

"La," sapaku kaku. Aku cemas Khawla akan menutup ponselnya seketika. Meski tak ada jawaban dari seberang sana tapi aku bersyukur si bawel tidak mengakhiri sambungan teleponnya. Aku menunggu beberapa saat, lalu bertanya memulai percakapan. "Masih di rumah sakit?"

"Nggak!" jawabnya ketus. Aku meringis masam. This conversation will run tough. Aku menyeka peluh di dahi.

"Binar sakit apa?" Aku bertanya hati-hati.

"Tifus."

Hatiku bergetar. Aku mulai memencet-mencet keningku yang mulai terasa berat. Kasihan Binar, dia pasti sedang menderita di sana.

"Bagaimana keadaannya?"

"Hmm ...." Khawla tak mau menjawab. Aku kembali mengusap-usap pelipisku dengan cemas.

"Gue tahu lo masih marah ke gue, but please, La. Gue mau ngejelasin ke lo." Aku terdiam, menunggu Khawla merespons. Karena tak ada jawaban, aku segera melanjutkan. "Lo pasti udah denger cerita dari sisi Binar. Sekarang gue mau jelasin dari sisi gue."

Beberapa menit kemudian aku mengoceh tak henti-henti. Dari ajakan Shirin untuk bertemu, Binar yang salah sangka ketika Shirin nekat memelukku, sampai ketakutanku akan kehilangan Binar akhirnya terbukti dengan pulangnya Binar ke Indonesia tanpa berpamitan denganku.

"Gue nggak mau perasaan gue bertepuk sebelah tangan, La. Ada beberapa hal yang harus gue siapin sebagai konsekuensi atas perasaan gue ke Binar. Please, tolong gue, La."

"Bang Kei bener seriusan ama Binar?" Khawla bertanya memastikan. Ia sepertinya masih tidak percaya dengan busa-busa yang sudah kulontarkan. Aku ingin menjitak kepala Khawla. "Bukan Kak Shirin?"

"Ya ampun, La! Masak masih nggak percaya, sih? Lo udah denger sendiri, kan? Ini nggak ada hubungannya dengan Shirin. Ngapain lagi diungkit-ungkit?!"

"Yah, gimana, ya? Waktu itu Binar pernah cerita soalnya. Dia di-DM oleh Kak Shirin."

Aku tersentak kaget. "Kapan? Mau ngapain dia?"

"Waktu Bang Kei mulai sering posting foto selama di Tokyo." Suara Khawla mulai melunak. Seperti Khawla yang pernah aku kenal. "Beberapa kali gue juga mention Abang, Binar, dan Bang Kei barengan. Mungkin dari situ Kak Shirin tahu Binar. Dia ngata-ngatain Binar. Intinya Binar nggak pantes deketan ama lo. Kalau lo juga cuma cinta Kak Shirin. Selama ini kalian masih menjalin hubungan, walaupun agak renggang karena tinggal jauhan. Banyak deh. Ntar Bang Kei tanya Binar langsung aja."

"Binar kok nggak pernah cerita ke gue?"

Aku yakin bibir Khawla sedang mencebik. "Karena awalnya Binar nggak peduliin Kak Shirin. Dia cuma nanya ke gue, kenal cewek namanya Shirin, nggak? Trus gue bilang nggak."

Aku meringis. Khawla memang tidak terlalu mengenal Shirin, berbeda dengan Nagata. "Kan emang gue nggak kenal, gue cuma tahu aja. Dulu dia juga nggak pernah coba ngobrol ama gue kalau ketemu. Gue sih biasa aja, orang gue juga nggak pernah salaman buat kenalan." Khawla terdengar membela diri.

"Binar benar-benar shock saat Kak Shirin datang ke Tokyo dan kenalan langsung dengannya. Ternyata cewek itu benar-benar nyata, dipikir Binar cuma someone random yang iseng gangguin dia aja."

"Trus?" Aku makin penasaran. Sialan! Ternyata selama ini Shirin sudah mengintai Binar. Pantas waktu bertemu di Ueno Park, Shirin menunjukkan perilaku ganjil, seperti sudah mengenal Binar lalu sengaja memanas-manasinya. Rasa bersalahku makin menggunung. Pantas jika saat itu Binar bingung setengah mati sehingga membuatnya tertekan. Duh, kasihanilah calon ibu anak-anak gue, ya Tuhan, batinku melantur.

"Ya, begitulah. Pas sampai di Jogja, Binar cerita semua ke gue. Gue juga diliatin DM-an Kak Shirin ke gue. Gue yang baca aja sakit hati, apalagi Binar. Makanya gue makin kesel ama lo. Lagian napa Bang Kei nggak pacaran aja ama Binar, sih?"

 Lagian napa Bang Kei nggak pacaran aja ama Binar, sih?"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

_______________________
Ishhh.... Khawla!

Ingat untuk klik bintangnya yaaa....
Eits, dan jangan lupa komennya juga, sebagai semangat untukku supaya bisa berkarya lebih baik lagi.
Arigatou.

Salam penasaran,
A
02.05.2019
________________________

Hanami di Sumida [ COMPLETED ] - Seri: Love Will Find a Way (1)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang