Bismillah... jumat berkah....
Selamat berakhir pekan, sobats
Semoga terlimpah semua rahmat dan karunia-Nya.... Aamiin~~~~•••~~~~~
Aku pernah mengecewakan Papa begitu dalam, bertahun-tahun yang lalu. Ketika aku memilih kuliah sesuai dengan jurusan yang kusukai daripada mengikuti pilihan Papa. Saat itu kekecewaan Papa nyata terungkap. Menyembur keluar sebagai amarah. Bagai muntahan lahar dari perut bumi. Memancar lengkap beserta baranya, mengalir keluar, kemudian padam. Bekasnya mungkin terlihat, tapi sudah tidak akan membara lagi.
Kali ini aku melihat jelas kekecewaan yang jauh berbeda tergambar di wajah Binar. Wajahnya tercengang memergokiku dalam posisi yang semua orang pasti akan mengira aku dan Shirin adalah sepasang kekasih. Seketika Binar menatapku dengan pandangan kosong. Ekspresinya tumpul.
Aku langsung mengutuk diri sendiri telah membuat asa pada sepasang mata di balik lensa bingkai hitam itu layu. Luluh lantak seperti kayu digerogoti bara dari dalam. Bahkan arangnya pun tak tersisa. Hanya abu ringkih yang rentan ditiup angin.
"Binar?"
Mataku terbelalak, jantungku berdegup kencang, peluh mengalir deras di dahi. Kekagetan yang tergambar jelas semakin membuatku terlihat bersalah. Layaknya pengutil yang tertangkap saat mengambil barang di supermarket. Dengan kasar aku melepaskan pelukan Shirin. Lalu segera menghampiri Binar yang berdiri terpaku bersama dua orang teman di sampingnya.
"Kamu dari mana? Katanya ada acara di kampus? Udah selesai?" Rentetan gugup yang keluar dari mulut semakin menobatkanku sebagai tersangka sebuah kejahatan besar.
Rona merah terkuras dari wajah Binar. Matanya meredup, tak lagi berbinar seperti permata. Kusam. Tak ada sedikitpun kilau yang terlihat, lebih seperti nyala lilin yang sumbunya mulai habis dimakan waktu. Aku takut jika sebentar lagi gulita akan datang.
Binar tak segera menjawab. Kerongkongannya seperti tersumbat oleh batu besar yang membuatnya tercekik. Ekspresi wajahnya kini menyiratkan berjuta lara yang membuat hatiku teriris dan banjir dengan luapan sesal. Bibir favoritku itu terkatup sempurna. Bergetar seperti menahan gemuruh dalam dadanya.
Ya, Tuhan! Aku sungguh bajingan! Sudah membuat gadis polos itu terluka.
"Itu temanku dari Jakarta." Aku mencoba menjelaskan kepada Binar. "Urusan kami sudah selesai. Kamu dari mana?"
"A-aku...." Binar tergagap. Suaranya serak. Namun, telunjuknya mengarah ke Tokyo National Museum di seberang kolam air mancur.
Aku kembali mengumpat dalam hati. Aku pikir Binar ada acara di kampus, ternyata di gedung yang jaraknya hanya sepelemparan batu dari tempatku bertemu dengan Shirin. Sungguh bodoh! Tolol! Dan segudang koleksi kata STUPID lainnya yang pantas dialamatkan padaku.
Mata Binar terpaku pada Shirin yang berjalan menjajariku, lalu berdiri dengan angkuh di sisi. Ia memperhatikan tangan Shirin yang hendak meraih lenganku seolah kami adalah pasangan, tapi segera kukibas dengan geram. Wanita muda yang dulu menurutku cantik, kini di mataku terlihat seperti Cruella de Vil dalam "101 Dalmatian".
"Hai, aku Shirin." Dengan kepercayaan diri yang tinggi ia mengangsurkan tangan mengajak Binar berkenalan. Yang diajak bersalaman masih tertegun menampakkan wajah tak percaya.
Sumpah, aku ingin merengkuh Binar ke dalam pelukanku. Membisikkan permohonan maaf sambil mengusap kepalanya, lalu menjelaskan kalau kejadian yang terpapar di depan matanya tidak seperti yang disangkakan.
Detik kemudian Binar tersadar, lalu menyambut uluran Shirin dengan lemah. "Binar," balasnya pelan.
Tak ada senyum terbit di wajahnya yang memucat, apalagi lesung di pipi. Ketat dan kaku. Ia terlihat tak bersemangat saat mengenalkan temannya yang ikut menyaksikan adegan drama gratis di sore hari. Live dari Large Fountain di Ueno Park.
Dua orang teman Binar beda bangsa itu hanya tersenyum simpul tak paham insiden kecil yang terjadi di depan mata mereka. Yang pria bernama Andrew atau Andy--whatever--, bule kurus tinggi, masih muda seumuran Binar. Yang satu lagi perempuan berkacamata, berwajah Asia, bernama entah siapa aku tak terlalu peduli.
"Ooh, jadi ini yang namanya Binar?"
Aku menatap Shirin, terkejut mendengar perkataannya. Seringai sinis terpasang di wajah Shirin. Ucapannya terdengar seperti sudah mengenal Binar.
"Kalian sudah pernah bertemu?" Aku memindai Binar, meminta penjelasan. Yang ditatap tak lagi mau balas memandang.
"Tidak."
Jawaban Binar singkat. Ada segaris rasa enggan dalam kalimat pendek-pendek yang keluar dari bibir tebal yang biasanya bertabur senyum semringah itu. Binar tampak gelisah, matanya memandang ke manapun di sekeliling, asal bukan ke arahku. Terlihat dengan jelas Binar mencoba menghindari kontak mata denganku.
"Nggak, kok, Ke," ujar Shirin manja. "Kita belum pernah bertemu. Ya kan, Binar?"
Nada manja Shirin yang dibuat-buat bagiku malah terdengar mengerikan. Aku menatap Shirin tajam. Tubuhku menegang, bibirku mengetat membentuk garis tegas. Makin kentara jika wanita di sebelahku ini penuh dengan muslihat. Jika tahu bakal begini, aku akan bersikeras menolak ajakan Shirin untuk bertemu. Masa bodoh dengan letting go dan tetek bengek hubungan pertemanan dengannya. Lebih baik aku molor saja seharian di apartemen sambil menunggu Binar menyelesaikan kegiatannya.
Tadinya aku setuju bertemu dengan Shirin di Ueno Park, karena sekalian keluar apartemen sebelum menyusul Binar ke dorm. Kemarin Binar bilang ada acara kampus sejak pagi. Mempersiapkan acara perpisahan karena beberapa minggu lagi program beasiswanya berakhir, sekitar pertengahan musim panas ini. Sore ini, aku ingin mengajaknya ke Tokyo Tower sebelum gadis itu kembali ke Indonesia, setelah ia keceplosan bercerita kalau belum pernah sekalipun mengunjungi ikon kota Tokyo yang terkenal itu.
"Aku sudah selesai, Nar. Kita pulang bareng aja, yuk!" bujukku. Nanti jika kami sudah berduaan saja, aku akan menjelaskan kepada Binar tentang Shirin. Tentang kejadian yang jelas sudah membuat Binar salah sangka.
"Kita belum selesai, Ke," ujar Shirin dengan manis. Matanya menatapku dengan manja. "Kita tadi belum sepakat membahas bentuk hubungan kita ke depannya, lho, Ke."
_________________________
Kok jadi meriang begini, sehSalam kezel,
A
26.04.2019
__________________________
KAMU SEDANG MEMBACA
Hanami di Sumida [ COMPLETED ] - Seri: Love Will Find a Way (1)
RomanceHighest rank #1 Metropop 06.04.2019 - 11.04.2019 Kei tak lagi berusaha untuk melawan takdir. Ia menjalani hari-hari seperti yang sudah digariskan untuknya. Tak lagi mempertanyakan mengapa segala sesuatu yang tidak menyenangkan terjadi pada dirinya...