Hanami di Sumida. 22. Special Ring Tone

1.1K 127 25
                                    

Biasanya sesuatu yang spesial secara tidak sadar akan ditandai beda dengan yang lain

~▪~

Sejak tadi aku tak bisa memejamkan mata meski badanku terasa lelah. Minum ocha hangat, sudah. Minum susu cokelat hangat, juga sudah. Bolak-balik miring ke kiri, lalu ganti ke kanan. Mencoba posisi telentang, lalu ganti telungkup. Tetap tak juga mendatangkan rasa kantuk. Di benakku malah tergambar jelas sosok Binar. Senyum manis yang menampakkan lesung di pipinya, wangi tubuh Binar yang menenangkan, bahkan bibir penuhnya yang berwarna merah muda alami.

"Aaarrrghh...!" gerutuku kesal.

Daripada pikiranku makin berkelana tidak jelas, aku bangkit dari tempat tidur. Lampu kamar kembali kunyalakan. Laptop dan kamera kuletakkan di meja kerja, lalu mulai mengorganisir kembali file hasil jepretan kamera yang belum sempat kurapikan.

Suara ponsel dengan dering khusus terdengar saat aku sedang memindahkan foto dari SD-card kameraku ke dalam folder di laptop. Aku melirik penunjuk waktu di pojok kanan bawah layar 13,3 inci di hadapanku. Pukul sepuluh lewat.

Apa gadis ini berasa kalau aku dari tadi mikirin dia, ya? Keningku berkerut. Aku bangkit dari kursi meja kerja lalu meraih ponsel yang tergeletak di kasur yang berantakan. Menekan tombol terima panggilan tanpa perlu repot melirik nama penelepon.

"Ya, Ramadania?" sapaku penasaran.

"Mas Varo," sahut Binar cepat. "Belum tidur, kan?"

"Udah."

"Tidur kok ngomong?"

"Berarti sedang ngigau."

Binar tertawa kecil. "Maaf, malam-malam nelepon."

"It's OK," jawabku. Tangan kananku menyugar rambut yang sudah panjang sampai ke tengkuk. Tangan kiriku menggenggam ponsel berwarna hitam, menahannya agar tetap menempel di telinga kiri. Aku merebahkan badan pada tumpukan bantal yang kususun tinggi menyangga punggung.

Kemarin, ketika aku dan Binar baru saja meninggalkan kedai ramen di Asakusa, Nagata memberi kabar kalau dia harus extend lebih lama lagi, sehingga baru pulang ke Tokyo hari Minggu malam. Meski berusaha keras menutupi, aku tahu bahwa Binar sangat kecewa karena laptopnya belum juga bisa diperbaiki. Aku lalu berjanji untuk mengajaknya ke tempat servis langganan Nagata di Saitama, hari Sabtu besok saat libur akhir pekan.

Sore tadi sepulang dari kantor aku sudah menghubungi Binar. Memberinya kabar supaya besok bertemu di stasiun Ueno saja, daripada dia harus mampir ke apartemen atau aku yang nyamperin dia ke dormitory.

"Kok belum tidur, Mas? Besok bangun kesiangan, lho!" tanya Binar lagi.

"Lha?!" Aku memutar bola mata. "Kok kamu juga belum tidur, Nar? Besok bangun kesiangan, lho!" kataku membeo ucapannya.

Binar terkikik. "Kalau copy paste bayar royalti, Mas."

"Kubayar pake ramen, ya?"

Aku yakin di seberang sana Binar pasti sedang membayangkan ramen panas yang gurih dan kenyal karena suaranya langsung tidak terdengar.

"Nar? Kok diem? Lagi ngeces, ya?"

Suara tawa segera terlepas dari mulut Binar. "Haha...! Sembarangan!"

Binar lalu terdengar mengerang, "Haduuuh, Mas! Aku masih kebayang-bayang terus ramen yang kemarin. Enak bangeet!!"

Aku tersenyum lebar. "Katanya di Akihabara situ lebih enak, Nar. Aku juga belum pernah, sih."

Hanami di Sumida [ COMPLETED ] - Seri: Love Will Find a Way (1)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang