Aku langsung terdiam. Nagata mengambil ponsel yang tergeletak di meja depannya. Lalu mengganti lagu-lagu galau yang sengaja disetel untuk menggangguku dengan lagu instrumen berirama lembut kesukaannya. Mendinginkan ruangan yang mulai terasa panas—dalam arti kiasan.
Nagata menoleh memandangku. "Makanya waktu dia lihat lo cipokan dengan Shirin, dia jadi bingung. Mungkin dia berpikir, oh ternyata selama ini gue nggak dianggep lebih oleh Kei. Nggak spesial pake telor. Buktinya Kei dengan gampang menemplok ke cewek lain."
Aku meringis mendengar pilihan kata Nagata. "Cipokan pala lo peyang! Gue nggak ME-nemplok cewek, tapi DI-templok. Beda maknanya, Ga!" sanggahku memperjelas. "Sebelum gue sempet lepasin pelukan Shirin, Binar tiba-tiba udah muncul aja. Mana iblis itu pake acara ngarang berita nggak bener di depan Binar pula!" Aku membela diri.
Nagata sudah tahu cerita lengkap Drama Sabtu Sore saat malam-malam menemukanku termenung di ruang duduk sepulang menyusul Binar yang gagal. Saat itu, ia tidak menyalahkan atau mengomentari ceritaku. Nagata dengan sabar mendengarkanku mengeluarkan unek-unek sampai aku capek.
Bibir Nagata mencebik. "Atau bisa aja Binar berpikir, oh, jadi selama ini Kei baik ama gue karena cuma sahabatan doang. Ternyata Kei nggak cinta ama gue, cintanya ama iblis cantik itu. Pantes selama ini dia nggak pernah ngomong apa-apa, gue aja yang ke-ge-er-an. Nggak salah kan, kalau dia mikir gitu, Kei?"
Nagata kembali mencerocos melihatku tetap tak merespons. "Karena lo nggak pernah ngomong cinta pada Binar, makanya semua jadi nggak jelas. Abu-abu. Blur. Ngambang!" ujar Nagata beruntun. "Makanya lo ngomong aja terus terang ama Binar. Biar clear urusannya. Lo nggak galau, Binar juga tahu pasti dimana posisi dia. Trus lo jelasin tentang Shirin sekalian. Beres, kan? Gitu aja kok repot!"
Aku kembali merebahkan badanku ke sofa bed. Memandang langit-langit polos ruang duduk yang tak berornamen.
"Kenapa lagi?" Wajah Nagata berubah serius melihatku yang berbaring diam tak bersuara. "Galau mlulu, lo! Kayak Khawla pas lagi mens aja!"
Aku melepaskan napas berat, pertanyaan-pertanyaan yang berkecamuk di benakku tak mau hilang. "Gue nggak yakin Binar juga merasakan hal sama, Ga."
"Kenapa tidak?"
Aku menatap Nagata gusar, "Duh, Ga. Gue dengan Binar itu beda umurnya jauh. Delapan tahun, man! Dia masih piyik gitu, apa mau dengan om-om macam kita."
"Kita?" Nagata meralat, "Lo aja kali, Kei! Gue kagak!"
Aku bertambah dongkol. Kepalaku terasa berat. "Gap umur kami terlalu jauh, walau sebenarnya kalau di sisi gue, it's not a big deal." Aku berkata dengan yakin. Bagiku tidak masalah di perbedaan umur. Aku yakin Binar bisa mengimbangiku. Aku hanya tidak tahu bagaimana pendapat Binar terhadap perbedaan umur ini—itu juga jika Binar mempunyai perasaan yang sama padaku.
"Binar juga masih kuliah. Bapaknya melarang keras dia pacaran sebelum lulus. Kalau gue nembak Binar dan ternyata dia juga suka ama gue, trus gue dan dia mau ngapain? Pacaran?" Keningku berkerut. "Kan bapaknya ngelarang? Gue nggak mau backstreet-an. Kasihan Binar."
"Yah, gue nggak tahu, Kei." Nagata mengangkat bahu. "Mau ngapain setelah lo jujur ngungkapin perasaan, itu terserah lo. Mau cipokan kek, atau mau ena-ena kek ... bukan urusan gue."
Aku mengeplak bahu Nagata kencang. "Mesum aja yang lo pikirin, Ga!"
Nagata terbahak. "Alaah! Kayak lo nggak aja, Kei. Gue tahu apa yang lo pikirin kalau lagi lihatin bibir Binar. Persis seperti yang lo suka, kan?"
Tak sadar aku tersenyum sendiri. Nagata tahu benar aku aku menyukai wanita berbibir penuh seperti Binar. Walaupun sejak SMA aku tidak pernah sekali pun mempunyai pacar dengan kriteria fisik seperti itu. Terakhir malah berpacaran dengan Shirin yang berbibir tipis. Bibir Binar tidak terlalu lebar seperti Angelina Jolie, tapi sama penuh. Lebih mirip bibir Ariel Tatum. Menggemaskan.
"Kei!" Nagata menepak pahaku kencang. Ia buru-buru menunjukkan layar ponsel yang dipegangnya ke arahku. "Lihat!"
Sontak aku bangun terduduk dan segera menyambar ponsel Nagata. Layarnya menampilkan foto unggahan Khawla di laman medsos-nya. Terlihat Khawla sedang berada di ruangan yang aku yakin adalah sebuah kamar rumah sakit dengan tempat tidurnya yang khas. Tirai tinggi berwarna krem sampai ke langit-langit, nakas besi warna putih dengan botol air mineral dan beberapa mangkuk kecil dan parsel buah di atasnya, ditambah dinding ber-wallpaper garis biru muda dengan beberapa stop kontak di kepala ranjangnya.
Khawla tampak berbincang dengan seorang temannya di sisi tempat tidur dimana seorang gadis berhijab berbaring lemah. Gadis yang berbaring itu berselimut senada dengan tirai di belakangnya, lengkap beserta selang infus menggantung di tiang hospital bed. Tak nampak jelas wajahnya karena ia berpaling menghadap Khawla. Tangan kanan gadis yang bebas tidak diinfus itu memeluk erat laptop tipis berwarna silver yang tertutup. Laptop yang bagiku tidak tampak asing karena ada stiker grafis bangunan Tokyo Sky Tree di salah satu pojoknya. Seperti stiker yang dipasang Binar pada punggung laptop hadiah dariku.
"I love your present, a lot! Aku tempeli stiker agar selalu mengingat saat menyenangkan di sini, seperti memandang Tokyo Sky Tree dari Sumida Park." Katanya saat kutanya mengapa laptopnya ditempeli stiker. Aku memandang layar ponsel Nagata dengan hati tercabik. Senyum getir terlintas mengingat masa-masa membahagiakan itu.
"Nggak usah khawatir, Mas. Aku akan menjaga diri. Anggap saja laptop ini sebagai representatif Mas Varo selama kita nanti berjauhan. Jadi aku nggak kesepian meski sendirian." Aku kembali teringat ucapan Binar ketika aku menelponnya untuk berpamitan, sesaat sebelum keretaku berangkat menuju Tochigi waktu itu.
Aku masih memandangi layar ponsel Nagata. "GWS Girl! So we can kick his a** who has made you miserable lately." Tulis Khawla pada foto unggahannya.
Hatiku terasa perih, jelas Binar adalah gadis yang sedang terbaring sakit dalam foto Khawla. Dan dia sedang terbaring tak berdaya memeluk barang pemberian dariku yang sangat disayanginya. You're totally wrong, La, I am as miserable as her.
Aku memandang Nagata pilu. "Saat gue yakin kalau Binar punya perasaan yang sama seperti gue, kenapa saat gue udah jauh dari dia, ya, Ga?"
________________________
Eaaa ...Salam pilu,
A
01.05.2019
_________________________
KAMU SEDANG MEMBACA
Hanami di Sumida [ COMPLETED ] - Seri: Love Will Find a Way (1)
RomanceHighest rank #1 Metropop 06.04.2019 - 11.04.2019 Kei tak lagi berusaha untuk melawan takdir. Ia menjalani hari-hari seperti yang sudah digariskan untuknya. Tak lagi mempertanyakan mengapa segala sesuatu yang tidak menyenangkan terjadi pada dirinya...