Hanami di Sumida - 21. Good Companion

1K 136 13
                                    

Good food and good companion
bring happiness
(Binar Usa Ramadania)


____________________________

Benar saja. Kami masih dapat tempat duduk di kedai ramen bersertifikat halal dengan tanda yang terpampang jelas di pintu masuk. Aku langsung memesan ramen spesial untuk kami berdua karena Binar bingung dengan pilihan menu yang ada.

Kami saling memandang dan tersenyum geli mendengar suara seruputan kuah di sana sini dari pengunjung yang sedang menikmati ramen. Kalau di Indonesia mungkin terdengar tidak sopan. Namun disini hal itu lazim dilakukan sebagai pertanda kalau pengunjung mengakui kepiawaian koki atas masakan lezat yang dihidangkan.

"Coba kulihat sebentar laptop kamu." Aku berkata saat menunggu pesanan datang. Di dalam kedai terasa lebih hangat karena ruangannya berpenghangat udara. Jadi aku membuka beanie, syal, dan sarung tangan, lalu menyimpannya ke dalam satchel yang kusampirkan di sandaran kursi kayu yang kududuki. Binar mengikutiku, menyimpan miliknya ke dalam ransel sambil mengeluarkan laptop kesayangannya.

"Aku tadi sempat ke student center, Mas. Kebetulan pas nggak antri kalau cuma buat nge-print doang. Jadi materi hari ini beres." Binar berkata sambil menyerahkan laptop berwarna putih. Merek terkenal, tapi masih model lama karena memang juga sudah lama dimiliki Binar. Ia lalu menarik napas panjang, wajahnya kembali terlihat kesal, "Cuman aku harus ngerjain tugas dari materi yang udah aku cetak tadi. Eh, malah dianya innalillahi."

Aku menerima laptop Binar lalu mencoba menyalakannya. "Kapan dikumpulkan?"

"Heh?"

"Tugas kamu."

Bibir Binar membentuk huruf O. Ia lalu menjawab, "Ooh..., Senin depan. Tapi kalau nggak ada laptop apa, ya, bisa selesai tepat waktu? Beberapa materi harus dicari dulu literasinya di internet. Di student center juga pasti antre dulu sebelum bisa makai. Ribet banget ngerjainnya kalau hanya mengandalkan ponsel."

"Tadi batereinya pas habis apa masih penuh?" tanyaku lagi saat gagal menyalakan laptop meski sudah menghubungkannya ke stopkontak yang tersedia di bawah meja dekat tempat kami duduk.

"Masih ada, kok."

"Blue screen dulu nggak sebelum mati?"

"Nggak. Mati gitu aja."

"Sebelumnya sering panas nggak kalau pas dipakai?"

"Iya. Sering."

Aku meringis mendengar jawabannya. Dari gambaran Binar, kemungkinan bisa motherboard-nya yang bermasalah. Agak susah memperbaikinya jika memang bagian itu yang rusak. Namun setidaknya data-data di laptop mungkin masih bisa selamat.

"Kenapa, Mas?" Binar memperhatikan perubahan wajahku. "Dataku gimana, ya? Ilang nggak tuh?" tanyanya khawatir.

Aku menggeleng, mencoba menenangkan Binar. "Udah, tenang aja. Semoga nggak apa-apa. Nanti kita lihat lagi di apartemen, ya."

Namun nampaknya kata-kataku kali ini tidak berhasil menenangkan Binar. Raut mukanya makin bertambah keruh.

"Simpen dulu deh, Nar. Tuh pesanannya datang." Aku memerintah Binar menyimpan laptopnya ketika mbak waitress bermata sipit dengan seragam putih datang meletakkan mangkuk ramen pesanan kami.

"Tabete kudasai(1)!" kata waitress itu tersenyum ramah.

Aku menjawab sambil menundukkan kepala. "Arigatou gozaimasu."

Uap panas mengepul keluar dari mangkuk besar yang dihias cantik dengan berbagai macam topping

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Uap panas mengepul keluar dari mangkuk besar yang dihias cantik dengan berbagai macam topping. Ada potongan daging ayam, telur rebus, daun bawang, sayuran, dan selembar nori mengelilingi tumpukan mi berkuah cokelat bening. Aroma gurih seketika merasuk indera penciumanku. Gurih dan panas. Perpaduan yang cocok saat udara dingin seperti ini.

"Itadakimasu!" ucapku kepada Binar.

"Bismillahirrohmanirrohiim," Binar berkata pelan. Ia lalu menjawabku, "Itadakimasu!"

Aku meliriknya sambil meringis malu. Seharusnya aku tak lupa membaca doa dahulu sebelum makan, tapi secara tidak langsung Binar selalu punya cara untuk mengingatkanku. Aku lalu mengucapkan basmalah dalam hati dan mulai menyantap ramen pesananku.

Aku mengeluarkan erangan lirih saat sumpitan ramen pertama mulai menjejak lidahku. Benar-benar gurih dan lezat. Mi-nya juga kenyal dan empuk. Berbeda dengan mi yang ada di Indonesia. Rasanya khas ramen Jepang. Gurih, manis, dan lembut. Pas di lidah.

"Enak, kan?" tanyaku mendengar suara seruputan yang tak sengaja keluar dari mulut Binar.

Binar tak menjawab karena mulutnya masih penuh dengan makanan. Namun ia mengangguk tanda setuju, dan jempol tangan kirinya teracung. Aku mengamati wajah Binar yang sedang khusyuk menikmati ramen miliknya. Ketegangan--karena memendam kesal--di wajahnya berangsur luruh. Berganti dengan rasa puas karena merasakan kelezatan makanan.

"Tahu nggak, Mas. Awalnya aku ragu-ragu waktu Mas ngajak makan ke sini," kata Binar. Aku melirik ramen di mangkuknya yang tinggal sedikit. Ia tampaknya tak ingin membuang waktu untuk menghabiskan ramen miliknya dengan cepat.

"Huh? Kenapa?"

"Soalnya aku sedang kesal, Mas Varo malah ngajak makan ..."

Aku terdiam. Menunggu Binar menyelesaikan kalimatnya.

Binar lalu melanjutkan, "lalu aku teringat ada yang pernah bilang bahwa good food and good companion bring happiness." Binar berhenti berbicara, lalu menghabiskan ramen miliknya hingga licin tak bersisa. "Jadi aku merasa lebih baik sekarang. Makanannya enak, pake banget. My companion? Nggak usah ditanya, dia baik juga."

Aku tersenyum senang. "So, are you happy now?"

Binar tersenyum lebar menampakkan deretan gigi putih rapinya. "Yes, I am. Thank you so much."

Ah, reputasi Master Kei memang masih layak diperhitungkan.

Ah, reputasi Master Kei memang masih layak diperhitungkan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


(1) Silahkan makan
_________________________

Duh, Kei. Kamu bisa-an ajaaa ... 😉

Salam ramen,
A
02.04.2019
__________________________

Hanami di Sumida [ COMPLETED ] - Seri: Love Will Find a Way (1)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang