"Jika kau menolak perjodohan ini maka silahkan angkat kaki dari rumah ini dan hapus marga Lee dari namamu."
Yah, kini ucapan tuan Lee benar-benar terbukti. Lee- ah tidak, Jooheon, hanya Jooheon saja. Jooheon yang terbiasa hidup bergelimang harta sekarang harus hidup kekurangan. Jooheon harus bekerja demi mendapatkan uang untuk melanjutkan hidup. Apalagi ia tidak sendirian, ada satu -mungkin dua- nyawa lagi yang harus dia jaga.
Im Changkyun dan calon bayi mereka.
Itu benar, Jooheon dan Changkyun adalah sepasang kekasih. Meskipun dari awal keluarga Jooheon tidak menyetujui hubungan mereka, Jooheon tetap mempertahankan cintanya.
Alasan klasik memang, karena Changkyun bukan dari keluarga berada. Changkyun hanyalah seorang anak yatim piatu yang bahkan tidak tahu siapa orang tuanya.
Berbanding terbalik dengan keluarga Jooheon, keluarga Lee, pemilik Lee Group yang bekerja di bidang industri makanan terbesar di Korea, mengharuskan Jooheon untuk memiliki pasangan hidup yang dianggap sederajat oleh orang tuanya.
Tapi Jooheon tidak peduli, ia hanya mencintai Changkyun, ia hanya butuh Changkyun. Maka dari itu ketika sang ayah menawarkan perjodohan dengan putri bungsu keluarga Jung -pemilik J hotel-, Jooheon mati-matian menolak. Apalagi saat ia tahu jika Changkyun tengah berbadan dua, semakin bertambahlah alasan Jooheon untuk menolak perjodohan itu.
Jooheon rasa hidup tanpa harta akan jauh lebih baik daripada harus hidup tanpa Changkyun.
Setidaknya itulah yang dipikirkan oleh Jooheon sekarang.
1 bulan kemudian...
Jooheon membaringkan tubuhnya di atas sofa usang, menutupi wajah lelahnya dengan lengannya. Seharian ini -bahkan dalam sebulan ini- Jooheon sudah pergi ke sana kemari untuk mencari pekerjaan dengan gaji yang layak. Namun tidak ada hasil yang didapatkan.
Kepalanya terasa berat karena memikirkan banyak hal.
Harus kemana lagi ia mencari pekerjaan?
Bagaimana ia menghidupi Changkyun dan calon bayi mereka jika keuangannya sendiri mengalami kesulitan?
Apa yang harus ia lakukan?
Usapan lembut di kepalanya membuat Jooheon menyingkirkan lengannya untuk dihadapkan pada satu wajah dengan senyuman manis terukir di bibir tipis berwarna pink alami itu.
"Kau mau mandi? Aku sudah siapkan air hangat untukmu."
Jooheon tersenyum mendengar suara lembut Changkyun.
"Duduklah disini."
Jooheon kemudian sedikit bangkit, memberi ruang untuk Changkyun agar kekasihnya itu bisa duduk kemudian menggunakan paha Changkyun sebagai bantalnya. Jooheon melingkarkan kedua tangannya di pinggang Changkyun dan membenamkan wajahnya di perut -yang masih rata- Changkyun.
"Kau tahu, aku masih belum mendapatkan pekerjaan."
Changkyun tersenyum dan tangannya kembali mengusap kepala Jooheon.
"Jangan terlalu memaksakan diri. Lagipula aku masih memiliki tabungan. Cukup untuk memenuhi kebutuhan beberapa bulan kedepan."
Jooheon melepaskan pelukannya dan menatap wajah Changkyun.
"Tidak, tidak. Itu sudah menjadi kewajibanku sayang. Jadi lebih baik kau tetap simpan tabunganmu dan aku akan mencari pekerjaan lagi besok."
Changkyun tidak mau membantah dan memilih untuk mengalah.