Jooheon sedang menatap pemuda manis yang terlihat sibuk memandangi interior mewah apartemen Jooheon itu.
Pemuda manis yang baru saja resmi menjadi istrinya 1 jam yang lalu melalui pemberkatan pernikahan di gereja.
"Ehem..."
Changkyun -pemuda manis itu- menoleh pada Jooheon dengan senyuman polosnya.
"Jadi... kau bisa masak?"
"Tidak bisa."
"Bersih-bersih rumah?"
"Tidak bisa."
Jooheon mengusap wajahnya dengan gusar. Apa yang ada di pikiran ibunya hingga menikahkannya dengan pemuda berusia 20 tahun yang tidak bisa melakukan apa-apa?
Jooheon tahu jika umurnya sudah cukup matang untuk menikah. Usia 28 tahun tidak bisa dibilang muda lagi.
Tapi kenapa dia harus menikah dengan pemuda yang tidak bisa melakukan apa-apa sedangkan Jooheon sendiri butuh seseorang untuk mengurusnya?
Apa ibunya sudah g- Ah, Jooheon menghentikan pikirannya sendiri dan menatap Changkyun dengan datar.
"Kalau begitu aku akan mempekerjakan asisten rumah tangga." Ucap Jooheon yang hanya diangguki oleh Changkyun.
"Hyung, lalu apa yang bisa kubantu?"
"Memangnya kau bisa apa?"
Changkyun menggeleng polos. "Changkyun tidak bisa masak, mencuci baju, membersihkan rumah. Changkyun tidak bisa semuanya."
"Ya sudah, serahkan saja semuanya pada asisten rumah tangga. Kau tidak perlu melakukan apa-apa."
"Ah! Tapi Ibu bilang Changkyun harus bisa melayani Jooheon hyung! Kalau itu saja Changkyun bisa!"
Sepertinya Changkyun terlalu polos hingga mau-mau saja percaya pada ibunya.
"Memangnya ibu mengatakan apa saja padamu?"
"Eum... Changkyun harus melayani Jooheon hyung. Changkyun harus bisa mengangka-- hmmppph~"
Jooheon segera membekap mulut Changkyun. "Astaga, apa yang sudah ibu ajarkan pada bocah sepolos dirimu?" Gerutu Jooheon.
"Sudah, jangan diteruskan." Ucap Jooheon sambil melepaskan Changkyun.
"Kamar mu ada di sebrang kamarku dan jika kau butuh sesuatu, carilah sendiri. Obat-obatan umum ada di dapur dan untuk kunci apartemen, kau harus menunggu karena kunciku sedang di duplikatkan."
"Eung~ Changkyun mengerti hyung. Tapi kenapa harus pisah kamar? Kata ibu Changkyun harus tidur 1 ranjang dengan Jooheon hyung agar cepat mendapatkan adik bayi. Memangnya dengan tidur seranjang dengan Jooheon hyung bisa mendapatkan adik bayi ya?" Tanya Changkyun dengan tatapan polosnya yang membuat Jooheon kesal sekaligus gemas dalam waktu bersamaan.
Jooheon menghembuskan nafasnya kesal, berusaha sabar menghadapi tingkat kepolosan Changkyun yang bahkan melebihi keponakan kecilnya.
"Sudahlah, hal itu kita bicarakan lain kali saja, sekarang istirahatlah."
"Ne hyung~"
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Changkyun pagi ini sudah bangun dengan sangat bersemangat. Hari ini merupakan hari pertamanya untuk kuliah dengan status sebagai istri seorang Lee Jooheon yang entah kenapa membuat Changkyun sangat bahagia.
Hal pertama yang Changkyun lakukan setelah bangun tidur adalah duduk di atas kasurnya sambil memandangi cincin pernikahannya yang melingkar di jari manis kanannya.
"Lee Changkyun..." gumam Changkyun sambil tersenyum dan tetap memandangi cincin emas putih yang sangat disukainya itu.
"Ehe~"
***
Jooheon menuju dapur dan sedikit terkejut saat melihat Changkyun sudah menyiapkan sarapan sederhana, hanya sereal, susu dan juga roti selai.
Changkyun yang menyadari kehadiran Jooheon pun menghentikan kegiatannya dan memasang senyuman manis di wajahnya.
"Selamat pagi hyung!"
"Eum... pagi juga. Kau yang memasak semua ini?"
Changkyun menggeleng. "Changkyun kan tidak bisa memasak hyung. Changkyun hanya menyiapkan ini saja."
Changkyun kemudian terdiam dan menundukkan kepalanya sambil memilin ujung apron yang dikenakannya. "Maaf ya hyung..."
Jooheon mengerutkan keningnya dengan bingung. "Kenapa minta maaf?"
"Karena Changkyun tidak bisa masak dan melakukan pekerjaan rumah tangga."
Jooheon bisa melihat bahu Changkyun sedikit bergetar dan Jooheon berinisiatif untuk mendekati pemuda mungil yang sudah menjadi istrinya itu.
Jooheon memegang pundak Changkyun, membuat pemuda mungil nan manis itu mengangkat wajahnya dan Jooheon beralih menangkup wajah Changkyun. Dilihatnya mata Changkyun yang sedikit memerah dan berair.
"Tidak apa. Aku tidak masalah dengan itu. Aku menikah denganmu supaya aku bisa menyayangimu dan mencintaimu, bukannya untuk menjadikanmu pembantu rumah tangga. Changkyunn mengerti kan?"
"Eung~ Tapi kata eomma, Changkyun harus bisa mengerjakan pekerjaan rumah tangga, harus bisa memasak dan melayani hyung. Kata eomma jika Changkyun tidak bisa melakukan semuanya... nanti... hiks... nanti Jooheon hyung akan mencari istri lagi... hiks... Changkyun tidak mau seperti itu."
Jooheon tertawa kecil apalagi saat kedua kepalan tangan Changkyun itu sibuk menghapus air mata yang sudah mengalir.
Jooheon memegang tangan Changkyun dan menggantikannya dengan ibu jarinya. Dihapusnya air mata yang sudah mengalir di pipi gembil Changkyun itu dengan lembut.
"Hei, tidak akan seperti itu hmm. Percaya padaku."
Changkyun terdiam dan menatap Jooheon dengan mata sembabnya kemudian mengangguk pelan. "Changkyun percaya Jooheon hyung."
"Nah, kalau begitu sekarang kita sarapan dulu ya. Setelah itu hyung akan antarkan Changkyun ke kampus."
Changkyun menganggukan kepalanya lagi dan sepertinya sudah melupakan kesedihannya yang takut ditinggalkan oleh Jooheon karena tidak bisa memasak.
Keduanya kemudian menghabiskan sarapan mereka dengan suasana hangat, diselingi candaan dari Jooheon dan juga suara tawa Changkyun yang mulai sekarang menjadi favorit seorang Lee Jooheon.
END
Good morning!
Awali hari dengan yang manis-manis~
"Karena