"Ah, lelahnya!"
Lee Jooheon, pemuda berusia 22 tahun itu sedang berjalan sambil merenggangkan otot tubuhnya yang terasa pegal.
Melihat jam usang di tangan kanannya, Jooheon mengerutkan keningnya. "Sudah tengah malam ya." Gumamnya.
Jooheon baru saja menyelesaikan shift-nya bekerja di bar. Biasanya Jooheon akan langsung pulang ke kontrakannya dan bergelung nyaman di balik selimut buatan mendiang ibunya.
Tapi entah kenapa, untuk hari ini kakinya melangkah dan membawanya ke sungai Han.
"Huh? Untuk apa aku kemari?" Gumamnya bingung.
Jooheon melihat sekitarnya.
Sepi...
Tidak terlalu banyak orang disana karena memang ini sudah tengah malam.
Tapi mata Jooheon menangkap seseorang dengan gerak-gerik aneh di pinggir jembatan.
"Apa yang- astaga!"
Jooheon segera berlari mendekat saat pemuda itu mulai memanjat pembatas pagar. Dengan cepat namun tetap berhati-hati, Jooheon menarik bagian belakang baju pemuda itu, menyebabkan keduanya jatuh dengan Jooheon yang berperan sebagai alasnya.
"Akh!" Benturan di kepala, siku dan punggungnya memang tidak terlalu keras tapi cukup menyakitkan juga jika ditambah dengan beban di atasnya ini.
"Apa yang kau lakukan?"
Jooheon membuka matanya yang terpejam dan mendapati sepasang mata cantik yang terlihat kosong itu sedang menatapnya.
"Apa maksudmu? Harusnya aku yang bertanya seperti itu." Balas Jooheon.
"Kau tidak seharusnya menyelamatkanku!"
"Hah?"
"Brengsek!"
Pemuda itu bangkit kemudian berjalan meninggalkan Jooheon.
"Hey tunggu!"
Jooheon segera bangkit dan menyusul pemuda itu.
"Mau apa kau?" Tanyanya datar.
"Mengantarmu pulang dan memastikan kau tidak berbuat aneh-aneh."
"Bunuh diri bukan hal yang aneh."gumam pemuda itu.
"Hadapi masalahmu. Memang apa gunanya jika kau bunuh diri? Apa kau tidak memikirkan orang tuamu?"
Jooheon tidak habis pikir. Semua orang di dunia ini pasti punya masalah sendiri. Tapi menyelesaikannya dengan bunuh diri? Hah! Itu pemikiran paling konyol bagi Jooheon.
"Tapi aku hanya akan jadi aib keluarga jika tetap hidup."
Jooheon memandang iba sosok pemuda yang sedang menunduk dengan bahu bergetar itu.
"Hey, bicarakan saja baik-baik dengan keluargamu. Mereka pasti akan mengerti."
Jooheon tidak tahu kenapa ia tiba-tiba jadi peduli pada masalah orang lain, padahal biasanya Jooheon tidak akan peduli. Baginya, masalah di kehidupannya saja sudah cukup merepotkan jadi tidak perlu mengurusi masalah orang lain.
Tapi kali ini berbeda. Entah bagaimana hati Jooheon terketuk hingga ia mempedulikan pemuda yang sekarang sudah mulai menangis di hadapannya itu. Dan entah sejak kapan, Jooheon sudah menarik pemuda itu ke dalam dekapannya, membiarkan air matanya membasahi kemeja yang dikenakannya.
"Sstt, sudah, sudah. Semua pasti akan ada jalan keluarnya." Bisik Jooheon penuh... sayang? Entahlah, Jooheon juga baru kali ini bisa berucap selembut itu pada orang asing.