[17] : |Reddyka Wardha|

624 20 3
                                    

Minggu malam bukannya belajar aku malah bertelpon ria dengan Reddy di ujung sana.

"Lo belum tidur?" tanyaku.

"Belum. Aku kan 24 jam buat kamu. Karena kamu kan nomor satu." Ucapnya dengan separuh tertawa.

"Jujur ya Dy. Gue sekolah di SMA Pancasila belum tahu karakter lo. Ternyata bisa kek gitu juga, ya?"

"Ah, itu mah kecil." Mendengar jawaban Reddy aku hanya tertawa pelan.

"Eh, besok lo bareng sama Prisma?" tanyanya.

"Nggak. Kalau bareng biasanya ada janji dulu sih."

Reddy hanya ber-oh ria.

"Emangnya kenapa?" tanyaku memastikan.

"Gue jemput, mau?"

Seketika aku langsung menggigit selimut yang membungkus separuh tubuhku. Aku sangat senang. Aku menjauhkan ponsel dan menimbunnya di bawah bantal. Setelahnya aku tertawa karena senang. Aku mengambil ponsel kembali dan menormalkan suaraku.

"Boleh-boleh aja."

"Sip! Gue jamin lo nggak bakalan telat kayak waktu itu." Ucap Reddy dengan mantap.

"Gue boleh tanya sesuatu, Dy?"

"Apa?"

"Lo punya pacar?" tanyaku hati-hati. Aku memejamkan mata karena takut jika jawabannya tak sesuai ekspetasiku.

"Nggak. Kenapa?"

Ah, lega sekali.

"Nggak apa-apa. Cuman tanya. Siapa tahu aja ketos gebetannya banyak." Ucapku dengan separuh tertawa.

"Lo bisa aja."

"Bisalah! Mira!" jawabku dengan senang.

"Nama gue di ponsel lo apa?"

"Ha?" aku bingung dengan maksud Reddy.

"Nama gue di ponsel, lo kasih nama apa?" jelasnya sekali lagi.

"Ya ... Reddy lah!" jawabku gugup.

"Nggak ada embel-embel apa gitu?"

"Nggak. Kenapa?"

"Yah, padahal nama lo di ponsel gue, gue kasih nama miyang." Ucapnya terdengar kecewa.

"Miyang?"

"Iya. Mira sayang."

Aku kembali menggigit bantal. Biarkan semua terkena air liurku. Aku tak peduli. Besok akan kucuci. Senang edisi dua.

"Em, kalau gitu nanti gue ganti deh nama lo." Ucapku sambil menetralkan detak jantungku yang semakin cepat dan kuat.

"Diganti apa?"

"Wayang."

"Wayang?" tanyanya keheranan.

"Iya. Wardha Sayang." Aku menahan teriakan yang sangat ingin kukeluarkan. Terdengar Reddy terkekeh di seberang sana.

"Kalau gitu jadi makin sayang deh." Ucap Reddy sambil terkekeh pelan.

"Emangnya kenapa sayang?" tanyaku memancing.

"Nggak apa-apa kog, Sayang." Jawabnya menggombaliku.

Dag dig dug

Aku harus mencatat hari, jam, menit bahkan detik ini. Ini sejarah dalam kisahku. Kisahku mencintaimu.

**********

Roda memang berputar. Namun ketahuilah, cintaku padamu tak kan pernah pudar.

—JAM

KEJORA |Completed| ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang