[13] : |Dasar Gombal!|

720 19 2
                                    

Aku sekarang berada di rumah Tante Azma. Niatnya ingin mencari Prisma dan minta maaf atas kejadian sore tadi. Namun, hingga malam begini Prisma belum juga pulang.

"Prisma itu agak aneh akhir-akhir ini, Mir. Sering pulang malem. Tante itu juga khawatir, tapi Prisma selalu bilang dia baik-baik aja. Emangnya kalau boleh tahu, kalian ada masalah, ya?" tanya Tante Azma.

Aku langsung mengerutkan kening ketika ditanya seperti itu. Antara aku dan Prisma tak ada masalah sama sekali menurutku.

"Nggak, Tan."

"Tante agak cemas. Sejak neneknya ke sini, ada yang berub-"

"Assalamualaikum, Tante!"

Ucapan Tante Azma terpotong oleh sapaan salam dari Prisma yang baru datang. Aku dan Tante Azma refleks menoleh ke sumber suara.

"Mira? Sejak kapan lo di sini?" tanyanya terkejut melihatku.

"Sejak gue masih embrio." Jawabku cuek.

Prisma tertawa menaggapi ucapanku. Sedangkan Tante Azma langsung masuk ke dalam untuk menidurkan Debby. Ia kemudian duduk di sampingku.

"Lo mah bentar sejak embrio. Lah gue? Sejak sekrup ditemukan Archimedes di Yunani tahun 200 sebelum masehi sampai sapi ngelakuin autotomi nggak bakalan dilirik sama sekali. Yakin."

Aku tertawa karena apa yang diucapkannya sama sekali tak waras. Tak sehat untuk dicerna.

"Lo makin tua bicaranya makin aneh ya?" candaku.

"Masih marah?" tanya Prisma padaku.

Aku terdiam sejenak dan menggelengkan kepala.

"Sorry ya Pris tadi sore gue dorong lo. Itu gerakan refleks sih. Sorry ya? Dimaafin nggak nih?" tanyaku pura-pura ngambek melihat Prisma tak menggubrisku.

"Kog diem? Yaudah, gue yang marah."

"Eh eh eh! Kog marah sih?! Amir yang comel, jangan marah dong." Godanya.

"Nggak. Pokoknya marah. Titik." Ucapku sambil memanyunkan bibir.

"Eh lihat nih. Foto kita kemaren gue edit nih. Keren, kan?"

Ah, Prisma memang selalu berhasil membuatku tidak marah. Aku meraih lembaran foto yang sudah ia print out di tangannya.

"Ini ada efek dinginnya, ya?" tanyaku sambil meneliti fotoku di sana.

"Iya. Efek boleh dingin. Tapi hatinya jangan."

"Gombal lo!"

"Gue nyium dia nyengir. Kalo senyum, makin cantik nih Amir." Tambah Prisma.

Aku tersenyum sangat lebar separuh tertawa. Ah, aku sangat bahagia Prisma memujiku cantik. Jarang-jarang Prisma memujiku. Bahkan bisa dihitung dengan jari.

"Mir?"

"Iya?"

"Ayo bales pantun, yuk?"

Aku mengangguk.

"Saos tomat campur tahu. Jawab!" perintahnya padaku.

Hampir satu menit aku diam dan  berpikir. Setelahnya aku tersenyum dan langsung menjawab.

"Hai sobat, i love you."

**********

Aku memang tak pernah tahu keadaan. Dia sungguh namun aku hanya singgah. Dan saat aku sungguh, ia sudah lelah.

—JAM

KEJORA |Completed| ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang