Aku buru-buru masuk ke gerbang sekolah ketika melihat Prisma dengan motornya baru datang.
"Pris!"
"Prisma?" sapaku lagi ketika Prisma tak menjawab sapaan riang dariku seperti biasa.
"Lo kenapa, sih?" tanyaku ketika ia berbalik melewatiku. Aku ikut mengekor di belakangnya hingga ke dalam kelas.
"Prisma! Lo kenapa?" tanyaku kesal. Prisma sama sekali tak menggubrisku. Ia malah menggunakan earphone dan menyalakan musik.
Aku mengambil paksa earphonenya ketika ia malah mencoba untuk tertidur.
"Apaan sih, Mir?!"
Aku terkejut hingga mundur selangkah. Pertama kalinya Prisma membentakku. Untung saja baru beberapa siswa yang datang.
"Lo kenapa?" tanyaku pelan-pelan.
"Lo yang kenapa?!"
"Jangan bentak gue, Pris!" Balasku teriak sambil menunduk. Tangisanku mulai muncul. Bahkan kedua orangtuaku saja belum pernah membentakku seperti Prisma saat ini. Itulah alasan aku menangis.
Kulihat Prisma gelisah dengan apa yang telah dilakukannya. Namun aku tak bisa menghentikan tangisku sekarang juga.
"Maaf. Jangan nangis. Gue malu."
Aku mendongak ketika mendengar kalimat terakhir. Aku tak percaya Prisma akan mengatakan hal sesakit itu untukku.
"Pris! Lo kenapa, sih?!"
"Lo yang kenapa. Kenapa lo nggak bisa konsisten sama apa yang lo ucap?" tanyanya pelan.
"Gue pernah ngucapin apa sama lo?" tanyaku sambil terisak.
"Lo bilang kalo lo nggak-" Prisma terhenti untuk melanjutkan apa yang akan diucapkannya.
"Gue harap kita bisa temenan baik seperti saat gue dulu baru kenal lo. Semoga saja." Ucapnya lalu keluar dari kelas.
Saat aku berbalik ingin mencari udara segar, Lolli di ambang pintu sedang membawa buku milik Bu Sundari—guru geografi—untuk diletakkan ke meja guru.
Ia memandangku entah dengan raut wajah apa. Ingin marah, ingin menolong, entah lainnya. Aku masih terisak. Aku mendekat saat ia sampai di meja guru.
"Lol, lo boleh marah sama gue. Tapi jangan sama Ganis. Dia laki-laki baik." Kataku pelan.
Lolli terdiam. Matanya juga berkaca-kaca seakan ingin menangis.
"Gue cuma butuh sahabat yang baik. Yang nggak nusuk gue dari belakang."
"Nusuk dari belakang? Maksud lo apa sih, Lol? Jujur gue nggak paham."
"Gue mati-matian belajar setia sama Ganis. Tapi apa yang lo lakuin ke gue? Ah, bukan lo. Pasti Ganis yang ngelakuin ini ke gue. Dia pura-pura sama gue supaya bisa jagain lo. Gue baru ngerti. Gue bener-bener bodoh ternyata. Suka ngajarin hati tapi yang ngomong malah sering patah hati." Ucapnya sambil terisak sesekali tertawa meremehkan dirinya.
"Gue ngelakuin apa ke lo?" tanyaku bingung.
"Gue cuma mau pesen. Jangan jadiin Ganis sebagai pelampiasan lo dari Heven atau Reddy. Dia laki-laki yang paling gue sayang setelah Papa gue." Ucapnya lalu bergegas keluar dari kelas.
Aku masih tidak mengerti apa yang diucapkan oleh Lolli ataupun Prisma. Keduanya sama-sama membingungkan menurutku. Seharusnya jika ada masalah mereka membicarakan hal ini dengan baik-baik bukan dengan seperti ini. Keduanya menjauhiku seakan-akan aku yang paling bersalah di sini.
Aku berlari keluar kelas ingin mencari Reddy dan ingin menceritakan ini semua ke dia. Bagaimana aku harus bersikap. Tak jauh dari koridor aku melihat tubuh tegap Reddy dan memanggilnya. Saat ia berbalik aku mendekat.
"Dy, gue butuh lo sekarang." Ucapku tak banyak basa-basi.
"Lo habis nangis? Lo kenapa?" Tanyanya khawatir.
"Gue butuh lo. Sekarang."
"Sorry, Mir. Gue nggak bisa. Gue repot soalnya. Seminggu lagi gue udah free. Udah jadi murid biasa sama kayak lo. Mending lo masuk kelas dan banyak-banyak tarik napas supaya beban lo hilang." Setelah berkata seperti itu, Reddy menepuk pundakku sebanyak tiga kali dan melewatiku mengurus pekerjaan barunya akhir-akhir ini.
Semuanya tak ada yang peduli kali ini. Aku harus belajar mandiri menata hati. Pasti bisa. Semoga saja.
**********
Belajarlah mandiri dalam segi apapun termasuk hati. Karena saat tak ada yang percaya kita bisa menenangkannya sendiri.
—JAM
KAMU SEDANG MEMBACA
KEJORA |Completed| ✔️
Teen Fiction[KEJORA] : |KEtika JOdoh bermuaRA| Ini bukanlah kisah duniaku. Tapi sepenggal cerita tentang hidupku. Ini cerita tentang aku yang tak mau terus-terusan berurusan dengan permainan hati yang terkunci. Aku ingin mencoba membuka hati itu dengan kunci ya...