[58] : |Alumni|

375 17 8
                                    

"Mira!"

Suara bass yang familiar di telingaku membuatku menoleh. Heven. Aku melirik sekilas ke tangan kirinya yang menggenggam jari jemari milik Clara. Aku tersenyum lebar dan balik menyapanya. Mereka mendekat ke arahku dan Prisma.

"Beli apa?" tanya Heven.

"Jalan-jalan aja." Sahut Prisma dengan nada yang agak kesal.

"Oh.... Gimana kabarnya?"

"Baik." Lagi-lagi Prisma yang menjawab. Aku mendongak menatapnya. Wajah kesalnya muncul. Pasti dia cemburu. Huh, dasar!

"Mira, tadi aku dibeliin Heven es krim. Ini ada lebihan. Mau?" tawar Clara sopan. Ingin sekali sebenarnya, tapi untuk menjaga image di depan mantanku, aku menolaknya. Salah, kah?

"Yaelah, Mir. Gapapa kali. Emang sahabat lo itu mau beliin lo?" tanyanya yang wajahnya menunjuk pada Prisma. Dari nadanya aku tahu dia bercanda, tapi Prisma tetap menganggapnya serius juga.

Tab

Tangan kiri Prisma sudah merangkul bahuku dengan erat dari samping. Aku cukup terkejut.

"Kenalin. Gue Prisma Mahendra. Pacarnya Jihan Amira." Ucap Prisma dengan menekan kata 'pacar' dengan sorot matanya yang terlihat begitu tidak menyukai Heven.

"Kalian... pacaran?" tanya Heven dengan raut wajah yang begitu terkejut.

"Iya. Kenapa? Mau pacaran juga sama gue?"

Masih dengan nada kesal Prisma menjawabnya. Ada setitik rasa bangga yang muncul di hatiku. Prisma begitu menjagaku dan tidak ingin sekalipun kehilanganku. Ah, Prismaku.

"Wah!! Selamat, ya!" Clara justru memberikan selamat padaku yang sudah berprasangka buruk kepada dia sebelumnya.

Melihat senyum paksa di wajah Heven sepertinya membuat Prisma puas.

"Yaudah, kalo gitu gimana kalau kita makan siang. Kalian ikut aja. Gue traktir." Ucap Heven. Aku mulanya menolak, tapi Prisma mengiyakan ajakan Heven. Pada akhirnya aku menurut pada Prisma. Baru selangkah kita berjalan, seseorang membuat langkah kami berempat berhenti.

"Reddy?" Clara terlihat begitu terkejut dengan kehadiran Reddy.

"Tisa, sejak kapan kamu balik ke Bandung?" tambahnya pada gadis yang berjalan beriringan dengan Reddy.

"Kaya reuni aja. Mantan kamu ada, mantan calon juga ada, calon suami kamu juga. Gak deg-degan, ya?" bisik Prisma pelan di telingaku.

Aku tak menggubris ucapan Prisma. Aku dan Reddy masih saling mendiamkan diri sejak kejadian memalukan itu. Aku memperhatikan Tisa. Gadis manis seumuranku yang memiliki lesung di kedua pipinya. Lalu aku memperhatikan diriku sendiri. Burik sekali. Wajar saja Reddy menolakku karena ada yang lebih sempurna dariku.

"Kamu nggak usah ngelipet muka gitu dong, Sayang. Kan ada aku. Masa kamu tetep milih Reddy daripada aku?" bisiknya lagi.

"Ya kamu. Tapi masih kesel aja." Balasku berbisik juga.

"Lo? Lo bukannya mantan-" tunjuk Reddy pada Heven.

"Iya. Yang terpenting sekarang gue pacar sepupu lo."

"A-apa? Lo pacarnya Clara?!"

"Iya, Dy. Sorry gue belum bisa jujur sama lo. Gue takut lo marah. Tapi Heven orangnya baik kok. Lo tenang aja." Sahut Clara.

"Oh ya, kita semua mau makan siang bareng. Yuk kalian ikut juga. Gue juga lama nggak bincang-bincang sama Tisa. Btw, kalian udah resmi, nih?" cerocos Clara tanpa henti.

Tisa tersenyum malu dan mengangguk pelan. Reddy hanya menampilkan senyum tipis yang hampir tak terlihat. Aku memutar bola mata malas. Bisa-bisanya aku dulu masuk ke perangkap buaya darat seperti Reddy.

"Jadi nggak traktirannya? Udah kesel nih berdiri dari tadi?" sindir Prisma yang masih terlihat kesal.

"Jadi. Ayo." Ajak Heven. Setelahnya kami berenam menuju lokasi yang ditunjuk oleh Heven.

Heven. Pacar dan mantan pertamaku. Baik, manis, dan romantis. Empat tahun pacaran sejak SMP dan diakhiri dengan pengkhianatan ia selingkuh dengan Clara. Andai dia bercerita apa yang sesungguhnya, aku tak akan sebenci itu pada dia dulu. Yang terpenting sekarang aku sudah berteman baik dengannya.

Reddy. Cowok yang menawarkan bahu saat aku sedang kehilangan dan butuh sandaran. Kata-kata manis yang ternyata berakhir tragis. Bertepuk sebelah tangan.

Prisma. Laki-laki yang terdefinisikan bentuk cintanya. Dia adalah awal dan akhirku.

***********

Jangan sebut 'mantan'. Sebut saja alumni karena dulunya pernah mengisi hati.

—JAM

KEJORA |Completed| ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang