[39] : |Salah Makna|

427 16 0
                                    

"Mira! Cepetan, Nak! Udah siang ini!"
Teriakan Mama seketika memekakkan telinga mungilku. Aku segera berlari ke depan sambil menguncir kuda rambut panjangku. Senin dan pukul setengah tujuh. Pasti angkot banyak yang penuh dan suka ngetem jika jam segini. Aku menggerutu pelan.

"Mama kenapa sih teriak-teriak?" tanyaku sambil menyalami tangan hangatnya.

"Sejak kapan kalian baikan?"

"Ha?" aku tak mengerti dengan ucapan Mama yang masih sibuk menyiram bunga.

"Lihat samping kamu." Aku segera berbelok dan terkejut dengan siapa yang berdiri dengan kokoh di sana.

"Selamat pagi, Tuan Putri!" ucapnya seraya membungkukkan badan selayaknya pengawal istana.

"Pa-pagi. Lo ngapain di sini, Pris?"

"Hamba ke sini untuk menjemput Tuan Putri agar tidak terlambat ke sekolah." Balasnya lembut sambil tersenyum riang.

Aku tersenyum kecil lalu memeluk Prisma. Prisma juga balas memelukku.

"Udah nggak usah lama-lama pelukannya. Nanti telat loh." Ledek Mama.

Aku segera melepas pelukan itu dan mengerucutkan bibir ke arah Mama. Lalu Mama masuk ke dalam rumah meninggalkanku dan Prisma.

"Maaf ya, Mir?"

"Iya. Aku juga minta maaf kalau aku salah."

"Lo emang salah, Mir."

Nah, kan! Baru saja baikan, sudah membuatku kesal lagi. Prisma segera mengajakku untuk berangkat sekolah.

"Tumben banget bawa mobil? Motor kemana?" tanyaku setelah di dalam mobil. Namun Prisma hanya tersenyum. Aneh!

"Eh jalan ke sekolah tuh ke sana! Ini ngapain belok kanan?!" aku otomatis teriak karena Prisma mengambil jalan lain.

"Jemput Rima, Mir."

Tiga kata yang mampu mengunci bibirku. Aku kembali bersandar pada jok mobil dan menghadap jendela mobil. Aku juga aneh. Ternyata ini alasan dia bawa mobil. Kenapa aku berharap bahwa ia ingin memanjakan aku dengan mobil ini. Tapi tebakanku salah. Dia membawa mobil karena Rima.

"Rima baru pulang dari rumah sakit. Dia hari ini pengen sekolah. Kalau gue bawa motor nanti dia kepanasan. Dia nggak boleh kena panas sedikitpun. Kalo gue bawa mobil, gue juga bisa jemput lo." Terang Prisma. Posisiku masih sama. Menghadap pemandangan di luar jendela mobil.

"Semalem Lolli udah cerita ke gue soal semuanya tentang lo. Gue nggak tahu kalau lo dipermalukan sama Reddy waktu itu. Waktu lo bilang sayang ke Reddy, gue ada di sana juga. Tapi setelahnya gue pergi. Karena gue nggak suka lihat orang yang gue sa-" ucapan Prisma terhenti seketika.

Dan tanpa aku sadari, kepalaku sedari tadi sudah menghadap sepenuhnya ke Prisma. Dan mobil terhenti.

"Bentar ya, gue jemput Rima ke dalam." Prisma segera mengeluarkan payung dan berlari kecil ke arah Rima yang sudah menunggu di teras bersama mamanya. Senyum hangat Rima terpancar dari wajah imutnya. Prisma memeluk Rima dari samping untuk diajak masuk ke dalam mobil. Mataku memanas. Kenapa lagi-lagi perasaan tidak suka muncul? Ada apa ini?

"Eh, ada Kak Mira? Apa kabar, Kak?"

"Baik." Balasku sambil menghadap ke jok belakang di mana Rima ada di sana. Mobil kembali melaju. Aku menyalakan musik agar suasana tidak garing.

Bilur makin terhampar
Dalam rangkuman asa
Kalimat hilang makna
Logika tak berdaya

Di tepian nestapa
Hasrat terbungkam sunyi

"Entah aku pengecut.... atau kau tidak peka." Sambung Prisma di tengah-tengah lagu. Segitunya dia memberi kode pada Rima? Air mataku menetes. Aku segera mengusap pelan.

Ku mendambakanmu mendambakanku
Bila kau butuh telinga tuk mendengar
Bahu tuk bersandar
Raga tuk berlindung
Pasti kau temukan aku di garis terdepan

"Bertepuk dengan sebelah tangan..." Prisma kembali menyambung lagu itu.

Kau membuatku yakin
Malaikat tak selalu bersayap
Biar saja menanti

"Tanpa batas tanpa balas..."

Tetap menjelma cahaya di angkasa
Yang sulit tertampik dan sukar tergapai

Ku mendambakanmu mendambakanku
Bila kau butuh telinga tuk mendengar
Bahu tuk bersandar
Raga tuk berlindung
Pasti kau temukan aku di garis terdepan

"Meski hanya sebatas temann...
Pasti kau temukan aku di garis terdepan...
Bertepuk dengan sebelah tangan"

Prisma sepertinya sangt menikmati lagu itu untuk disampaikan pada Rima. Rima juga terus tersenyum mengarah pada kaca mobil yang memperlihatkan wajah tampan Prisma.

Habisnya lagu itu membuat dadaku semakin sesak. Sepuluh menit kemudian saat mobil sudah masuk di parkiran sekolah, aku segera turun tanpa mengucapkan sepatah katapun untuk Prisma maupun Rima. Aku tidak ingin mataku untuk menangis. Lagi dan lagi.

**********

Semua ada timbal baliknya. Jika bukan sekarang, mungkin nanti. Ingat itu dengan pasti!

—JAM

KEJORA |Completed| ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang