"Mira! Astaga!!!"Aku melonjak kaget saat susu cair yang aku tuangkan ke gelas tumpah.
"Ihh!! Jadi kotor kan mejanya. Buang-buang duit juga." Aku menatap Lolli dengan perasaan bersalah. Padahal tadi aku yang menyuruh ia membeli susu cair ini saat hendak kemari, pasalnya ini hari Sabtu—libur sekolah. Dengan uangnya pula tanpa niat ingin mengganti.
"Aku ganti deh." Itu yang pertama kali terlintas di pikiranku.
"Mubadzir! Uang hilang. Susunya juga." Omel Lolli padaku.
"Maaf, Lolli. Nggak sengaja." Tundukku lesu. Namun Lolli hanya diam.
"Gue minta maaf, ya?" rayuku lagi. Setelahnya, Lolli mengangguk pelan dan membersihkan meja makan di rumahku ini.
"Kita ke rumah Debby, yuk?"
Aku cukup kegirangan ketika Lolli mengajak ke rumah Tante Azma. Aku juga sedang merindukan anak lucu tersebut. Bahkan aku lupa jika tadi sempat membuat Lolli menahan marah karena susu yang tumpah.
Kami berdua berjalan kaki menuju rumah Tante Azma karena hanya butuh sekitar 500 meter jarak rumahku dengan Prisma. Sepanjang perjalanan, Lolli mengoceh terus menerus tanpa henti hingga satu topik membuatku penasaran.
"Oh ya Mir, lo tahu nggak? Ternyata Clara itu sepupunya Reddy."
"Serius?" tanyaku dengan tampang terkejut.
"Iya. Katanya sih Reddy itu udah lama naruh hati sama Clara. Tapi karena adanya ikatan darah keluarga, nggak dibolehin. Clara sih katanya sayang sama Reddy, tapi cuma sebagai sepupu doang. Sedang Reddy lebih. Kasihan banget nggak tuh?"
Aku diam saja tak menanggapi ucapan Lolli. Pantas saja beberapa waktu yang lalu saat aku memergoki Reddy jalan dengan Clara terlihat sangat bahagia dan mesra.
"Iya nggak, Mir?"
"Ha? Apa, Lol?" aku bahkan sampai tidak mendengarkan omongan Lolli gara-gara aku terlalu memikirkan pembicaraan Lolli sebelumnya.
"Kan! Rugi gue ngomong panjang lebar kali tinggi!" Gerutu Lolli lalu menghentakkan kakinya ke trotoar.
"Sorry. Gue lagi gak fokus. Tadi lo bilang apa?" tanyaku sambil merayu Lolli agar tidak marah.
"Bodo!"
"Lol,"
"Panggil gue dengan nama yang bener."
Lah? Bukannya Lol adalah nama panggilan sebagian dari kata Lolli? Aneh-aneh anak ini, pikirku.
"Pliese jelasin lagi dong nyonya besar Lollita Devara calon istri idaman tuan besar Ganis Gutama." Ucapku dengan sopan lalu memutar bola malas tanpa diketahui Lolli yang melipat tangannya di depan dada.
"Oke," Lolli kembali berjalan seraya mengulangi pembicaraan yang sebelumnya ia lontarkan padaku.
"Clara teman satu kelas Ganis, IPA 6. Clara sempat suka sama Ganis. Cl-"
"Kog bisa?" tanyaku dengan cepat.
"Ntar dulu napa! Clara itu baper sama rayuan-rayuan manis Ganis. Ya lo kan tahu sendiri Ganis itu gimana kalo sama cewek. Suka ngegombalin. Padahal mah semuanya cuma buat seneng-seneng dia aja. Eh, nggak tahunya Claranya baper."
Aku hanya ber-oh ria dan manggut-manggut. Ternyata penyebab dulu Lolli sempat renggang dengan Ganis karena Lolli salah paham dengan mereka. Tapi syukurlah kalau semuanya sudah kembali seperti semula. Sudah normal.
"Ehm, Lolli?"
"Kenapa, Mir?"
"Gue boleh tanya satu hal?" tanyaku pelan-pelan dengan masih mengekor pada Lolli di belakang.
"Boleh. Apa?" jawab Lolli sambil terus berjalan.
"Prisma... suka... gue nggak?"
Melihat Lolli langsung berhenti berjalan, otomatis aku ikut berhenti juga. Lolli segera berbalik dan menghadapku.
"Lo kerasukan jin apa, Mir? Tiba-tiba tanya hal itu?" selidiknya yang membuatku ikut ngeri.
"Gue serius Lolli!"
"Lo udah mulai suka sama Prisma, ya?" godanya sambil tersenyum jahil padaku. Ah, wajahku rasanya menghangat. Pasti sudah semerah kepiting rebus. Aku malu.
"Apaan sih, Lol! Gue tanya! Sebenernya Prisma suka sama gue, nggak?!" ulangku sekali lagi.
"Iya. Dia suka lo sejak dulu. Ada apa, sih?" jawabnya separuh tertawa.
"Kalo iya kenapa waktu gue bilang cinta sama dia, dianya nolak dan lebih milih status sahabat? Emangnya gue jelek banget ya di mata Prisma?" tanyaku dengan kesal pada diriku sendiri.
"Well! Lo bilang apa tadi? Lo bilang ke Prisma kalo lo suka dia? Ceritanya lo nembak dia gitu?! What?? Nggak nyangka gue, Mir! Kapan? Di mana? Lo bilang gimana? Terus reaksi Prisma apa?" tanya Lolli beruntun dengan wajah terkejut.
Aku menghela napas jengah. Kenapa juga aku berkata seperti itu tadi. Sangat menyesal sekarang. Sifat kekepoan Lolli mulai muncul ke permukaan. Aku menatapnya malas. Lalu berjalan mendahuluinya yang teriak-teriak ingin penjelasan dari apa yang aku ucapkan.
**********
Sekarang sudah jelas. Sudah jelas bahwa rasa sukaku terlewat batas hingga semuanya tak pernah terbalas.
—JAM
KAMU SEDANG MEMBACA
KEJORA |Completed| ✔️
Teen Fiction[KEJORA] : |KEtika JOdoh bermuaRA| Ini bukanlah kisah duniaku. Tapi sepenggal cerita tentang hidupku. Ini cerita tentang aku yang tak mau terus-terusan berurusan dengan permainan hati yang terkunci. Aku ingin mencoba membuka hati itu dengan kunci ya...