"Ihhh itu punyaku, Pris!" seruku ketika harum manis yang bertengger di tangan kananku dicomot tanpa ijin oleh Prisma—teman baruku. Prisma merupakan anak yatim piatu beberapa minggu yang lalu akibat kecelakaan beruntun yang merenggut nyawa ayah ibunya. Sekarang ia tinggal bersama Tante Azma—saudara ayahnya—yang rumahnya tak jauh dari rumahku.
"Enakan punya kamu, Mir. Lebih manis." Jawabnya enteng.
Aku mendengus kesal. Ayunan sedikit aku gerakan agar Prisma tak bisa lagi mengambil harum manisku, pikirku.
"Aku suka banget tinggal di sini." Ucapan Prisma kecil membuatku menghadap ia sepenuhnya.
"Kenapa?" tanyaku keheranan. Prisma tersenyum dan menampilkan sederetan gigi putihnya lalu menjawab, "Karena di sini ada kamu."
Saat itu hanya ber-oh ria tanpa tahu apa arti yang diucapkan Prisma yang masih berumur sembilan tahun itu. Umur kita masih sama-sama terlalu kecil untuk membahas itu lebih lanjut.
Ak-
"Allahu Akbar!!" pekikku kaget ketika lamunanku terbuyarkan dengan sempurna. Aku segera mendongak dan menemukan Jorgy dengan wajah tak bersalahnya.
"Lo tuh bisa nggak, sih? Sehari aja nggak ganggu gue?! Kalau gue punya riwayat penyakit jantung, udah di cabut malaikat kali nyawa gue!!" omelku pada Jorgy yang hanya dijawab senyuman lebarnya.
"Sorry sorry, Mir. Lagian siapa tahu kalau lo lagi ngelamun. Gue cum-"
"Lo ngehindar dari gue?!" seruan itu membuatku dan Jorgy menoleh pada sumber suara.
"Nggak! Bukannya lo yang ngehindar dari gue?" tanya balik Jorgy pada Endah yang sekarang sudah di hadapannya sambil melipat tangan di dada.
"Nggak! Lo!"
"Lo!"
"Lo lo lo lo lo lo lo lo!!!!!"
Aku menahan tawa ketika melihat Jorgy kicep di depan Endah. Ia sesekali menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.
"Pokoknya gue nggak mau tahu, besok lo bawain gue kue yang paling spesial di Gygy Bakery. Khusus ulang tahun gue." Ucap Endah sambil menekan kalimat terakhirnya.
"Nggak bisa gitu juga dong! Lo mah gitu! Gue minggu ini nggak ada pemasukan gara-gara dihukum Mama. Itu pun karena lo waktu itu. Nyuruh jam satu malem anterin nasi goreng ke rumah lo. Pulang-pulang Mama nuduh gue dikiranya gue main clubbing. Lo kira gue kurir gojek?!"
"Ihh kog jadi nyalahin gue, sih?! Oke! Masa diem-dieman kita diperpanjang sampai minggu depan. Bye!!" Endah segera meninggalkan Jorgy dan juga aku yang kebingungan dengan sikap keduanya.
"Jangan gitu dong, Endah. Gue nggak betah nih jahilin lo." Merasa ucapannya tak digubris oleh Endah, Jorgy memutuskan untuk mengejar.
"Endah!! Sayang!!! Oiii!!!"
Aku terbelalak kaget mendengar seruan Jorgy. Sayang? Kisah mereka seperti ada beberapa hal yang copy paste dari ceritaku. Sahabatan sejak kelas satu SMP hingga kini. Bahkan dari sorot matanya Endah, aku paham bahwa dia menyukai Jorgy. Namun bedanya dengan ceritaku adalah Jorgy juga menyukai Endah. Kisahku? Jangan tanyakan lagi. Prisma sama sekali tak menyukaiku.
Ah, mengingatnya sangat mengiris hatiku. Bahkan sudah dua bulan ia tinggal di Palembang. Kita hanya bertukar pesan. Itupun sesekali saja. Tidak sesering dulu. Ujian Nasional tinggal seminggu lagi. Namun tak ada kabar tentang Prisma untuk kembali. Entah kenapa aku benar-benar berharap kedatangan Prisma kemari seperti yang diucapkan Tante Azma beberapa tempo lalu. Ia akan kembali saat ujian.
Aku melirik jendela di sampingku malas. Terik matahari seketika menyeruak pemandanganku melihat lapangan basket. Aku membawa kepalaku menuju meja mencoba memejamkan mata dan berharap Prisma benar-benar kembali.
***********
Aku benar-benar payah. Tak bisa memendam rindu dengan mudah.
—JAM
KAMU SEDANG MEMBACA
KEJORA |Completed| ✔️
Teen Fiction[KEJORA] : |KEtika JOdoh bermuaRA| Ini bukanlah kisah duniaku. Tapi sepenggal cerita tentang hidupku. Ini cerita tentang aku yang tak mau terus-terusan berurusan dengan permainan hati yang terkunci. Aku ingin mencoba membuka hati itu dengan kunci ya...