[28] : |De Javu #1|

503 16 0
                                    


Tar!

Kudengar suara langkah orang berlari ke kamarku. Aku tak meladeni hal apapun. Aku tetap terus menangis sambil memandang diriku yang sangat kacau di cermin.

"Mira! Kamu itu apa-apaan?!"

Aku berbalik dan melihat Kak Ivan di ambang pintu dengan Mama. Mama terlihat sedih berbeda dengan Kak Ivan yang terlihat sangat marah.

"Ma?"

"Kamu kalau ada masalah bicara. Jangan kayak gini. Banting apa-apa nggak jelas!"

"Pergi! Semua nggak ada yang ngertiin aku! PERGIIII!!!"

Entah jin apa yang merasukiku saat ini. Mengusir kakakku dan mamaku dari kamarku sendiri. Setelah mereka benar-benar keluar aku langsung mengunci pintu dan terduduk di balik pintu.

Diriku sudah sangat kacau semenjak Lolli dan Prisma menjauhiku akhir-akhir ini tanpa penyebab yang jelas. Bahkan kemaren saja aku bolos saking malasnya untuk dijauhi mereka.

Lolli. Beberapa hari yang lalu Lolli bilang bahwa aku menusuknya dari belakang. Maksudnya apa ia bicara begitu padaku? Padahal tak ada hal yang bisa dikira oleh Lolli tentang aku dan Ganis.

Prisma. Lusa kemaren aku sadar atas apa yang kuucapkan padanya. Namun kukira itu bukan alasan terbesar ia menghindariku. Jika nyatanya iya, mengapa ia tak mengindariku dari dulu? Padahal aku sudah menolaknya berkali-kali secara terang-terangan. Entah itu ucapan ataupun sikapku padanya.

Reddy. Ia tak bisa diajak untuk saling sharing saat ini. Ia masih saja sibuk dengan pergantian jabatan OSIS minggu depan.

Ganis. Ia sendiri memiliki masalah dengan Lolli yang belum terselesaikan. Saat kutanya sikap Lolli padaku, ia malah balik bertanya.

Entah berapa lama aku melamun hingga tak sadar pintu kamar diketuk oleh seseorang.

"Siapa?" tanyaku dengan suara parau.

"Gue."

Mataku melotot dan langsung membuka pintu yang terkunci.

"Lo? Ngapain ke sini? Sama siapa?" tanyaku beruntun karena saking terkejut oleh hadirnya Heven di rumahku.

"Gue dikasih tahu sama Kak Ivan kalau lo lagi kacau. Nggak enak kan gue nolak."

Yang tahu hubunganku dulu dengan Heven hanyalah Kak Ivan di keluargaku. Dulu Heven juga sering ke sini saat Kak Ivan masih SMA.

"Kenapa nggak bilang kalo lo nggak mau? Lagian nanti ngerepotin lo." Balasku sambil menutup pintu kamar. Namun Heven segera mencegah pintu itu tertutup.

"Cewek kamarnya berantakan." Ucapnya ketika pintu itu terbuka lebar menampakkan kamarku bak kapal pecah.

"Terserah gue lah!"

"Jalan-jalan, yuk!"

Aku terkejut dengan ajakan Heven. Aku mematung mendengarnya.

"Gue cuma mau kembaliin mood lo. Gue sekarang kan temen lo. Boleh, kan?"

Sekilas aku tersenyum tipis dan setelahnya mengangguk. Heven membalas dengan senyuman lebarnya dan menutupi wajahku dengan telapak tangannya.

"Mandi sono!" perintahnya sambil mendorong mundur wajahku. Aku hanya tersenyum dan mengusirnya dari kamarku.

Cukup lima belas menit aku mandi dan berdandan. Keadaanku jauh lebih baik dari sebelumnya. Rambut panjangku yang selalu kukuncir kuda terlihat lebih rapi dari sebelumnya.

Aku bergegas turun ke ruang depan untuk menemui Heven. Aku berjalan pelan mendekat ke arahnya ketika ia sibuk berbincang dengan Kak Ivan.

"Tuh Mira." Tunjuk Kakakku pelan. Heven langsung berdiri dan berpamitan pada Kak Ivan. Heven keluar duluan karena lenganku dicekal oleh Kak Ivan.

"Mir, sorry ya? Gue nggak tahu kalau kalo ternyata lo sama Heven udah putus. Sorry ya?"

"Lah tahu dari mana?"

"Dia tadi cerita." Aku hanya menanggapi Kak Ivan dengan anggukan pelan.

Aku langsung naik di jok belakang motor milik Heven. Naik di sini serasa de javu karena beberapa bulan yang lalu aku masih di sini bersamanya.

Ia melaju dengan kecepatan sedang. Aku suka dengan cara berkendaranya sejak dulu. Santai.

"Mir?"

"Iya?"

"Boleh nggak gue jadi Heven lo sehari aja?"

"Maksudnya?"

"Akhir kita tragis di tengah jalan. Gue mau ngejalanin hari ini sama lo dan putus dengan cara yang baik dan keren. Mau?"

"Iya." Aku mengangguk yang bisa ia lihat lewat spion motor. Ia mengenggam tanganku dan melingkarkan di perutnya. Aku tak menolak. Karena ini adalah hobiku. Dulu.

**********

Meski hanya singgah aku berharap ini tak menjadi sebuah masalah. Karena masalah itulah akhirnya dia singgah.

—JAM

KEJORA |Completed| ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang