"Makasih ya Kak atas kebaikan Kakak selama ini. Tolong sampaikan salamku ke Kak Mira ya Kak Pris. Terus aku juga mau minta maaf sama Kak Mira karena udah jadi PHO di antara kalian."
"PHO?"
"Iya, Kak. Entah kenapa aku ngerasa begitu. Dengan aku dekat sama Kakak, Kak Mira selalu cemburu. Aku jadi nggak enak."
"Cemburu?"
"Iya, Kak. Aku tahu kog dari mimik wajahnya Kak Mira. Aku kan sama Kak Mira sama-sama cewek. Jadi tahulah gimana perasaannya."
"Perasaannya?"
"Ya dia kelihatannya suka sama Kakak. Pokoknya Kakak jangan nyerah buat kejar Kak Mira. Justru yang paling susah dikejar adalah cewek yang nunjukin bahwa dia itu spesial. Aku yakin kog usaha Kak Prisma selama ini akan dilirik sama Kak Mira."
Prisma terlihat resah dengan apa yang Rima bicarakan. Aku masih di sini. Di balik tembok tak jauh dari mereka berada. Mendengarkan pembicaraan mereka.
"Kamu kenapa bilang kaya gini, Rima?"
Aku menelan ludah. Apa Prisma kecewa melihat Rima menyerah untukku?
"Aku akan beralih ke Singapura buat pengobatan jantungku. Di sana peralatan medis lebih lengkap dan semoga aja bisa nyembuhin aku secara total. Aku pengen kaya temen-temen yang lain. Yang nggak takut apa-apa dan nggak penyakitan. Aku pengen banget, Kak."
Rima menangis. Ya aku tahu perasaannya bagaimana. Prisma memeluk Rima pelan untuk menenangkan. Aku berniat ingin pergi, namun pot bunga yang berada di depanku malah kutendang.
"Mira?"
Aku mendongak terkejut melihat Prisma dan Rima menatapku. Aku sudah menganggu mereka. Prisma berjalan mendekatiku yang gugup setengah mati karena ketahuan menguping pembicaraan mereka.
"Sejak kapan lo di sini?"
"Ba-ba-baru aja. Gue baru lewat."
"Mau apa lo di sekitar gudang?"
Ah, iya. Untuk apa di sekitar sini?? Aku bingung sendiri memikirkan jawabannya.
"A! Iya! Mau ambil sapu soalnya sapu di kelas menipis." Aku segera berjalan cepat ke pintu gudang.
"Gudangnya kekunci. Lo ada kunci?"
Aku menepuk jidatku. Mati gaya rasanya.
"Kak,"
Aku berbalik dan menemukan Rima mendekat.
"Iya?"
"Aku minta maaf sama Kakak."
"Buat?"
"Selama ini aku udah jadi penghalang antara Kakak sama Kak Prisma. Sekaligus aku mau pamit. Aku besok bakal berobat ke Singapura buat sembuh dan bisa kayak temen-temen lainnya."
Rima kembali menangis. Aku memeluknya dan menenangkannya. Posisi Prisma masih sama. Memperhatikan aku dan Mira dari kejauhan di mana tadi ia menemukanku.
Setelah cukup tenang, Rima minta maaf padaku lagi dan kembali menuju kelas. Aku berjalan di belakangnya berniat kembali juga ke kelas. Saat melewati Prisma, Rima mengucapkan sebuah kalimat yang membuatku terkejut setengah mati.
"Kak, contohnya cemburu kayak tadi. Menguping dan cari alasan. Semoga sukses ya, Kak!" Rima lalu melambaikan tangan padaku dan Prisma dan kembali berjalan.
Prisma tersenyum tengil dan menatap wajahku lekat-lekat. Aduh, bisa diabetes kalo lihat senyum manis Prisma kelamaan kayak gini.
"Lo cemburu, ya?"
"Hah?" mataku melotot sempurna. Aku mengerjab beberapa kali. Harus kujawab dengan apa kali ini?
"Ng-nggak! Nggak! Siapa yang cemburu?!" ucapku terbata-bata.
"Cie... pipinya merah cie...."
Aku meneguk salivaku pelan. Pasti wajahku sudah semerah kepiting rebus. Aku kenapa jadi gugup begini, sih?!
"Ngaco! Gue kan pakek blush on."
"Sejak kapan Mira suka dandan?" tanyanya lagi dan kembali menatapku lekat-lekat. Aku segera mendorong tubuhnya mundur dan aku berjalan menuju kelas. Jantungku rasanya berdegub kencang sekali. Lebih keras daripada selesai lari marathon. Senyum manis Prisma masih terbayang-bayang di hadapanku. Kenapa aku semakin tidak normal, sih?!!! Aku kesal sendiri.
"Mir! Tungguin napa!"
Aku semakin mempercepat langkah kakiku. Namun dengan cepat, Prisma sudah berjalan di sampingku. Aku melirik sebentar. Senyum manis itu masih bertengger di wajah tampannya. Aku menggeleng pelan. Mencoba menetralkan segalanya.
"Lain kali kalo cemburu bilang. Biar nggak sakit sendirian."
"Apaan sih, Pris? Gak jelas banget." Aku semakin mempercepat langkahku.
"Cie yang lagi cemburu cie.... Cieee Mira...."
Aku tersenyum malu mendengar Prisma mengolok-aku seperti itu dan tetap berjalan menuju kelas.
**********
Semoga harapanku kali ini bukan hanya sebuah bayangan. Semoga saja.
—JAM
KAMU SEDANG MEMBACA
KEJORA |Completed| ✔️
Teen Fiction[KEJORA] : |KEtika JOdoh bermuaRA| Ini bukanlah kisah duniaku. Tapi sepenggal cerita tentang hidupku. Ini cerita tentang aku yang tak mau terus-terusan berurusan dengan permainan hati yang terkunci. Aku ingin mencoba membuka hati itu dengan kunci ya...