"Pasukan saya ambil alih! Seluruhnya, bubar barisan! Jalan!"
Aku segera memegang lengan Endah yang akan kembali ke kelas. Selesai upacara jika aku tidak mencari pegangan pastinya adik kelas akan menyerobotiku tidak sopan. Mereka mengiraku masih kelas 10. Wajar saja kan aku masih terlihat menggemaskan meskipun sudah kelas 12. Hehe...
"Prisma belum masuk?" tanyaku pada Endah.
"Mir, kalau tanya tentang Prisma tanya Jorgy. Jangan tanya gue." Omel Endah.
"Yee... Kan lo yang jadi sekretaris. Jadinya lo tahu kan dia masuk apa nggak." Balasku sambil melepas lengan Endah.
Aku bukannya ke kelas, melainkan ke toilet. Pagi-pagi sudah mendapat panggilan alam. Saat aku keluar, aku melihat Reddy yang tengah berjabat tangan dengan anggota OSIS yang baru saja dilantik. Senyumku merekah.
Aku membeli sebotol air mineral dan berniat menyerahkan pada Reddy.
"Dy!" Teriakku di tepi lapangan. Ia melambaikan tangan. Aku mendekat ke arahnya.
"Nih buat lo." Ucapku malu-malu.
"Makasih. Gue habis aja minum. Buat lo aja, Mir." Tolaknya halus.
"Emm... Dy kal-"
"Maaf dulu ya, Mir. Gue masih sibuk. Gu-"
"Sibuk mulu! Kapan ada waktu buat gue?!" aku tak bisa mengontrol emosi. Entah kenapa rasanya sakit ketika Reddy selalu mengatakan maaf dan akan meninggalkanku.
Semua pasang mata yang masih di lapangan melihat ke arahku dan Reddy. Mataku memanas. Reddy tampak bingung ingin menenangkanku.
"Lo siapa gue, Mir? Kita nggak ada hubungan apa-apa, kan? Kenapa lo semarah ini?" ucapnya berbisik sambil memegang kedua bahuku.
Aku tertawa kecut. Hatiku rasanya disayat tipis menggunakan pisau berkarat. Sakit sekali. Apa tidak ada kalimat lain yang lebih baik bahasanya? Aku menjatuhkan botol yang berada di genggamanku.
"Sorry ya, Mir. Tenangin dulu, oke? Kita bahas ini nanti. Gue malu."
Aku yang semula menunduk menjadi mendongak karena mendengar satu kalimat yang membuat hatiku tertohok. Malu. Prisma sudah pernah mengatakan hal itu padaku. Dan sekarang Reddy pun ikut-ikutan. Aku memang gadis yang memalukan.
Tanpa sepatah kata, Reddy langsung berbalik menuju anggota OSIS lainnya. Emosiku tak bisa kubendung.
"Harusnya lo bilang dari awal! Kalau lo malu bareng gue! Jangan cuma kasih harapan habis itu ditinggal!"
Reddy berbalik dengan alisnya yang bertaut.
"Sejak kapan gue kasih harapan ke lo?! Gue care karena kita temen!" balasnya dengan teriak juga.
"Gue suka lo, Dy!" teriakku sambil terisak. Reddy mematung. Semua bola mata di sana memperhatikanku dengan melongo. Aku memejamkan mata dan menggigit bibir bawahku. Sungguh memalukan aku mengatakan hal seperti itu di saat yang tidak tepat dan salah tempat.
"Gue nggak bisa, Mir! Ada hati yang harus gue jaga!"
Aku mendongak karena terkejut.
"Siapa? Clara? Sang penggoda itu?!"
"Jangan pernah bawa-bawa Clara! Apalagi nyebut Clara aneh-aneh! Lo harusnya sadar diri. Ngaca dulu! Jangan langsung ngejudge orang seenak jidat lo!!"
"Dy,"
"Kenapa kalian lihat-lihat?! Bubar!" teriak Reddy pada semua manusia di sekitar kita. Semuanya berbisik sambil melihat ke arahku. Ada pula yang merekam kejadian itu. Bodoh! Aku memang bodoh!
Lalu Reddy pergi dengan begitu cepat sambil melepas dasi yang membelit lehernya.
**********
Jangan berharap lebih dengan seseorang. Yang sudah pasti saja bisa meninggalkan. Apalagi jika belum diberi kepastian?
-JAM
KAMU SEDANG MEMBACA
KEJORA |Completed| ✔️
Teen Fiction[KEJORA] : |KEtika JOdoh bermuaRA| Ini bukanlah kisah duniaku. Tapi sepenggal cerita tentang hidupku. Ini cerita tentang aku yang tak mau terus-terusan berurusan dengan permainan hati yang terkunci. Aku ingin mencoba membuka hati itu dengan kunci ya...