"IPS, Mira dan Lala. IPA, Reyka dan Vio."
Aku langsung maju ke tengah lapangan dengan menenteng raket. Teriakan dari kelasku membuatku dan Lala semakin bersemangat untuk mengalahkan tim IPA. Pasalnya aku dan Lala adalah peserta dari kelasku yang mendapat urutan terakhir.
"KUMANPESTU!!!!!!"
"ELECTRONNNN!!!!!"
Rupanya teriakan dari kubu IPA juga tak kalah semangat dari kelasku. Pak Kis mulai meniupkan peluit. Sorai-sorai semakin ramai. Skor pertama dimenangkan oleh Lala. Setiap mencetak skor aku dan Lala langsung bertos ria.
Hingga beberapa puluh menit kemudian pertandingan itu dimenangkan oleh aku dan Lala. Sorai-sorai dari kelasku bak suporter bola satu stadion. Sangat keras.
"Pelajaran kali ini cukup sampai di sini. Kalian boleh istirahat. Segera ganti baju jika sudah masuk ke pelajaran berikutnya." Ucap Pak Kis.
"Iya Pakkk!!"
"Hebat lo Mir. Ngalahin Reyka sama Vio." Prisma mencubit pipiku setelah berkata begitu. Aku tersenyum senang karena puas mengalahkan tim IPA.
"Lo mau tanding sama juara bertahan bulutangkis saat SMP?" tawarnya.
"Boleh." Aku tak berpikir sama sekali. Aku hanya mengangguk dan berkata seperti itu.
"Oke. Bentar ya."
Prisma mengeluarkan ponselnya dan seperti mengetik sesuatu. Tak lama kemudian ia terdiam sambil memandangku.
"Ish, Prisma! Nggak usah kaya gitu kalau ngelihatin." Ucapku malu-malu.
"Kalau dilihat-lihat Rima sama cantiknya kayak lo."
Senyumku yang tadi kutahan kini hilang ditelan ucapan. Aku menghadap Prisma. Apa Prisma benar-benar menyukai Rima?
"Kak Prisma!"
Sapaan ringan itu terdengar di pintu lapangan indoor ini. Rima. Ia masuk dan mendekat ke arah Prisma.
"Kakak kenapa panggil Rima?"
Prisma langsung berdiri dan menjawab pertanyaan Rima.
"Gini Rim. Kakak punya temen yang ia jago juga main bulutangkis. Nah, Kakak pengen kamu lawan tanding temen Kakak. Gimana? Ini buat kebaikan kamu. Supaya kamu dibolehin masuk tim bulutangkis SMA ini. Gimana?" rayu Prisma.
"Iya Kak. Boleh." Jawab Rima dengan mengangguk berkali-kali tanda ia sangat senang dengan penawaran Prisma.
"Mir! Bangun dong." Aku bangun dan segera berkenalan dengan Rima.
"Kapan Kak tandingnya?" tanya Rima padaku.
"Minggu depan. Kakak kalau minggu ini masih sibuk dengan persiapan bimbel Kakak." Ucapku hati-hati.
Rima sangat antusias dengan permainan yang dibuat oleh Prisma. Bahkan ia bertanya berkali-kali tentang permainan baru ini. Prisma juga menjawab dengan semangat pertanyaan dari Rima.
Aku segera memgambil raket dan keluar dari ruangan itu. Sampai di luar pintu, aku kembali menghadap ke arah mereka. Namun yang kudapatkan adalah hal yang sama. Mereka sama-sama tertawa hingga lupa bahwa aku tak lagi di antara mereka.
**********
Selamat pagi hati. Semoga kau masih bisa tersenyum meski dia benar-benar telah pergi.
—JAM
KAMU SEDANG MEMBACA
KEJORA |Completed| ✔️
Teen Fiction[KEJORA] : |KEtika JOdoh bermuaRA| Ini bukanlah kisah duniaku. Tapi sepenggal cerita tentang hidupku. Ini cerita tentang aku yang tak mau terus-terusan berurusan dengan permainan hati yang terkunci. Aku ingin mencoba membuka hati itu dengan kunci ya...