Malam datang menyapa
Menampilkan sejuta pesona
Purnama semakin merekah
Namun hatiku semakin gundahAku menyobek kertas lagi dan kembali menangis. Aku sudah dua hari semenjak kejadian memalukan itu belum masuk sekolah. Bahkan, dengar-dengar aku menjadi gosip terhangat di penjuru sekolah. Aku juga aneh. Berani-beraninya menyatakan rasa pada mantan ketua OSIS di tempat yang ramai pula. Bodoh! Bodoh! Bodoh!
Pesan yang kukirim pada Lolli juga belum dibaca. Apalagi Prisma. Ia tak online sama sekali sejak empat hari yang lalu. Aku tahu dia sibuk merawat Rima. Namun seharusnya ia juga sekolah karena bimbel sudah dimulai secara intensif. Minggu yang lalu ia hanya masuk tiga hari dan Senin kemaren ia belum masuk juga.
Lagu milik Armada—Asal Kau Bahagia—mengalun dengan damai di dalam kamarku. Aku bangkit dari ranjang dan menuju ke balkon. Suasana malam ini masih sama. Sepi, sunyi, dan sendiri.
Semenjak aku putus dengan Heven rasanya aku bukanlah diriku. Sering gila. Contohnya saja kejadian itu. Bahkan sejak aku masih kecil, tak pernah ada yang namanya pertengkaran di antara aku dengan Lolli dan Prisma. Baru kali ini.
Ponsel di saku celanaku bergetar. Aku mengambil dan mengangkat telpon ketika tertera nama si penelpon.
"Halo?"
"Gue sama Clara ada masalah."
Aku mengendus pelan. Clara lagi. Clara lagi. Aku sudah muak mendengar nama Clara di telingaku.
"Halo?" Heven memastikan bahwa aku masih di dalam telepon.
"Iya. Terus kenapa cerita ke gue?"
"Lo cewek. Lo yang paham sama karakter cewek."
Aku memejamkan mata sebentar lalu melihat ke arah bintang yang seperti meledekku. Bisa-bisanya Heven mengatakan itu padahal ia sendiri dulu tidak pernah memahami karakterku.
"Sorry ya, Hev. Gue dipanggil Mama." Aku langsung memutus telepon secara sepihak. Aku berbohong pada Heven. Tak ada yang memanggilku. Aku terduduk di balkon lalu menunduk dan menangis.
Kadang aku berpikir, ketika seseorang berani untuk menjalin suatu hubungan dengan seseorang yang dicintai, terkadang harus siap untuk menghadapi rasa cemburu, kecewa, sedih dan patah hati. Soal cinta bukan hanya tentang rasa sayang dan bahagia selamanya, namun pasti ada kalanya menghadapi masa-masa sulit yang disebut ujian cinta. Di saat kita dihadapkan dengan rasa yang membuat hidup kita tidak menentu akibat rasa cemburu, kecewa, patah hati dan kegalauanpun menghampiri.
Namun terus-terusan meratapi keterpurukan tidak membuat hidup kita semakin lebih baik, kita harus bangkit dan mampu memotivasi diri dalam menghadapi masalah hati, bukan? Mungkin kita butuh waktu untuk meluapkan emosi dari kekecewaan saat ini. Hal itu wajar-wajar saja, manusia terkadang memang butuh waktu untuk memahami masalah yang sedang menimpanya. Lalu mencari pengganti yang lebih baik dari sebelumnya. Bukan begitu? Namun saat mencari pengganti, kita juga perlu cermin. Apa ia benar-benar menyukai kita atau hanya kita yang terlalu percaya diri saja. Camkan! Itu perlu, Mira!
Dinginnya angin malam menembus kulit menusuk tulang. Aku hanya memakai kaos oblong dengan rambut tergurai berantakan.
"Lolli... gue butuh lo...."
"Prisma... gue butuh lo...."
Apakan angin akan menyampaikan rasa rinduku pada mereka? Semoga saja.
**********
Kebahagiaan karena cinta hanya berlangsung sekejap saja, namun kekecewaan karena cinta berlangsung selamanya.
—JAM
KAMU SEDANG MEMBACA
KEJORA |Completed| ✔️
Teen Fiction[KEJORA] : |KEtika JOdoh bermuaRA| Ini bukanlah kisah duniaku. Tapi sepenggal cerita tentang hidupku. Ini cerita tentang aku yang tak mau terus-terusan berurusan dengan permainan hati yang terkunci. Aku ingin mencoba membuka hati itu dengan kunci ya...