Populer CafeTulisan neon itu masih menyala. Alunan musik yang dinyanyikan oleh band-band anak SMA seusiaku itu menambah hangatnya suasana.
"Lolli, mana Prismanya?"
"Sabar, Mira. Pokoknya lo kudu stay di situ aja. Jangan sampai ketahuan. Bisa mati gue kena marah Prisma."
Aku menghembuskan napas pelan. Aku memang berjarak dua bangku dari tempat duduk Lolli. Sebenarnya tadi aku ingin di rumah saja, tapi Lolli tetap memaksaku untuk menemaninya. Katanya mendengarkan langsung pembicaraan dari Prisma lebih afdhol daripada ocehan darinya.
Setengah jam sudah berlalu. Namun batang hidung Prisma belum juga muncul.
Ting!
Aku menengok ke pintu utama ketika suara bel pintu berbunyi. Prisma datang. Aku segera menunduk agar Prisma tak mengetahuiku.
"Lama Lol?"
"Lamalah! Gak cool banget jadi cowok. Lo yang kasih janji lo juga yang ingkari. Dasar!"
"Bucin, lo!"
"Emang." Balas Lolli dengan santai.
"Sejak kapan lo di sana?" tambahnya.
"Di mana?"
"Bengkel." Jawab Lolli sambil menyeruput kopinya.
"O... udah lama. Buat uang saku tambahan."
"Kan lo udah dapet tunjangan dari Tante Azma, Pris. Ngapain juga susah payah buat kerja."
"Tuh pikiran cewek yang gue nggak suka. Maunya apa-apa instant. Gue itu numpang di rumah tante gue. Mereka ikhlas buat bantu gue. Tapi apa gue harus berpangku tangan doang di rumah gitu? Nggak, kan?" Balas Prisma dengan ngotot.
Aku menggerutu dalam hati. Lolli malah asyik berbincang dengan Prisma. Dia lupa denganku. Tanganku rasanya sudah pegal sekali memegang magazine untuk menutupi wajahku.
Berhubung posisi Prisma membelakangiku, aku memilih melambaikan tangan tinggi-tinggi pada Lolli agar kembali ke tujuan awalnya. Mata Lolli melotot karena baru menyadari di sana masih ada aku.
"Emm... Pris, cerita dong kenapa lo ngejauh dari Mira. Kasihan Mira. Dia butuh sosok lo banget."
"Gue sebenarnya nggak pengen kaya gini, Lolli. Gue pengen kita bareng-bareng lagi kayak dulu. Tapi Mira lebih milih kebahagiaan semu dia dibanding peduli ke gue. Di-" ucapan Prisma yang belum selesai langsung dipotong oleh Lolli.
"Ngomong soal peduli, apa lo peduli ke Mira? Nggak, kan? Lo malah peduli ke adik kelas. Mira emang salah udah suka sama Reddy, tapi dia nggak sepenuhnya salah. Dia diselingkuhi Heven dan setelah itu ada bahu yang kokoh yang ingin jaga dia. Pasti aja dia baper sama apa yang dilakukan Reddy." Celoteh Lolli panjang lebar.
"Gue mohon jangan bawa-bawa Rima. Dia nggak salah di posisi ini. Dia alasan terbesar gue tetap tinggal di Bandung. Dia satu-satunya orang yang dipercaya Nenek buat gue selalu ada di sini. Dan... dia... jadi pacar gue di depan Nenek." Ucap Prisma lalu menunduk. Lolli membalas dengan tatapan tak menyangka.
Aku juga begitu. Majalah yang menutupi wajahku turun perlahan. Mataku rasanya memanas. Kenapa sesakit ini mendengar Prisma pacaran dengan Rima? Air mata itu meluncur. Lolli yang melihatku tak menutupi wajah langsung melotot dan kebingungan.
"Tapi lo tahu kan perasaan gue yang asli gimana? Ya itu yang sesungguhnya. Perasaan gue masih sama sampai detik ini. Padahal ribuan cara udah gue lakuin buat hancurin perasaan yang sempurna itu. Dan dengan gue sayang ke Rima, gue bisa hapus itu semua. Semoga saja."
Terus, Pris! Teruskan! Aku sudah tidak mampu mendengar semua omongan Prisma lagi. Aku segera bangkit dan keluar dari cafe. Biarkan Prisma tahu aku sedang di sini. Biarkan! Memangnya dia akan mengejarku? Mustahil!
Aku segera mencari taksi dan kembali ke rumah dengan perasaan yang tak terdefinisikan.
**********
Dear hati,
Tolong tentukan mana yang pasti. Karena aku sudah lelah untuk mengerti.
—JAM
KAMU SEDANG MEMBACA
KEJORA |Completed| ✔️
Teen Fiction[KEJORA] : |KEtika JOdoh bermuaRA| Ini bukanlah kisah duniaku. Tapi sepenggal cerita tentang hidupku. Ini cerita tentang aku yang tak mau terus-terusan berurusan dengan permainan hati yang terkunci. Aku ingin mencoba membuka hati itu dengan kunci ya...