[35] : |Lolli-Pop|

534 19 1
                                    

"Gue minta maaf ya, Mir?"

Aku menghembuskan napas pelan. Entah sudah ke berapa kali Lolli mengucapkan kata maaf padaku. Ia sudah bercerita panjang kali lebar kali tinggi terhadapku.

"Iya, Lol. Gue juga minta maaf. Harusnya gue ngerti gimana cara nyikapin semuanya dengan baik." Aku mengelus pundak Lolli sekali. Setelahnya, aku kembali menyeruput cappucino yang menempel pada meja cafe.

"Ganis sejak kapan baikan sama lo?"

"Kemaren lusa."

Aku hanya ber-oh ria. Rasanya aneh jika aku langsung bertanya yang aneh-aneh. Hingga lima menit setelahnya hanya terisi hembusan napas masing-masing.

"Emm... Mir, gue boleh tanya sesuatu?"

"Boleh."

"Saat lo nembak..."

Ucapan Lolli menggantung. Aku menelan salivaku kuat-kuat. Entah kenapa rasanya sungguh malu bila mengingat hal bodoh itu.

"Gue tahu ini bakalan sakit di telinga lo. Tapi... cuma ini yang gue pikirin." Ucap Lolli dengan hati-hati.

"Apa, Lol?"

"Lo bodoh! Lo gila! Lo tolol! Lo gak waras!"

Benar. Setiap kata itu menohok hatiku dan seperti ingin merusak gendang telingaku. Aku masih bertahan diam dan mendengarkan kata-kata yang dilontarkan Lolli dengan derai air mata yang kian mengucur deras. Sedangkan mataku masih berkaca-kaca.

"Kenapa bisa otak lo langsung nyuruh sel motorik lo buat bilang itu? Lo ditonton sejuta umat di lapangan waktu itu! Apa lo gak malu?!"

"Iya, Lol. Gue emang malu. Tapi semuanya udah terlanjur." Jawabku pelan lalu menangis.

"Lo paham kan sekarang? Sesuatu itu udah terlanjur dan buat lo menyesal. Apa lo mau menyesal lagi?" desak Lolli padaku.

"Tentang?"

"Prisma."

Berbicara tentang Prisma sekelebat bayangan Prisma hadir di memori ingatanku. Pesan dari Rima yang begitu hangat yang ditujukan untuk Prisma.

"Udah gak usah bahas Prisma lagi. Dia udah bahagia kog sama Rima. Dia kayaknya sayang banget sama Rima."

"Lo cemburu?"

"Nggak lah!" jawabku tegas.

Lolli melongo tak percaya lalu menyeka bekas air matanya dengan tissue. Untuk apa cemburu jika Prisma bahagia dengan lainnya? Toh kalaupun aku cemburu memangnya aku siapanya? Aku hanya sahabatnya, kan?

"Lo serius gak ada perasaan apa-apa sama Prisma?"

Aku yang tadinya menyeruput cappucino menjadi tersedak gegara omongan Lolli. Lagi-lagi ia menanyakan hal itu.

"Gak ada, Lol! Kenapa sih lo tanya itu mulu? Kayak gak ada topik bahasan lainnya!" omelku pada Lolli.

"Gue takut lo nyesel lagi kayak sekarang. Lo nyesel udah bagi hati lo pada orang yang salah. Gue bukan bermaksud apa-apa, Mir. Gue cuma ngerasa kalo lo bener-bener sayang itu sama Heven. Sama Reddy? Itu cuma kagum kalo di pikiran gue. Lo nemuin dia di saat lo ada masalah sama Heven. Dia yang buat lo nyaman saat ada yang pergi ninggalin lo. Prisma. Dia selalu ada buat lo. Dia sel-"

"Karena dia sahabat gue sejak kecil!" potongku pada ucapan Lolli.

Mata kami saling beradu. Lolli dengan tatapan rasa bersalah dan aku dengan tatapan yang amat kesal.

"Maaf, Mir. Intinya gue cuma pengen lo nemuin hati yang tepat aja. Gue nggak mau lagi lihat temen gue ini nangis di kamar sendirian tanpa temen. Gue janji bakalan selalu ada buat lo. Gue nggak akan langsung marah sama lo kalau ada masalah. Gue bakalan cari seluk beluknya dulu baru kita selesain bareng-bareng. Setuju?" ucap Lolli sumringah.

"SETUJU!"

Aku tersenyum lebar. Akhirnya Lolli benar-benar memaafkanku. Aku juga baru tahu bahwa ia marah padaku karena beberapa minggu yang lalu aku sempat bertelpon ria dengan Ganis dan aku mengucapkan 'i love you too' padanya karena atas suruhan Ganis. Saat itu ia mendengarkan di balik tembok. Pantas saja saat aku berbalik waktu itu pot gantung dekat toilet bergoyang. Aku seharusnya juga menyadarinya dari dulu. Ah, aku memang payah. Tak peka dengan keadaan.

Lolli menyodorkan sebuah Lollipop berwarna kuning kepadaku. Aku menerimanya dengan senang karena Lollipop adalah tanda baikan pertemanan kita sejak kecil.

**********

Maaf bukan hanya sekedar kata. Tapi tingkah laku dan besar maknanya.

—JAM

KEJORA |Completed| ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang