"Setelah mengenalmu, aku sulit membedakan mana mimpi indah mana mimpi buruk, karena yang jelas jika bersamamu, hari-hariku terasa indah."
Tadi dia bilang apa? Akan sering menemui kalian, katanya? Apakah ini mimpi? Jika iya, tolong bangunkan. Kamu mencubit kecil pipi Nalla yang masih saja membulatkan matanya tak percaya."Awwww..." Dia meringis setelah kau mencubitnya, lamunannya buyar karena hal bodoh yang kau lakukan.
"Yaak kau kenapa mencubitku?" Dia masih meringis kesakitan, sesekali tangannya ia pakai untuk mengusap perlahan pipinya.
"Aku hanya ingin membuktikan, apakah ini mimpi atau kenyataan?" Kamu dengan polosnya hanya lanjut kembali ke atas kasur, malam sudah larut juga karena matamu yang panas sehabis menangis tadi membuatmu mengantuk.
"Kalau begitu mengapa aku yang kau cubit? Kenapa tidak dirimu sendiri?" Nalla mengikuti jejakmu berbaring di kasur.
"Sshhttt diamlah aku ingin tidur" Kamu benar-benar menyebalkan saat itu, Nalla hanya menggelengkan kepalanya melihat kelakuan konyol mu, apakah dia kesal denganmu? Ohh tidak tentunya, dia kan sudah paham sekali dengan sifat mu itu.
"Hara, kacamata siapa ini?" Nalla ikut berbaring di sebelahmu, tangannya mengotak atik sebuah kacamata hitam.
"Aisshh itu sepertinya milik Jimin, bisa-bisanya tertinggal disini" Kamu membuka sedikit matamu dan mulai menyadari jika awal kedatangannya Jimin menggunakan kacamata hitam.
"Haruskah kita kembalikan?" Nalla mengguncang-guncangkan tubuhmu yang terlihat seperti tidak peduli.
"Tidak usahlah, dia akan menyadari jika kacamatanya tertinggal disini, lagipula kita kan tidak tahu yang mana kamarnya" Kamu masih setengah sadar menatap Nalla yang merengek terus menerus.
"Kalau dia tidak menyadarinya?" Nalla memicingkan matanya.
"Itu akan jadi milikku" Kamu membuka kedua matamu lalu terkekeh, sementara Nalla yang mendengarkan candaanmu terlihat biasa saja -tidak merespon.
"Yaak kau ini! Ayolah kita kembalikan, aku tahu mereka di kamar mana" Nalla menggelayuti tanganmu saat ini, juga rengekannya yang membuatmu muak. Akhirnya kamu hanya mengangguk dan turun dari tempat ternyaman bagimu.
Kalian masuk ke dalam lift, memencet tombol nomor 12. Mereka semua berada di lantai 12 hanya saja berbeda kamar, namun menurut informasi dari sasaeng, kamar Jimin ada di nomor 308.
Kalian celingak-celinguk saat baru saja menginjak lantai 12, kalian merasa tidak enak jika harus langsung mengetuk pintu kamar Jimin.
"Ahjussi, permisi bolehkah kami menitip ini pada Jimin?" Kamu dengan gugup berbicara pada salah seorang manager yang sedang berjaga di depan kamar Jimin.
"Ini untuk Jimin?" Ahjussi itu terlihat meragukan kehadiran kalian, matanya terlihat sangat tajam menatap kalian.
"Anniyaa, itu milik Jimin tertinggal" Nalla terlihat tersennyum ramah walaupun aku tahu jika ia menutupi kegugupannya.
"Sebentar, biar aku hubungi dulu" Ahjussi itu terlihat masuk ke dalam kamar Jimin tanpa mengetuknya terlebih dulu.
Kalian masih saja berdiri mematung di depan kamar Jimin, hanya memperhatikan sekitar lalu saling memandang tanpa arti.
"Jimin menyuruh kalian masuk" Ahjussi itu kembali keluar dan mempersilahkan agar kalian masuk, tanpa berpikir panjang lagi kalian mulai masuk ke dalam kamarnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Distracted●Min Yoongi [COMPLETED]
FanfictionBagaimana jadinya jika idol seperti Min Yoongi kecanduan berada di dekat seorang fansnya? Hara, gadis cantik dari Indonesia yang punya kesempatan untuk menjadi asisten BTS itu dijebak untuk selalu berada di dekat Min Yoongi yang sedang depresi. Akan...