"Neng, mohon maaf ya sebelumnya. Apa enggak sebaiknya, luka eneng di obatin dulu. Saya teh ngeri pisan, itu 'ngeliat ada darah - darah gitu."
Lamunan sekelebat sadar, dengan hentakan sang supir taksi tengah menyadarkannya, "Nggak apa - apa ko Pak, sebentar lagi saya sampai di rumah temen saya. Nanti saya obatinnya, di rumah temen saya aja 'hehehe." Balasnya yang disertai tertawa kecil untuk sang supir taksi
"Kalo boleh tau, emangnya eneng abis ngapain, kenapa sampe berdarah - darah gitu idungnya?." Tanya supir taksi yang masih begitu penasaran dengan luka itu
Juni. Yang nampak biasa - biasa saja, tampil begitu pede dengan memesan sebuah taksi, tanpa membersihkan lukanya terlebih dahulu. Dengan tekad yang begitu kuat, menjadikan Juni pergi ke sesuatu tempat, yang sedari dalam hati ia mantapkan pilihannya.
"Tadi saya nggak sengaja main tinju mainan gitu Pak, eh pas saya coba sekali, taunya hidung saya yang jadi sasarannya."
Sang supir yang menyerna jawaban dari mulut Juni, dengan sedikit kebohongan, supir ini sedikit tertawa dan menggeleng - gelengkan kepalanya. Entah dengan perkiraan ini sebuah lelucon atau apa, Juni benar - benar sedikit terhibur dengan ucapannya sendiri.
Setelah sang supir sudah tidak berniat untuk bertanya lagi, Juni mengambil benda pipih dari dalam ranselnya. Membuka lockscreen dengan tampilan yang sudah berubah, ia menekan satu ikon sosmed 'yang setiap harinya tidak pernah sepi. Alih - alih ia menulis sebuah nama kontak pada pencarian, satu nama pun berhasil terpampang nyata, dan Juni langsung menuliskan sebuah pesan singkat disana.
"Pak, Bapak ada tissue?." Tanya Juni sambil mengetik pesan
Sang supir menggelengkan kepalanya, "Aduh, saya teh lupa beli neng. Apa saya mampir ke minimarket dulu ya, buat beli tissue?."
"Oh nggak usah deh Pak, nanti saya jadi ngerepotin Bapak." Tolak Juni begitu halus
"Atuh nggak sama sekali neng. Jadi gimana, mau saya berenti dulu apa..."
Juni menggeleng cepat, "–Nggak Pak, nggak usah. Sedikit lagi, saya nyampe ko." Tolaknya lagi
Dengan anggukkan sang supir, Juni kembali melihat barisan chat yang sedari tadi tengah ia tunggu. Sebetulnya, ia tidak mau begitu merepotkan orang lain. Tapi mau bagaimana lagi, ia harus bisa mendapatkan permohonan maaf, walaupun dengan hati begitu was - was 'untuk mengatakan beberapa kata yang sudah ia pikirkan.
Tring tring tring...
Sebuah panggilan masuk, tertera di layar lockscreen ponsel Juni. Dengan gerakan secepat kilat dan sudah tahu, siapa yang tengah menghubunginya, ia pun langsung menggeser tombol hijau keatas.
"Halo, Var."
".........."
"Sebentar lagi gue nyampe, nggak lama lagi ko. Tungguin gue ya,"
".........."
"–Var, bentar aja. Tolong banget Var, gue mohon." Ucap Juni dengan nada memohon kepada seseorang di sebrang sana
".........."
Juni menutup speaker ponselnya, "Pak tolong dipercepat ya Pak, saya mohon Pak." Pinta Juni kepada supir taksi, untuk mempercepat lajuannya
Supir taksi itu mengangguk, "Baik neng, baik." Sahutnya yang langsung menancap pedal gas lebih dalam
"Halo Var, sebentar lagi, sebentar. Gue mohon Var, kali ini lagi, lo bantuin gue. Tolongggg banget Var, tolong..." Balas Juni yang menyambungi sambungan telepon tersebut
".........."
"Iya iya, sedikit lagi sampe. Tunggu gue, bye."
Selepas itu, Juni memutuskan panggilan teleponnya setelah jawaban terakhir dari si penelepon. Jantungnya yang tidak bisa tenang, ia pun terasa termakan oleh banyaknya waktu. Semua tubuhnya yang begitu gemetar, membuat hatinya tidak bisa diam untuk menebak hal - hal yang baik.
KAMU SEDANG MEMBACA
CERITA JUNI & JULI [END]
Teen Fiction(mohon maaf jika penulisan nama JUNI / JULI, masih suka ketuker ya)... Semua telah usai. Dari awal hingga akhir, perjalan kisah cinta ini memang tidak untuk disatukan. Bila kalian ingin mengingat, jangan dipersamakan dengan pembuka kata, untuk peman...