Bab 67 : B

644 33 2
                                        

POV 2

Kediaman Aldebaran,

Semua benda mati yang berada di kamarnya, kini sudah tak berwujud ke semula lagi. Bi Iyem yang bingung akan keperibadian Juli sekarang, perempuan paruh baya ini dibuat takut olehnya. Sudah berulang kali ia berteriak kepada Juli untuk menghentikan aksinya, ia semakin dibuat gemetar. Mang Dedi pun sama, ia seakan tidak berani untuk menghentikan aksi 'anak majikan'nya.  Kedua orang yang berstatus bekerja di rumah Juli, membuat mereka mendadak takut dengan sikap Juli sendiri. Bi Iyem terus menelpon kedua orang tua Juli, yang berterus terang mengenai tingkah laku Juli di rumah. Entah benda apa yang dibanting oleh Juli, Mang Dedi semakin gemetar mendengar benda - benda yang berjatuhan di kamar atas.

"Mang Dedi, atuh bagaimana ini. Saya teh takut pisan." Bi Iyem terus menggoyang - goyangkan lengan Mang Dedi, yang Mang Dedi sendiri merasa berat sebelah diperlakukan seperti ini oleh Bi Iyem

"Atuh Bi Iyem juga diem - diem, tangan Mamang jadi berat sebelah ini." Balas Mang Dedi menepis tangan Bi Iyem

Bi Iyem menggeleng - gelengan kepalanya, "Saya teh takut pisan Mang, serius. Saya takut si Aden ngelemparnya sampai didieu." Logat bahasa daerah tempat tinggalnya pun keluar, Bi Iyem selalu terlihat kelimpungan ketika ada sesuatu yang terjadi di rumah ini

"Mamang teh juga takut pisan Bi, makanya si Bibi atuh cepet - cepet telpon Ibu Nyonya." Sudah Ibu, Nyonya. Mang Dedi memang selalu lengkap ketika memanggil Farah dengan sebutan 'Ibu Nyonya'

Prang

Brak

Brak

Entah semua benda apa yang dibanting oleh Juli diatas sana, Bi Iyem dan Mang Dedi semakin dibuat takut oleh tingkah laku 'Aden'nya yang makin menjadi itu.

"Bibi, Mang Dedi, dimana Juli sekarang?." Tanya seseorang dari arah belakang mereka. Bi Iyem dan Mang Dedi pun menoleh, melihat kedua majikannya sudah sampai disini, mereka langsung menghampiri majikannya

"Itu Ibu Nyonya, diatas. Mamang takut pisan, ngeri gitu ngeliat si Aden banting - banting barang." Cerca Mang Dedi yang langsung mengadu kepada Farah

Farah menarik lengan baju suaminya, "Pah gimana ni Pah, Mamah juga takut. Kayak yang tadi Papah lihat di Rumah Sakit kan, si Abang nggak bisa ditenangin."

Dika yang sangat tahu akan sifat putra semata wayangnya, ia menghela nafas beratnya, "Papah juga ngeri Mah, udah biarin aja lah, biar dia aja yang berhenti sendiri. Nanti kalau Papah ke atas, Papah kena barang yang dia lempar lagi."

Semua orang terlihat pasrah ketika diminta untuk menenangkan Juli. Bukannya tidak mau, ada hal yang membuat mereka takut mengenai penenangan terhadap Juli sendiri. Jangankan orang lain, orang tua Juli sendiri pun terlihat takut untuk menenangkan putra mereka sendiri diatas sana. Mereka hanya pasrah, membiarkan Juli mengamuk diatas sana tanpa melihatnya sedikitpun. Mungkin saat - saat seperti inilah, Juli membutuhkan banyak ruang untuk bisa menerima kepergian Juni. Kepergian yang sudah tidak bisa lagi bertemu, saling memandang bahkan saling memeluk kembali.

"Sebenernya apa yang terjadi sama Aden Bu, kenapa Aden keliatan seram hari ini?." Tanya Bi Iyem penasaran. Membuat wajah Farah seketika langsung berubah menjadi masam

Farah mengusap wajahnya, "Saya harus bilang apa sama Bibi dan juga Mang Dedi, saya sendiri bingung mau mulai dari mana kasih tau kalian yang membuat Juli jadi seperti itu." Farah berusah tegar, tegar akan ucapan yang akan ia kasih tau kepada Bi Iyem dan Mang Dedi. Dika selalu suaminya pun, ia langsung mendekatkan diri kepada istrinya dan mengusap punggungnya

"Kalau kamu belum siap buat bilang semuanya, jangan dipaksain dulu Mah." Tutur Dika

Farah menggelengkan kepalanya, "Nggak Pah, Bi Iyem sama Mang Dedi harus tau. Bagaimanapun, mereka juga orang tua Juni dan Juli Pah."

CERITA JUNI & JULI [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang