"SAKIT JULI!!!."Juni terus berteriak kesakitan di ranjangnya. Ia memukul - mukul lengan Juli ketika Juli hendak mengulurkan kapas yang sudah dibaluri oleh alkohol beserta obat merah. Tak lupa juga Juli mengompres luka yang berada dilututnya menggunakan kain yang diisikan oleh es batu. Pipi yang semula bengkak, sekarang sudah kembali mengempes seperti semula. Beberapa luka yang berada di sekitar wajah Juni pun, sudah diberi plaster kecil oleh Juli. Juli sendiri benar - benar menjaga Juni dua puluh empat jam nonstop. Selama Juni dibawa ke rumah sakit dan sudah diperbolehkan pulang, Juli meminta Mamahnya agar mengizinkannya untuk tinggal di rumah Juni selama Juni benar - benar pulih. Awalnya Farah, Mamah Juli tak mengizinkan Juli untuk tinggal sampai Juni pulih. Bukannya tak suka, Farah hanya takut kesepian ketika Juli tinggal untuk beberapa hari di rumah kediaman Revano Lewis. Juli terus membujuk Mamahnya agar mau menerima dirinya untuk tinggal di rumah Juni, untungnya Farah sangat ampuh ketika Juli merajuk kepadanya dan alhasil Farah menyetujui Juli untuk tinggal di rumah Juni.
Juli yang terus mengobati Juni, ia menekan kapas yang sudah dibalut dengan alkohol plus obat merah secara perlahan - lahan. Cakaran, jambakan serta pukulan pun Juli sudah rasakan ketika Juni berpekik kesakitan. Juli yang begitu sabar meladeni Juni, ia pasrah dirinya yang menjadi samsak buat Juni. Bagi Juli, tak apa dirinya diperlakukan seperti samsak yang siap ditinju daripada ia lebih sakit ketika ia melihat diri Juni yang terkapar seperti kemarin yang ia temukan di gudang. Ia juga sempat bertanda tanya, pelaku yang tak suka kepada Juni belum dikuak juga siapa yang melakukan hal bejat ini kepada Juni. Prinsipnya: siapa yang berani melakukan tindakan kepada Juni, ia harus bisa melawan Singa jantan yang bangun dari tidurnya. Entah perempuan atau laki - laki, hari itu juga mereka harus berhadapan dengannya.
"JULI YAAMPUN, SAKIT. LO BOLOT YA!." Juni terus berteriak di hadapan wajah Juli
Juli menyudahkan aktivitasnya, ia melihat Juni dengan sinis "Kalo nggak diobatin, lo mau itu lebam semakin lebar? Udah diem aja, kalo sakit lo boleh apaan gue terserah, tapi tolong, jangan teriak." Cibirnya
Juni memanyunkan bibirnya, mengambil gulingnya dan menggigit sarung guling tersebut. Ia memejamkan matanya ketika Juli ingin mendaratkan kapas itu lagi. Ia hanya bisa memukul guling yang ia gigit, entah mengapa ketika Juli menempelkan kapas itu, rasa sakitnya terus saja muncul. Setelah beberapa luka sudah diobati, Juli menyingkirkan peralatan medis dari ranjang Juni.
Menarik guling yang terus digigit oleh Juni, "Sumpah, lo kayak orang kelaperan kalo begini terus." Ujarnya sedikit meledek
Juni memukul lengan Juni, "Bodo ah, ngeledikin orang aja terus."
Juli terkekeh, "Hahaha, yang disayang sayang yang Juni sayang." Katanya dengan nada bernyanyi sambil menjembil kedua pipi Juni
Dengan cepat Juni menepis tangan Juli dari pipinya, "SAKIT JULIANO ALDEBARAN!." Teriaknya
"Oh oh maaf maaf, nggak sengaja sumpah." Sahutnya dengan menunjukan kedua jarinya membentuk huruf 'V'
Juni tak menggubrisnya, ia memegang pipinya yang terasa sakit akibat ulah Juli. Ia melihat Juli tengah mengarahkan ponsel kepadanya, ia mengerutkan dahi ketika Juli bertingkah aneh kembali.
"Ngapain?." Tanyanya
"Senyum sambil melet, gue mau potret." Titahnya
Juli sangat senang memotretnya ketika mood Juni sedang kacau. Ia memaksa Juni agar mau tersenyum untuk menghasilkan potretan yang bagus. Sempat kesal, tapi ia harus bisa tersenyum dengan kemauan yang Juli inginkan. Ia pun mengambil hoodienya lalu memakainya, tak lupa juga ia menggulung rambutnya seperti yang Juli sering lakukan.
"Udah belom?." Tanyanya
Juni mengangguk
"Senyum pepsodentnya manaaa..." Ucap Juli memberi aba - aba

KAMU SEDANG MEMBACA
CERITA JUNI & JULI [END]
Novela Juvenil(mohon maaf jika penulisan nama JUNI / JULI, masih suka ketuker ya)... Semua telah usai. Dari awal hingga akhir, perjalan kisah cinta ini memang tidak untuk disatukan. Bila kalian ingin mengingat, jangan dipersamakan dengan pembuka kata, untuk peman...